Senin, 13 Februari 2017

TASAWUF - Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar



Pokok Bahasan     :  TASAWUF
Judul                    :  Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar
Nara Sumber        :  Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

AMAR  MA’RUUF  WA  NAHI  MUNKAR



Menganjurkan orang untuk berbuat baik dan mencegah orang untuk berbuat Mun’kar.
Berkata Al Faqih Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala, ia meriwayatkan hadits yang sanad-nya menyambung sampai ke Umar bin Abdul Aziz  RA., Rasulullloh bersabda: “Sesungguhnya Alloh tidak akan meratakan adzaabNYA kepada seseorang dengan sebab kerjaan orang tertentu.”
Alloh tidak akan mengadzaab masyarkat umum dengan sebab prilaku ma’shiyat  yang dilakukan oleh orang-orang tertentu.
“Akan tetapi manakala ma’shiyat nampak/ terlihat jelas dan mereka tidak mengingkari itu ma’shiyat (minimal dengan hatinya), bahkan mereka ikut bergaul bersama mereka. Maka berhaqlah seluruh kaum yang berada di sekitar orang yang berbuat ma’shiyat itu mendapatkan adzaab dari Alloh SWT.” 
Jika mereka mengingkari/ menolak ma’shiyat yang terjadi di lingkungannya baik dengan tangannya, atau dengan lisannya atau hanya dengan hati, maka mereka tidak akan ikut di adzaab Alloh SWT. Jika mereka tidak berbuat ma’shiyat tetapi mereka tidak berusaha untuk mencegah terjadinya ma’shiyat yang ada di lingkungannya, maka Alloh akan menyiksa/ mengadzaab mereka.

Disebutkan dalam sebuat riwayat bahwa Alloh berfirman kepada Nabi Yuusya’ bin Nuun AS. :”Hai Yuusya’, AKU akan binasakan 40 ribu kaum dari pada kaum yang baik-baik dan akan AKU binasakan 60 ribu kaum yang jahat/ tidak baik. Yuusya’ berkata: Wahai Rabb, sungguh pantas kau binasakan 60 ribu kaum yang jahat/ tidak baik, tetapi kenapa kau juga binasakan 40 ribu dari kaumku yang baik-baik (yang beribadah kepadaMU). Alloh berfirman: “Karena mereka tidak murka waktu AKU murka, dan mereka makan dan minum bersama mereka.”

Hadits riwayat dari Abu Hurayroh RA., Rasululloh bersabda: “Perintahkan orang untuk berbuat Ma’ruuf  (baik), sekalipun kamu tidak berbuat Ma’ruuf .”
Ajak orang untuk shalat, meskipun kamu tidak shalat, ajak orang mengaji meskipun kamu tidak mengaji. Jangan kita sudah tidak shalat, dan kita juga tidak memerintahkan orang untuk shalat, yang lebih celaka lagi malah kita melarang atau menghalang-halangi orang yang akan shalat.
“Cegah orang dari perbuatan Mun’kar, sekalipun kamu tidak dapat menghentikan diri dari perbuatan mun’kar.”
Jangan izinkan orang untuk berbuat ke-mun’kar-an seperti main judi, berzina, mabok dll., sekalipun kamu sendiri belum dapat meninggalkan perbuatan mun’kar tersebut.

Hadits riwayat dari Annas bin Malik RA., Rasululloh bersabda: “Ada kelompok manusia dia menjadi Miftaah (kunci) pembuka dari segala kebaikan dan menjadi kunci penutup dari segala kejahatan.”
Karena dia orang kaya, maka dengan sebabnya terbangunlah masjid, madrasah, pesantren, dan dengan sebabnya pula orang berkumpul untuk berdzikir kepada Alloh dan mengaji. Dengan sebab dia menciptakan lapangan pekerjaan, maka banyak pengangguran dapat ia tampung, sehingga mereka ada kesibukan, sehingga dapat mencegah orang untuk berbuat kriminal dan ma’shiyat. 
“Ada juga kelompok manusia yang menjadi kunci pembuka segala kejahatan dan menjadi kunci penutup dari segala kebaikan.”
Dengan sebab dia membuatkan tempat untuk orang berkumpul, maka banyak terjadi ma’shiyat disitu, seperti berjudi, mabok dan ma’shiyat lainnya.
“Maka beruntunglah bagi orang-orang yang Alloh jadikan Mafaatiihal Khoir  (kunci pembuka bagi kebaikan) dari kedua tangannya. Dan celaka bagi orang-orang yang Alloh jadikan Mafaatiihal Syar  (kunci pembuka kejahatan) dari kedua tangannya. Mafaatiihal Khoir, yakni orang yang menganjurkan orang untuk berbuat baik dan mencegah orang untuk berbuatan Mun’kar. Mereka berfungsi sebagai pembuka kebaikan, dan pengunci bagi kejahatan, maka  terbilang sebagai orang mu’min.

Firman Alloh SWT.: “Laki-laki yang yang beriman dan perempuan yang beriman, sebagian sebagai penolong bagi sebagian yang lainnya, menganjurkan orang untuk berbuat Ma’ruuf dan mencegah orang untuk berbuat Mun’kar.”
Adapun orang yang menganjurkan orang untuk berbuat Mun’kar dan mencegah orang untuk berbuat Ma’ruuf, maka orang itu adalah kunci pembuka bagi kejahatan, dan ini sebagai ciri dari orang-orang munafiq. Mereka selalu membuka kesempatan orang untuk berbuat ma’shiyat.
“Laki-laki munafiq dan perempuan-perempuan munafiq, sebagian mereka sama dengan sebagian yang lainnya, mereka mencegah orang untuk berbuat Ma’ruuf dan menganjurkan orang untuk berbuat Mun’kar.”

Berkata Amirul Mu’minin Syaidina Ali bin Abi Thalib Karomaallohu Wajhah: “Amal yang paling utama (afdhol) adalah memerintahkan orang untuk berbuat baik (Amar Ma’ruuf) dan mencegah orang berbuat kemungkaran (Nahi Munkar), dan membenci orang faasiq.”

Alloh berfirman dalam Al Qur’an: “Kamu tidak akan mendapatkan suatu kaum/ bangsa/ kelompok yang menyatakan beriman kepada Alloh dan RasulNYA, dia bercinta-cintaan (berkawan/ bersahabat) dengan orang yang menentang Alloh dan RasulNYA.”
Jadi dia berdusta atas pengakuannya beriman kepada Alloh dan RasulNYA, bila ia berkawan/ bersahabat baik dengan orang yang menentang Alloh dan RasulNYA. Dan tidak mungkin ada iman di dadanya bila ia berkawan baik dengan orang yang menentang Alloh dan RasulNYA.

Orang yang memerintahkan/ menganjurkan orang untuk berbuat Ma’ruuf, maka berarti orang itu telah memperkokoh barisan orang mu’min. Jika dia mempunyai andil dalam menjalankan kewajiban agama berbuat Amar Ma’ruuf, maka dia sudah memperkokoh barisan orang mu’min.  Sangat penting untuk selalu mengajak orang untuk berbuat Ma’ruuf. Memerintahkan/ menganjurkan orang berbuat Amar Ma’ruuf tidak terlalu banyak mengandung resiko, banyak orang yang dapat melalukannya. Sedangkan mencegah orang berbuat tidak baik (Nahi Munkar)  banyak mengandung resiko, oleh karena itu tidak sembarang orang dapat/ berani melakukannya.

“Siapa orang yang mencegah kemungkaran, maka sesungguhnya dia telah membuat benci (tidak senang) orang-orang munaafiq, menghinakan orang munaafiq.”

Meriwayatkan Saaid dari Qotaadah, ia berkata: Disebutkan kepada kami, datang seorang laki-laki kepada Nabi Muhammad SAW., dan Nabi pada itu saat sedang berada di Makkah.
Laki-laki     : “Ada orang yang mengatakan bahwa engkau adalah utusan Alloh?”
Nabi SAW. : “Ya, akulah yang menyatakan diri sebagai Rasululloh.”
Laki-laki     : “Hai Rasululloh, amal apakah yang paling Alloh sukai dari sekian banyak amal?”
Nabi SAW. : “Iman kepada Alloh.”
Laki-laki     : “Apalagi setelah itu?”
Nabi SAW. : “Menyambung Silaturahim.”
Imam Ja’far Shodiq berkata: “Manakala kita sudah mengenal orang selama 1 tahun lamanya, itu pun termasuk rahim (saudara/ kerabat) kita yang tidak boleh kita putuskan hubungan kepadanya.”  Terus jalin hubungannya kepadanya, bila kita tidak dapat berjumpa dengannya secara langsung, setidaknya jangan sampai terputus komunikasi sama sekali, kita dapat saling berkomunikasi melalui media seperti telephone, sms ataupun  lainya.

Dalam satu kitab diriwayatkan, ada seorang sholeh, ia menunaikan ibadah haji dari negeri yang sangat jauh. Karena negerinya jauh maka ia membutuhkan bekal yang cukup banyak. Sesampainya di Makkah, tentunya kurang nyaman baginya untuk selalu membawa bekal berupa uang dalam jumlah yang cukup banyak sewaktu ia beribadah. Untuk mengamankan ia punya bekal, maka ia bertanya kepada orang-orang sholeh (Ulama Sholihin) di sekitar Makkah: “Siapakah yang dapat aku amanatkan untuk dapat menitipkan bekal uang yang aku bawa ini?” Diantara Ulama Sholihin ada yang menunjukkan bahwa disana ada seorang Ulama Sholeh yang Amanah, sehingga kau dapat menitipkan bekalmu kepadanya. Maka orang tadi menjumpai seorang Ulama Sholeh yang dimaksud, dan ia menitipkan bekal uangnya kepada ulama tersebut. Maka nyamanlah dia dalam menjalankan ibadah haji. Setelah tuntas ia menunaikan ibadah haji, maka ia kembali datang kepada orang Sholeh yang ia titipkan bekal kepadanya. Sesampainya ia disana, ternyata ia dapati orang Sholeh tersebut sudah meninggal dunia, maka ia bertanya kepada keluarga dari orang Sholeh tersebut tentang bekal uang yang ia titipkan kepada orang Sholeh yang telah meninggal, ternyata keluarga (anak) dari si-orang Sholeh tadi tidak ada yang tahu tentang uang yang diamanatkan kepada bapaknya, karena bapaknya tidak pernah menceritakan kepada mereka tentang uang titipan. Lelaki ini tentu sangat bersusah hati karena uang tersebut sangat ia butuhkan untuk bekal perjalanan pulang ke negerinya. Maka ia mendatangi ulama yang dahulu memberikan petunjuk kepadanya agar menitipkan uang kepada Ulama Sholeh yang telah meninggal. Ia menceritakan bahwa orang Sholeh tempat ia menitipkan uang kepadanya telah meninggal dunia dan orang Sholeh tersebut tidak menitipkan pesan kepada keluarganya dimana ia meletakkan uang yang aku titipkan. Sekarang bagaimana jalan keluarnya agar aku dapat mengetahui dimana uang yang aku titipkan? Ulama tersebut berkata: “Sekarang kamu pergi ke sumur Zam-Zam, karena disana tempat berkumpulnya ruh dari orang-orang Sholihin. Panggillah nama dari orang Sholeh yang kamu titipkan uang kepadanya. Bila ia mati dalam keadaan Khusnul Khotimah, maka dia akan menjawab panggilanmu dan dia akan memberitahukan kepadamu dimana letak uang yang kamu titipkan kepadanya.”  Maka orang lelaki ini menjalankan apa yang diberikan petunjuk oleh Ulama Sholeh tersebut. Setelah ia sampai di sumur Zam-Zam, maka ia memanggil-manggil nama dari orang Sholeh tersebut berulang kali, tetapi tidak terdengar suara jawaban. Maka ia kembali kepada Ulama tadi, dan menceritakan bahwa ia telah menjalankan apa yang diperintahkan, tetapi tidak ada yang menjawab panggilannya. Maka Ulama tersebut memerintahkannya agar ia mendatangi Biirhud  di Yaman, pada jarak yang masih cukup jauh dari tempat tersebut, maka sudah tercium bau yang sangat menyengat dari sumur Biirhud, karena Biirhud adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang mati Su’ul Khotimah. Bila kamu sudah sampai disana, maka panggillah nama dari orang Sholeh tersebut. Setelah tiga kali ia memanggil maka terdengar suara orang yang menjawab panggilannya. Maka lelaki ini merasa heran dan ia bertanya, mengapa orang Sholeh yang Amanah semacam kamu dapat berada di tempat ini (Biirhud)? Orang Sholeh tersebut menceritakan, penyebab ia berada di tempat tersebut. Aku mempunyai saudara perempuan yang kehidupannya susah, aku sering berkunjung untuk melihat dan membantu keadaannya. Akan tetapi seiring perjalanan waktu, dan karena kesibukan, serta usiaku yang sudah tidak memungkinkan bagiku untuk dapat berkunjung melihat keadaannya. Akan tetapi setiap ada orang yang akan menuju ke tempat saudara perempuanku tersebut, aku selalu menitipkan salam dan bertanya tentang keadaannya. Semakin lama karena kesibukanku maka akupun lupa sudah tidak dapat memberikan bantuan kepadanya dan aku juga lupa untuk terus menjalin silaturahmi kepada saudara perempuanku tersebut. Maka inilah yang membuat Alloh murka, sehingga aku mati dalam keadaan Su’ul Khotimah dan menempatkanku di tempat ini. Ini menjadi pelajaran bagi kita, bahwa sangatlah penting untuk terus menjaga hubungan silaturahim kepada keluarga dan kerabat kita.

Laki-laki     : “Kemudian apa lagi ya Rasul?”
Nabi SAW. : “Melaksanakan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar.”
Laki-laki     : “Amal apakah hai Rasul yang paling Alloh benci?”
Nabi SAW. : “Mensekutukan Alloh (Syirik)
Laki-laki     : “Kemudian apa lagi?”
Nabi SAW. : “Memutuskan silaturahim.”

Saking bencinya Alloh dengan orang yang memutuskan silaturahim, hingga Nabi bersabda dalam sebuah Hadits: “Rahmat tidak akan turun atas satu kelompok orang, bila ditengah-tengah mereka ada seorang yang memutuskan silaturahim.”  Asbab turunnya ini Hadits adalah suatu saat Nabi sedang berkumpul di masjid bersama dengan para sohabat, pada saat itu Nabi merasakan suasananya kurang nyaman, gersang, tidak seperti biasanya teduh, akan tetapi Nabi tidak pernah langsung menunjuk kepada seseorang yang menyebabkan suasana yang tidak nyaman tersebut. Nabi hanya mengatakan, apakah ada diantara kalian yang memutuskan silaturahim, maka hendaknya ia keluar dari masjid ini. Seorang yang merasa bahwa ia adalah penyabab dari suasana yang tidak nyaman tersebut, maka perlahan-lahan ia keluar dari masjid. Setelah orang tersebut keluar, maka suasana menjadi nyaman kembali. Maka kemudian Nabi bersabda: “Rahmat tidak akan turun atas satu kelompok orang, bila ditengah-tengah mereka ada seorang yang memutuskan silaturahim.”  

Laki-laki     : “Kemudian apa lagi?”
Nabi SAW. : “Meninggalkan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar.”

Berkata Imam Sufyaan Atsaury Rahimahullohutaala, seorang Imam yang paling tua dan merupakan seorang mujtahid mutlaq, sejajar dengan Imam Syafi’i, Iman Hanafi, Imam Hambali dan Imam Maliki. Akan tetapi ia punya mazhab tidak mudawam (terbukukan), akan tetapi pendapatnya ada di beberapa kitab fiqih, dan kita boleh bertaqlid  kepadanya. Imam Ja’far Shodiq (cucu Rasululloh) hidup se-zaman dengannya, karena kealimannya yang luar biasa, maka Imam Ja’far Shodiq  ingin berkhidmat kepadanya. Suatu saat Imam Ja’far Shodiq  ingin mencium tangan dari Imam Sufyaan Atsaury, akan tetapi oleh Imam Sufyaan Atsaury  tidak dikasih, karena Imam Sufyaan Atsaury  tahu betul bahwa Imam Ja’far Shodiq  adalah cucu dari Rasululloh, dan ia merasa tidak pantas untuk mendapatkan penghormatan dari Imam Ja’far Shodiq. Sedangakan Imam Ja’far Shodiq  tahu akan maqom (kedudukan) dari Imam Sufyaan Atsaury  yang merupakan orang alim yang wajib dihormati. Karena tidak dikasih untuk mencium tangannya, maka Imam Ja’far Shodiq  mengambil tongkat dari Imam Sufyaan Atsaury  dan ia mencium tongkatnya. Imam Sufyaan Atsaury  merasa kurang nyaman, disaat Imam Ja’far Shodiq  lengah dia ambil tangan dari Imam Ja’far Shodiq  dan dicium tangannya. Itulah ulama-ulama terdahulu seperti itu, meskipun mereka alim tetapi mereka tetap menaruh rasa hormat yang cukup tinggi kepada keturunan dari Rasululloh, karena mereka memandang bahwa disitu ada darah Rasululloh yang mengalir kepada keturunannya. Imam Sufyaan Atsaury Rahimahullohutaala  berkata : “Manakala kamu mendapatkan orang alim (tokoh agama/ ulama), dicintai ditengah-tengah tetangganya, dipuji ditengah-tengah keluarganya/ saudaranya, ketahuilah oleh kamu bahwa ulama ini adalah penjilat.”
Karena dia tidak mau menyampaikan yang haq (kebenaran) ditengah-tengah tetangga dan saudaranya. Karena ia takut tidak dicintai dan bahkan akan dimusuhi. Oleh karena itu tidak usah heran bila Ustdz-ustdz yang berjuang di jalan Alloh akan tetapi dimusuhi oleh para tetangganya dan saudaranya. Jangan berputus asa, serahkan semuanya kepada Alloh, biar orang tersebut langsung berhadapan dengan Alloh, karena mereka membenci kepada kebaikan.
Di zaman Nabi Alloh Musa AS. ada seorang istri yang tidak tahan dengan prilaku dari tetangganya, maka ia meminta kepada suaminya agar menghadap kepada Nabi Alloh, dan meminta agar Nabi Alloh mendoakan tetangga yang prilakunya tidak baik tersebut agar segera meninggal dunia. Nabi Alloh menjelaskan bahwa tetangga mereka umurnya masih panjang. Maka si-suami pulang ke rumah dan memberitahukan kepada istrinya bahwa tetangga mereka umurnya masih panjang. Sebagai seorang muslim yang baik, si-istri hanya berucap: “Hasbunaalloh Wani’mal Wakiil Ni’mal Maula Wani’man Nasiir.”  Setelah si-istri mengucap sebanyak 3 kali dzikir tersebut, maka terdengar suara keributan di rumah tetangga yang prilakunya tidak baik tersebut, ternyata tetangga tersebut sedang mengalami sakaratul maut dan pada akhirnya meninggal dunia.
Ini pelajaran buat kita, bila ada kegiatan keagamaan di sekitar rumah kita hendaknya kita dukung (bantu), jangan kita menaruh kebencian kepada kegiatan-kegiatan keagamaan.

Berkata Al Faqih Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala, ia meriwayatkan hadits yang sanad-nya menyambung sampai ke sohabat Nabi, Rasululloh bersabda: “Tidak ada satu kaum/ kelompok/ bangsa yang ada ditengah-tengah mereka seorang laki-laki atau perempuan ada yang berbuat ma’shiyat dan kaum/ kelompok ini mampu untuk merobahnya/ menghilangkan itu kema’shiyatan, tetapi ternyata mereka tidak bertindak untuk menghilangkan kema’shiyatan yang ada ditengah-tengah meraka, melainkan Alloh meratakan adzaab kepada mereka sebelum mereka meninggal dunia.”
Kaum/ kelompok ini tidak berbuat ma’shiyat tetapi mereka berada di tengah-tengah orang yang berbuat ma’shiyat dan mereka mampu untuk bertindak tetapi mereka tidak berusaha untuk menghilangkan itu ma’shiyat, maka Alloh akan mengadzaab mereka bersama orang yang berbuat ma’shiyat, sebelum mereka meninggal dunia. Lain halnya bila kita tidak mempunyai kekuatan/ keberanian/ kemampuan untuk berbuat.

Berkata Al Faqih Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala, Nabi  mensyaratkan sebelum kita bertindak untuk dapat merubah/ menghilangkan ke ma’shiyatan yang berada ditengah-tengah kita:
1.    Adanya Kemampuan
Kita mempunyai kekuatan (Syawkah), orang yang cendrung kepada kebaikan banyak jumlahnya (mayoritas), sedangkan mereka yang berbuat ma’shiyat jumlahnya sedikit. Bila kita di posisi sebagai mayoritas, maka wajib bagi kita untuk mencegah orang untuk tidak berbuat ma’shiyat. Manakala mereka menampakkan/ memperlihatkan/ mendemonstrasikan/ mereka punya ma’shiyat di hadapan umum, lain halnya bila mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Alloh memuji Umat Nabi Muhammad SAW.: “Kalian adalah umat yang terbaik, dilahirkan/ dizohirkan untuk umat manusia. Hendaknya kamu menganjurkan orang untuk berbuat baik dan mencegah orang dari perbuatan munkar.  Kamu beriman kepada Alloh dan andaikata Ahlul Kitab beriman tentunya lebih baik bagi mereka. Dan diantara mereka ada orang yang beriman dan mereka ini adalah golongan orang-orang yang faasiq.
Kamu tercatat di Lauhilmahfuz  sebagai umat yang terbaik, kita dilahirkan/ dizohirkan untuk kepentingan umat manusia lainnya. Agar kamu mau mengajak orang untuk berbuat Ma’ruuf (baik) berupa bermacam-macam bentuk toat. Seperti mengajak orang untuk pergi ke tempat-tempat pengajian.
Nanti di saat ahlul khoir  digiring ke Syurganya masing-masing, ternyata kita ditarik bukan oleh anak atau istri kita, tetapi oleh tetangga kita. Tetangga itu berkata: “Ya Rabb, ambil haqku dari ini orang, ia setiap saat aku lihat pergi ke masjid dan masjlis ilmu, dan dia tahu aku berada di depan rumah/ jalan, tetapi dia tidak pernah mengajak aku, sehingga aku tidak tahu kemana kegiatan dia, maka aku minta haqku dari ini orang, jangan masukkan dia kedalam Syurga, tetapi masukan dia ke neraka bersama-sama aku. Itulah akibat tidak peduli dengan tetangga, untuk itu jangan kita pelit untuk mengajak tetangga ke arah jalan kebaikan, apabila kita punya mobil, maka hendaknya kita ajak mereka untuk pergi bersama ke tempat majlis-majlis ilmu.
Cegah orang dari perbuatan munkar, yakni kamu cegah orang-orang dari perbuatan ma’shiyat, itulah yang di sebut Amar Ma’ruuf Nahi Munkar.
Arti Ma’ruuf adalah perbuatan yang cocok/ sesuai/ selaras dengan kitab Al Qur’an, Sunnah Nabi dan aqal sehat. Sedangkan arti Munkar adalah perbuatan yang bertentangan dengan Al Qur’an, Sunnah Nabi dan aqal sehat. 

“Hendaknya ada diantara kalian sekelompok umat/ orang yang menyeru dan memerintahkan kepada kebaikan, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Ma’ruuf adalah segala sesuatu yang mendekatkan kita kepada Alloh dan ada nilai pahala. Tentunya tidak sulit bagi kita untuk memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik. Semuanya kembali kepada pertimbangan Syara (agama), bukan berdasarkan penilaian nafsu semata. Bukan berdasarkan mana yang kita suka kita bilang Ma’ruuf (baik), dan yang kita tidak suka kita bilang Munkar (tidak baik). Untuk menentukan mana yang Ma’ruuf dan mana yang Munkar, hendaknya berpedoman kepada Al Qur’an dan Hadits Rasululloh, atas permasalahan yang melintas di hati kita dan yang kita hadapi yang meragukan (tidak jelas/ abu-abu) bagi kita. Apalagi saat ini banyak orang yang mengaku sebagai Ulama, tetapi mereka  memutar-balikkan fatwa dari Qur’an dan Hadits demi kepentingan pribadi dan hawa nafsu mereka. Itulah mereka yang disebut ulama dunia, yang fatwanya bukan pada kebenaran tetapi pada kepentingan sekelompok orang yang ia bela.
Untuk itu yang menjadi pertimbangan kita adalah timbangan hukum syara. Jika apa yang akan kita kerjakan merupakan perintah Alloh, ada nilai pahala dan membawa keuntungan dunia dan akhirat, maka segera laksanakan dan ajak orang untuk berbuat baik.
Pada saatnya nanti kemungkinan ada diantara kita yang menjadi ulama, meskipun kwalitas keilmuannya tidak sama dengan ulama-ulama terdahulu, karena semakin mendekati akhir zaman kwalitas keilmuan semakin berkurang dan terus berkurang. Pertanggung jawabkan sikap dan tindakan kita kepada Alloh SWT., jangan asal menjadi ulama yang terkenal, berpengaruh dan banyak uang, tetapi tidak menggunakan timbangan syara dalam mengeluarkan fatwa. Bila kita jadi guru/ ustdz hendaknya kita tidak hanya menjadi guru/ ustdz saja, tetapi hendaknya juga menjadi panutan umat. Ada orang yang hanya menjadi guru, tetapi tidak menjadi panutan umat, karena sering terlibat kepada sesuatu hal yang seharusnya tidak pantas baginya untuk berada disitu, tidak pandai dalam menempatkan posisi, pendapat dan pandangannya berbeda/ tidak sejalan dengan pendapat dan pandangan umat.

“Hendaknya ada diantara kalian sekelompok umat/ orang menyeru/ memerintahkan pada Ma’ruuf (kebaikan) dan mencegah orang pada Kemungkaran.”
Ini menjadi tugas kita menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar, semuanya tanpa terkecuali, baik laki/ perempuan, tua/ muda, alim/ tidak alim, hanya batasi dengan kemampuan kita, kita yang lebih tahu siapa diri kita, jangan mencoba membuka hal yang diluar kemampuan kita,  lakukan sesuai profesi dan kemampuan kita.

Sungguh Alloh telah mencela beberapa kelompok kaum/ kelompok bangsa dengan sebab mereka meninggalkan Amar Ma’ruuf,  tidak mau mengajak orang untuk berbuat kebaikan dan tidak mau mencegah orang dari perbuatan Munkar. Maka Alloh berfirman dalam Al Qur’an: “Mereka itu dahulu tidak saling mencegah sebagian dari sebagian lainnya dari pada kemungkaran yang mereka lakukan. Sungguh amat buruk apa yang dahulu mereka lakukan. ”

Dalam ayat yang lain Alloh berfirman: “Mengapa orang-orang alim (ahli kitab)/ para raahib (pendeta) dan ahli-ahli ibadah dari pada mereka tidak mencegah dari perbuatan bohong/ dusta/ keji dan melakukan perbutan yang haram, sungguh amat buruk apa yang mereka lakukan.” 
Maksud dari ayat ini: Mengapa ulama-ulama mereka, ahli-ahli fiqih mereka, pendeta-pendeta mereka, ahli ibadah mereka, tidak mencegah umatnya dari perkataan mereka yang keji dan mereka diam saja dari pada memakan makanan yang harom. Seharusnya/ sepantasnya mereka mengajak pada kebajikan. Ajak mereka dalam keadaan Sir (sembunyi-sembunyi), agar orang lain tidak tahu kelemahan/ kekurang mereka, jika mereka sanggup. Tujuannya agar lebih mengena dari orang tadi dari pada mau’idzhoh  dan nasehatnya, karena mereka merasa tidak dipermalukan di muka umum. Jika tidak bermanfaat/ mengena nasehat yang disampaikan secara Sir (sembunyi-sembunyi), baru perintahkan secara ‘alaaniyah (terbuka) agar mereka meninggalkan kema’shiyatan/ kemunkarannya. Minta bantuan kepada ahlul sholah/ ahlul khoiir  (orang-orang baik) yang terpandang, yang ketaqwaannya, ahlaqnya melebihi dari tingkatan kebaikan kita. Dengan tujuan mencegah mereka dari perbuatan ma’shiyat/ munkar. Mereka ini (umat-umat terdahulu) tidak mau melakukan Amar Ma’ruuf Nahi Munkar, maka akan ungul atas mereka ahlul ma’shiyat.
“Maka akan datang atas mereka adzab dengan sebab itu mereka binasa semuanya.”

Berkata Al Faqih Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala, ia meriwayatkan hadits yang sanad-nya menyambung sampai ke Nu’maan bin  Basyiir RA., aku pernah mendengar Rasululloh bersabda: “Perumpamaan orang yang mudaahin ,
ada yang mengartikan mudaahin sebagai orang manampakkan keislamannya dan menyembunyikan kemunafiqannya, ada juga yang  mengaratikan sebagai orang yang tidak menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar, dan ada juga yang mengartikan sebagai orang yang tidak maksimal dalam menjalankan haq-haq Alloh. Ada tiga kelompok orang:
1.    Orang yang tidak menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar.
2.    Orang yang terjerumus/ terjerembab kepada perbutan Munkar.
3.    Orang yang menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar.
Seperti perumpamaan tiga orang, ketiganya ada di dalam sebuah kapal. Maka mereka membagi menjadi 3 tempat, ada yang di bagian atas, ada yang di bagian tengah dan ada yang di bagian bawah. Setelah mereka mengambil posisi masing-masing, tiba-tiba salah seorang dari ketiganya (yang dibagian bawah/ dek) mengambil kampak, maka yang lainnya bertanya kepada orang yang mengambil kampak tadi: “Apa yang akan kau lakukan dengan itu kampak? Ia menjawab: “Aku akan melobangi tempat dimana aku berada, agar mudah bagiku mengambil air untuk kebutuhan buang hajat dan keperluanku lainnya.” Sepintas lalu, yang melobangi kapal mempunyai tujuan baik, tetapi untuk kepentingan dirinya sendiri. Salah seorang dari mereka (yang berada di bagian tengah) berkata: “Biarkan dia melubangi sekehendak dia, semoga Alloh jauhkan dia dari RahmatNYA.” Orang ini tidak mencegah dan hanya bersikap masa-bodoh. Sedangkan orang yang dibagian atas berkata: “Jangan biarkan dia melubangi kapal, nanti akan menyebabkan kita binasa dan juga akan membinasakan dirinya sendiri.” Inilah orang yang menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar. Bila kedua orang atau salah satu dari keduanya  mencegah (memegang tangan) orang yang akan melubangi kapal, maka mereka akan selamat dan orang itupun akan selamat. Tidak akan terjadi air masuk ke dalam dek yang pada akhirnya akan menenggelamkan itu kapal. Bila mereka tidak mencegah dengan memegang tangan orang itu, maka mereka berdua akan binasa dan juga tentunya orang yang berada di bagian bawah (orang yang melubangi kapal). Mereka yang tidak berbuat ma’shiyat tetapi diam disaat orang berbuat ma’shiyat, maka mereka akan ikut binasa bersama orang yang berbuat ma’shiyat.

Hadits riwayat dari Abu Darda RA., Rasululloh bersabda: “Hendaknya kalian berbuat ma’ruuf dan hendaknya kalian mencegah kemungkaran, jika tidak Alloh akan menguasakan atas kamu Sulton (penguasa) yang dzolim.”
Penguasa dzolim yang tidak mempunyai rasa iba kepada rakyatnya, karena kita tidak mau menjalankan Amar Ma’ruuf Nahi Munkar.
Andaikata ada 1.000 orang membangun agama dengan membangun pusat ibadah dan dengan jalan berda’wah, akan tetapi disamping itu ada 1 orang yang menghancurkan, maka bangunan tersebut akan hancur. Bagaimana bila yang membangun 1 orang dan yang menghancurkan 1.000 orang? Tentunya lebih cepat lagi bangunan tersebut akan hancur. Untuk itu masing-masing dari kita merasa terpanggil untuk menegakkan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar, untuk keselamatan generasi kita berikutnya.
“Sulton (penguasa) yang dzalim, nanti tidak akan menghormati orang-orang tua dari kalian dan diapun tidak akan mengasihi anak-anak kecil dari pada kalian. Orang-orang Sholeh akan berdoa, maka Alloh tidak mengabulkan doa mereka. Mereka meminta bantuan/ pertolongan (dengan jalan Istighosah dll.), Alloh tidak memberikan pertolongan kepada mereka. Mereka memohon ampun kepada Alloh, maka Alloh tidak ampuni lagi.”
Jangan sampai hal ini terjadi pada kita, masing-masing dari kita ada kewajiban menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar sesuai dengan kemampuan, posisi dan kondisi kita masing-masing.

Diriwayatkan Hadits dari Hudzayfah RA., Rasululloh bersabda: “Demi Alloh yang nyawaku ada dalam genggamannya (kekuasaannya), hendaknya kalian memerintahkan orang untuk berbuat baik dan hendaknya kalian mencegah kemungkaran. Jika kalian tidak melaksanakan Amar Ma’ruuf Nahi Munkar, sungguh sudah dekat Alloh akan kirim atas kamu adzaab/ siksa dari sisinya. Kemudian kamu berdoa kepada Alloh, maka Alloh tidak kabulkan lagi.”

Hadits diriwayatkan dari Ali Karomaallohu Wajhah, Rasululloh bersabda: “Bila umatku sudah takut untuk menyatakan: “Hai dzolim, kamu dzolim, hentikan kedzoliman kamu.” Maka sungguh sudah hilanglah keberkahan atas mereka.”
Alloh cabut keberkahan dunia dan akhiratnya, karena mereka tidak berani berkata: “Hai dzolim, kamu dzolim, hentikan kedzoliman kamu.”

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’iid Al Khudry, sesungguhnya Rasululloh bersabda: “Manakala salah seorang dari pada kamu (lelaki/ perempuan) melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah kemungkaran tadi dengan tangannya/ kekuatannnya, bila tidak mampu merubah dengan tangannya/ kekuatannya, maka rubah itu kemungkaran dengan lisannya (dengan cara da’wah), bila tidak mampu lisannya maka menolak dengan hatinya (dengan cara berdoa), maka itulah selemah-lemahnya iman.”
Nabi pernah bersabda kepada para sohabat: “Kamu hidup di zaman yang banyak ulamanya tetapi sedikit khuthoba (penceramahnya). Nanti akan datang suatu zaman banyak khuthoba (penceramahnya) dan sedikit ulamanya.

Sebagian ulama mengatakan: “Merubah/ menghancurkan kemungkaran dengan tangan/ kekuatan itu merupakan bagian/ tugas dari umaro (pejabat), dengan lisan adalah bagian/ tugas dari ulama, adapun yang menolak dengan hati adalah bagian dari masyarakat awam (lemah).”
Akan tetapi bila seseorang yang bukan merupakan umaro (pejabat), tetapi ia mempunyai keberanian, maka boleh saja ia merubah/ menghancurkan kemungkaran tadi dengan tangannya/ kekuatannya.

Sebagian ulama yang lain mengatakan: “Siapapun (tanpa melihat status sosialnya atau profesinya), bila ia mampu untuk merubah/ menghancurkan kemungkaran dengan kekuatan/ tangannya, maka wajib atasnya untuk merubahnya.”

Berkata Al Faqih Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala: “Seyogyanya/ seharusnya di tuntur bagi orang yang memerintahkan Amar Ma’ruuf (kebaikan)  hendaknya dilakukan/ dikerjakan dengan niat: Penuh keikhlasan karena mencari Ridho Alloh SWT. Dan dilakukan/ dikerjakan untuk memperkuat atau memulyakan agama. Jangan ada motivasi untuk kepentingan pribadi, hendaknya dikerjakan untuk kepentingan umum.

Jika orang yang melaksanakan Amar Ma’ruuf dengan niat yang ikhlas untuk mencari Ridho Alloh dan memulyakan agama, maka pasti Alloh akan tolong dia. Dan Alloh berikan Taufiq untuk itu, yaitu berupa kemudahan untuk dia menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar nya. Dengan Taufiq Alloh ciptakan kemampuan kepadanya untuk dapat berbuat toat, ringan baginya padahal rintangan yang dihadapinya dalam menegakkan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar begitu besar berupa ancaman, terror, intimidasi, diasingkan/ dikucilkan dan lain sebagainya. Dan ia tidak takut dengan cercaan dan makian dari orang yang memusuhinya. Dengan ucapan doa: “Khozalahulloh…..”, maka orang yang akan berbuat tidak baik kepada kita tidak akan dapat mencelakai kita, berkat pertolongan Alloh SWT.  Bila tujuannya untuk melaksanakan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar untuk kepentingan nafsu pribadinya, bukan semata-mata karena Alloh, maka Alloh tidak akan menolongnya. Alloh tidak akan hasilkan ia punya tujuan dan Alloh akan hinakan dia.

Sesungguhnya sampai berita kepada kami suatu riwayat dari Ikrimah RA. (anak dari Abu Jahal, tetapi dia sudah masuk Islam): Ada seorang laki-laki ia melewati satu pohon dan ia melihat itu pohon disembah selain Alloh. Dan ia marah/ murka karena Alloh. Lelaki itu berkata: “Ini pohon disembah selain menyembah Alloh.”  Dia buktikan kemarahannya dengan mengambil kampak dan ia kendarai ia punya keledainya menuju ketempat dimana pohon yang disembah untuk dipotongnya/ ditebangnya. Iblis datang menjumpai lelaki itu di jalan untuk menghadang, Iblis datang menjumpai lelaki itu dalam bentuk manusia. Iblis bertanya: “Kalian mau pergi kemana?”  Dijawab: “Aku jumpai satu pohon yang disembah selain Alloh, maka aku berjanji kepada Alloh untuk aku mengendarai himaar (keledai) dan aku mengambil aku punyak kampak dan aku akan menuju ke arah pohon yang disembah dan akan aku potong/ tebang itu pohon.”  Iblis berkata: “Apa urusan kamu dengan itu pohon? Biarkan saja tak usah ditebang. Biarkan orang menyembah itu pohon tak usah diganggu. Semoga Alloh jauhkan mereka dari Rahmat Alloh.”  Lelaki tersebut tetap kokoh niatnya untuk menebang itu pohon. Maka Ibilis  berkata: “Kembali kamu pulang ke rumah, nanti akan aku berikan untuk kamu setiap hari 4 dirham.”
Rasululloh bersabda dalam sebuah Hadits: “Ketahui tiap-tiap bangsa/ umat ada fitnahnya, fitnah dari umatku adalah al maal (harta).”
“Angkat tiap-tiap hari ujung firoosy (kasur) kamu dan kamu dapat ambil uang 4 dirham dibawah kasur kamu.”  Lelaki tersebut berkata: “Benarkah kamu akan kerjakan hal semacam ini (memberikan uang setiap hari sebanyak 4 dirham)?” Iblis berkata: “Ya, aku akan berikan kepada kamu uang 4 dirham, aku jamin untuk kamu itu uang yang 4 dirham setiap hari.”  Maka runtuhlah niat lelaki tersebut untuk menebang itu pohon dan ia kembali ke rumahnya. Setiap hari leleki tersebut mengangkat ujung kasurnya dan ia jumpai uang 4 dirham, esok hari di jumpai lagi di bawah kasurnya uang 4 dirham, selama 3 atau 4 hari sampai yang Alloh kehendaki. Setelah itu seperti kebiasaannya dia angakat ujung kasurnya, tetapi ia tidak menemukan lagi uang 4 dirham seperti biasanya. Ia menunggu sehari, dua hari ternyata uang yang dijanjikan tetap tidak ia jumpai lagi. Maka timbul kemarahannya dan ia kembali mengambil kampaknya dan mengendarai himaar (keledai)-nya menuju ke arah pohon yang disembah. Maka ia dijumpai oleh Iblis yang berbentuk manusia, si-Iblis berkata: “Mau kemana kamu membawa kampak?”  Lelaki itu menjawab: “Aku akan menuju satu pohon yang disembah selain Alloh dan aku akan menebang itu pohon.”  Maka Iblis berkata: “Bagaimanapun kamu tidak akan mampu menebang itu pohon. Saat pertama kali kamu menuju untuk menebang itu pohon, niat kamu adalah karena Alloh SWT. semata, kamu murka/ marah karena Alloh. Adaikata berhimpun seluruh penduduk langit dan penduduk bumi semuanya, mereka tidak akan mampu menolak/ mengusir/ menghalangi kamu untuk menebang itu pohon, karena tujuan kamu adalah karena Alloh semata, tidak ada tujuan yang lain. Sekarang tujuan kamu yang kedua keluar dari rumah bukan karena Alloh, tetapi untuk kepentingan diri kamu sendiri, dimana kamu tidak mendapatkan uang 4 dirham seperti biasanya. Manakala kamu tetap maju meneruskan perjalananmu ke arah itu pohon, maka akan di tumbuk/ di pukul/ di tebas kamu punya leher.”  Maka takutlah itu lelaki dan kembali ke rumahnya dan membiarkan pohon itu tidak jadi di tebang.      

Berkata Al Faqih Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala: “Orang yang memerintahkan orang untuk berbuat Amar Ma’ruuf (kebaikan), butuh kepada 5 syarat:
1.    Ada Ilmu, tahu strategi da’wah, tahapan-tahapan yang harus dijalankan dalam menegakkan Amar Ma’ruuf. Karena orang yang bodoh tidak akan bagus/ pandai dalam menyampaikan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar. Yang dikhawatirkan justru akan membahayakan untuk kaum muslimin akibah dari perbuatannya.
2.    Tujuannya karena Alloh semata dan mengokohkan/ menegakkan agama , tidak ada tujuan lain.
3.    Penuh rasa belas kasih sayang (tawad’dud) kepada orang yang diperintahkan untuk berbuat baik, disampaikan Amar Ma’ruuf dengan cara yang santun/ lemah-lembut. Jangan disampaikan dengan cara yang kasar dan keras.
Sewaktu Alloh mengutus Nabi Alloh Musa AS. dan Nabi Harun AS. untuk menghadap Firaun. Maka Alloh berfirman kepada keduanya: “Bicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah-lembut.”
Waktu Alloh perintahkan Nabi Musa AS. menghadap Firaun timbul kekhawatiran di hati Nabi Alloh Musa AS., karena ia mengetahui bahwa Firaun sangat ganas dan kejam tidak segan-segan baginya untuk membunuh orang yang tidak ia sukai, apalagi Nabi Musa AS. merupakan orang yang sangat dicari, karena ia adalah orang yang akan menumbangkan kekuasaannya. Alloh sangat mengetahui lintasan hati seseorang, maka Alloh mengutus Malaikat Jibril AS. untuk menghadap Nabi Musa, dan katakana kepadanya: “Jangan bimbang dan khawatir untuk melaksanakan perintahKU, dan perintahkan kepada Nabi Musa agar ia keluar rumah dan pukul batu kali yang berada di depan rumahnya dengan tongkatnya.” Nabi Alloh Musa menjalankan perintah Alloh, maka ia pukul itu batu kali dengan tongkatnya, dua kali dipukul batu kali masih utuh, setelah dipukul untuk yang ketiga kali baru batu kali itu hancur. Dari batu kali yang hancur itu ternyata di dalamnya ada cacing dalam kondisi yang sehat dan segar. Padahal batu kali tersebut tertutup rapat dan tidak ada celah sedikitpun juga sebagai jalan masuknya makanan bagi si-cacing, tetapi Alloh tidak melupakan dan menjamin ridzqy dari itu cacing sehingga ia dapat hidup meskipun berada di dalam batu yang tidak ada celah sedikitpun juga . Apalagi dengan manusia yang terlihat dan memiliki aqal, tentunya sangat lebih mungkin untuk dapat hidup dibandingkan dengan cacing. Dari peristiwa tersebut maka Nabi Alloh Musa AS. berfikir, semula di khawatir akan keselamatan dirinya saat menghadap Firaun, dan bagaimana nasib anak istrinya apabila ia mati terbunuh? Siapa yang menjamin rizqy mereka? Maka mantaplah hati Nabi Alloh Musa AS. untuk menghadap Firaun. Keraguan adalah was-was yang asalnya dari setan sehingga kita ragu dalam menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar.
4.    Banyak Shobuur (Sabar) dan Haliim (santun) dalam berda’wah menyampaikan Amar Ma’ruuf, jangan sampai baru sekali atau dua kali mengajak orang untuk berbuat baik dan tidak direspon positif oleh yang diajak, maka sudah patah semangat. Nabi Alloh Nuh AS. berda’wah selama 950 tahun, tetapi yang mengikuti da’wahnya jumlahnya hanya puluhan orang saja.
Rasululloh pernah bersabda: “Hampir-hampir saja orang yang Haliim (santun) menjadi Nabi.” Kita disuruh bersifat Sabar dan Santun, karena Alloh SWT. berfirman dalam mengkisahkan tentang Lukman AS.: “Ajaklah/ perintahkalah orang untuk berbuat kebaikan dan jegah orang dari mengerjakan kemungkaran dan sabarlah kamu atas sesuatu yang menimpa kamu.”
5.    Hendaknya dia mengamalkan terlebih dahulu apa yang ia perintahkan, mengajak orang untuk mengaji maka ia terlebih dahulu mengaji, mengajak orang untuk meninggalkan kemungkaran maka hendaknya dia terlebih dahulu yang meninggalkan kemungkaran. Jangan menganjurkan orang untuk bersedekah, tetapi dirinya sendiri tidak mau bersedekah. Jangan melarang orang berbuat ma’shiyat, padahal kamu mengerjakan hal sepertinya (mengerjakan apa yang kamu larang). Hina/ aib bagi kamu bila kamu melakukan hal semacam itu. Kamu dapat berda’wah tetapi kamu tidak dapat mengajak diri kamu untuk tunduk patuh terhadap perintah Alloh. Agar orang yang kamu perintahkan tidak mencela/ menggunjing yang tidak baik tentang kamu.
Hendaknya kamu sebelum menyampaikan Amar Ma’ruuf mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu, bila dirasa belum baik, maka rubah diri kamu terlebih dahulu hingga menjadi lebih baik. Perbaiki diri dan keluarga kita terlebih dahulu baru kemudian kita merubah orang lain.
Alloh perintahkan kasih peringatan kepada keluargamu yang terdekat terlebih dahulu dalam masalah ibadah, menutup aurot, cinta kepada ulama sholihin dan keluarga Nabi.
Agar tidak masuk dalam katagori Firman Alloh SWT.: “Mengapa kamu perintahkan orang untuk berbuat baik, namun kamu melupakan kewajiban kamu kepada Alloh, apakah kamu tidak berfikir.”

Annas bin Maalik RA.  meriwayatkan Hadits dari Nabi Muhammad SAW.: “Dimalam aku di Isro’-kan dan di Mi’raj-kan ke langit, aku melihat beberapa kaum laki-laki digunting dia punya lidah-lidah mereka dengan gunting-gunting. Maka aku berkata: “Siapa mereka itu yang lidahnya sedang digunting dengan gunting dari Neraka Jahanam, wahai Jibril?” Jibril AS. menjawab: “Mereka itu adalah para khuthoba (penceramah/ dai) dari umatmu yang dahulu mereka di alam dunia menyuruh manusia untuk berbuat baik, tetapi mereka lupa akan kewajiban atas diri mereka, apakah mereka tidak berfikir?”
Mereka di alam dunia pandai dalam memerintahkan orang untuk berbuat baik tetapi mereka tidak berbuat baik, seperti menyuruh orang untuk berzakat, bershodaqoh dll., tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya. Mereka membaca kitab Al Qur’an, tetapi amaliyah dan ahlaq mereka jauh dari tuntunan Al Qur’an.

Imam Qotaadah berkata, disebutkan kepada kami ini sebuah Firman Alloh yang tercantum dalam Kitab Taurot (Hadits Qudsy) : “Hai Bani Adam (manusia), kamu mengingatkan tentang AKU (Keesan Alloh, Kekuasaan Alloh dll.) kepada umat untuk mencari Ridho-KU, berbuat toat kepadaKU, tetapi kamu sendiri lupa/ menjauh dari KU, maka sia-sia (bathil) apa yang kamu kerjakan.”

Abu Mu’aawiyah  meriwayatkan Hadits dari Rasululloh SAW.: “Kamu saat ini wahai sohabatku berada dalam kejelasan (tidak ada keraguan) dari Tuhan kamu, melalui aku (Nabi Muhammad SAW.), Alloh menunjukkan perjalanan yang kamu harus tempuh, selama tidak muncul/ tampak ditengah-tengah kamu 2 Kemabukkan. Pertama mabuk akan penghidupan, lupa segala-galanya dalam mencari penghidupan/ pekerjaan/ nafkah, sehingga lupa akan kewajiban kamu kepada Alloh. Dan yang kedua mabuk akan kebodohan, hingga membuatnya lupa akan membebaskan dirinya dari kebodohan, mencari ilmu adalah suatu kewajiban dari Alloh SWT.”
“Kamu wahai sohabat-sohabatku saat ini memerintahkan orang untuk berbuat baik dan kamu mencegah orang dari perbuatan munkar. Kamu masing-masing berjuang di jalan Alloh (fisabiilillah). Sampai saatnya kamu akan beralih/ pindah dari posisi semacam itu, manakala sudah menyebar/ merata diantara/ ditengah-tengah kamu hubud’dunyaa (cinta dunia).”
Para sohabat –sohabat Nabi menjalankan: Ya’muruuna bil ma’ruuf watanhawna anil munkar  dan tutur kata mereka sejalan dengan perbuatan mereka. Tidak ada ucapan/ nasehatnya yang tidak mereka amalkan.
Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi)  mendapatkan julukan sebagai orang yang selalu bangun malam. Padahal beliau sibuk dalam mengkaji ilmu sehingga tidak sempat melaksanakan shalat malam, sehingga ia merasa malu orang memberikan julukan kepadanya sebagai orang yang selalu bangun malam, sehingga sejak saat itu ia melaksanakan shalat malam dengan membagi waktunya antara mengkaji ilmu dengan melaksanakan shalat malam. 
“Maka pada saat itulah kamu tidak memerintahkan orang untuk berbuat baik dan pada saat itu kamu tidak mencegah orang dari perbuatan munkar. Dan kamu tidak berjuang di jalan Alloh, tetapi kamu berjuang untuk kepentingan pribadi kamu.”

Orang yang menjalankan/ menegakkan ajaran Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, baik secara diam-diam ataupun secara terang-terangan, maka mereka akan mendapatkan pahala sama seperti orang-orang yang terdahulu masuk Islam dari kaum Muhaajiriin Wal ‘Anshoor.
Dimana pada saat itu kondisi orang sudah merata/ menyeluruh kecintaannya pada dunia (hubud’dunyaa dunia), maka manakala ia menjalankan/ menegakkan ajaran Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, baik secara diam-diam ataupun secara terang-terangan, maka mereka akan mendapatkan pahala sama seperti orang-orang yang terdahulu masuk Islam dari kaum Muhaajiriin Wal ‘Anshoor.

Hadits Riwayat dari Hasan Rahimahullohutaala, Rasululloh bersabda: “Siapa orang yang hijrah (menjauh/ meninggalkan) daerahnya ke daerah lain dalam rangka menyelamatkan keimanan dan keislamannya, sekalipun hanya sejengkal saja (tidak jauh), maka orang itu pasti Alloh tentukan/ berhaq  masuk Syurga. Dan nanti orang itu akan menjadi kawan/ teman dari Nabi Alloh Ibrahim AS. dan Nabi kita Muhammad ….”
Lingkungan dapat mempengaruhi diri kita ataupun keluarga kita. Seorang pujangga Islam mengatakan: “manusia anak dari lingkungannya.” Manakala ia tinggal di lingkungan yang penuh dengan perbuatan ma’shiyaat, maka mau tidak mau anak kita akan ikut terbawa pengaruh dari lingkungan yang tidak baik tersebut.
Nabi Alloh Ibrahim AS. dahulu hijrah dari negeri Palesina ke negeri Syam (Syiria). Nabi Ibrahim AS. berkata: “aku ini akan pindah (hijrah) ke tempat yang Alloh tentukan kepadaku dari Alloh yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan aku pun akan pindah (hijrah) untuk menuju toat kepada Tuhanku untuk mendapatkan Ridho-Nya. Dan Nabipun pernah hijrah dari Makkah menuju Madinnah.

Dalam Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Siapa orang ada di suatu daerah, nampak pada daerah itu ma’shiyaat-ma’shiyaat pada akhirnya dia tinggalkan itu negeri/ daerah/ kampung. Tujuan/ motivasinya tidak lain untuk mencari Ridho Alloh, maka dia sudah mengikuti Nabi Alloh Ibrahim dan Nabi kita Muhammad SAW…..., dan ia akan menjadi teman bagi keduanya di negeri akhirat di dalam Syurga.”

Dalam Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Siapa orang yang hijrah fisabiilillah (di jalan Alloh) meninggalkan daerah/ negerinya ke tempat daerah/ negeri lainnya, niscaya dia akan mendapatkan di negeri itu tempat yang luas,  mendapatkan ridzqy yang banyak.”

Dalam Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Siapa orang yang keluar dari rumah tangganya dalam rangka hijrah menuju Ridho Alloh dan Rasulnya dan meskipun ia belum sampai ditempat tujuannya, kemudian dia ditimpa dengan musibah yang menyebabkan kematian, maka sudah pasti dia mempunyai/ mendapatkan pahala di sisi Alloh SWT yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Orang yang keluar dalam rangka berbuat toat kepada Alloh dan Rasulnya, kemudian dia meninggal dunia, maka Alloh menyiapkan pahala baginya dari karunia Alloh sekalipun ia belum sampai pada tujuannya.”

Dalam Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Muslim yang mana saja (lelaki/ perempuan) keluar dari rumahnya dengan tujuan hijrah untuk mencari Ridho Alloh dan Rasulnya dan ia meletakkan ia punya kaki di pelana kendaraannya (kuda), sekalipun keluarnya hanya baru satu langkah saja (belum jauh), kemudian kematian menimpa dia, maka Alloh berikan kepadanya pahala semacam pahala yang Alloh berikan kepada kaum Muhaajiriin (yang hijrah dari Makkah ke Madinah).”

Dalam Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Muslim yang mana saja yang keluar dari rumah tangganya dengan tujuan untuk berjuang di jalan Alloh (fisabiilillah), kemudian dia terlempar dari kendaraannya (kuda/ onta-nya), atau dia digigit oleh binatang buas/ berbisa hingga dia mati, atau ia mati secara sewajarnya, maka ia mati syahid.”

Dalam Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Muslim yang mana saja yang keluar dari rumah tangganya dengan tujuan ke Baytul Haroom untuk menunaikan ibadah haji/ umroh atau lainnya, kemudian ia ditimpa oleh kematian sebelum ia sampai ke tempat tujuan, maka Alloh pastikan ia sebagai penghuni Syurga.”

Berkata Al Faqih Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala: “Siapa orang yang tidak hijrah (pindah/keluar) dari daerahnya padahal begitu tersebar ma’shiyaat-ma’shiyaat di daerahnya, tetapi ia masih dapat menjalankan kewajiban dia kepada Alloh, maka tidak mengapa/ tidak berdosa baginya bila ia tetap berada/ tinggal di situ. Akan tetapi dia harus menimbulkan kebencian (tidak ridho) dalam hatinya terhadap ma’shiyaat-ma’shiyat yang terjadi, maka orang tersebut masih di maaf oleh Alloh SWT.

Hadits Riwayat dari Abdulloh bin Mas’ud RA., Rasululloh bersabda: “Cukuplah seorang dari pada kamu yang ia tidak mampu untuk merubah itu kemungkaran dengan tangannya atau ia juga tidak mampu untuk merubah itu kemungkaran dengan lisannya, setidaknya baginya Alloh tahu bahwa dalam hatinya ia benci dengan itu kemungkaran.”
Sekecil apapun bentuk kebencian kita terhadap kemungkaran harus ditampakkan/ diketahui oleh Alloh meskipun hanya di dalam hati saja, jika tidak maka Alloh menganggap kita ridho dengan itu kemungkaran.

Diriwayatkan oleh sebagian sohabat, bahwa Rasululloh bersabda: “Manakala salah seorang melihat kemungkaran dan ia tidak mampu untuk mengingkari itu kemungkaran dengan tenaganya atau dengan lisannya, setidaknya ia mengucapkan kalimat ini 3 kali: Allohuma ina hadzaa munkarun falaa abwaba bihi  (Ya Alloh ini suatu kemungkaran dan aku tidak ridho dengan ini kemungkaran). Jika ia ucapkan kalimat itu saja, maka baginya pahala bagi orang yang menganjurkan kebaikan dan mencegah orang dari kemungkaran.”

Dalam suatu Riwayat Umar bin Jaabir Al Khumiyi, aku sudah bertanya kepada Tsa’labah Al Khusyny  tentang ini ayat: “Hai orang beriman hendaklah kau jaga diri kamu”, maka Tsa’labah Al Khusyny  berkata: aku sudah tanya tentang ayat ini kepada orang yang kholil (sangat mengetahui) tentang maksud ayat ini kepada Rasululloh, Rasululloh berkata: “Perintahkan orang untuk berbuat baik dan saling mencegahlah kamu dari pada kemungkaran. Manakala kamu sudah melihat dan menyaksikan dunia lebih diutamakan dari pada agama/ akhiratnya dan kekikiran sudah diperturuti/ ditaati/ diikuti dan kamu sudah melihat/ menyaksikan orang yang membanggakan/ mengagungkan ia punya pandangannya/ pendapatnya sendiri, maka pada saat itu kamu harus menjaga diri kamu. Sesungguhnya hari-hari setelah kamu ini, hari-hari yang harus dilalui dengan penuh kesabaran untuk menghadapi bermacam-macam ujian. Bagi orang yang tetap berpegang teguh (tidak goyah) kepada agamanya pada saat itu, dia akan mendapatkan pahala sebanyak 50 orang diantara kamu (1 berbanding dengan: 50).” Tsa’labah Al Khusyny  berkata: “Ya Rasululloh, mereka akan mendapatkan pahala 50 orang yang mengamalkan ajaran Alloh dan RasulNya, 50 dibandingkan dengan mereka atau dibandingkan dengan kami?”  Rasululloh menjawab: “Dibandingkan dengan kamu.” 
Jadi pahala yang diberikan sebanyak 50 kali lipat dibandingan dengan pahala yang Alloh berikan kepada para Sohabat-Sohabat Nabi. Suasana sangat mencekam dan menakutkan, tetapi mereka berani menampilkan/ memperlihatkan keimanannya dengan tetap berpegang teguh kepada agama Islam.
Rasululloh bersabda dalam sebuah Hadits: “Nanti di akhir zaman akan datang atas umutku orang yang berpegang teguh pada agamanya sama seperti orang yang memegang bara api yang panas.”  

Berkata Qoyis bin Abi Haazim: Aku pernah mendengar Rasululloh bersabda: “Kamu wahai sohabat-sohabatku membaca ini ayat, tetapi kamu menempatkan ini ayat bukan pada tempatnya, yaitu ayat yang berbunyi: “Hai orang-orang beriman jaga kamu punya diri dari orang yang sesat yang akan me-modhorot-kan kamu. Orang yang sesat tidak akan dapat me-modhorot-kan kamu manakala kamu mendapatkan petunjuk Alloh, pada Alloh-lah kamu kembali semuanya.”

Rasululloh bersabda dalam sebuah Hadits: “Tidak ada suatu kaum yang mana pada itu kaum ma’shiyat-ma’shiyat didiamkan begitu saja, mereka tidak membasmi/ menghancurkan itu ma’shiyat (baik dengan tangannya, lisannya ataupun dengan hatinya), melainkan sudah hampir dekat Alloh binasakan mereka dengan adzab yang sangat pedih.”

Abdullah bin Mas’ud RA.  pernah ditanya tentang ini ayat, maka ia berkata: “Ini zaman bukan pada zaman itu, tetapi manakala sudah merajalela/ banyak hawa nafsu/ keinginan/ ma’shiyat yang diperturutkan dan mereka saling berdebat, maka pada saat itu wajib atas tiap-tiap manusia untuk menjaga dirinya.”


---oooOooo---

CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri. Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya Jawab dalam Blog ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini. 
Afwan Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di maklum, terima kasih. 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Diterbitkan dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui E-mail:  hsn_5805@yahoo.co.id

Ingin mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY: http://www.facebook.com/groups/alkifahi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar