Pokok
Bahasan : TASAWUF
Judul : Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar
Nara
Sumber : Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
AMAR
MA’RUUF WA NAHI
MUNKAR
Menganjurkan
orang untuk berbuat baik dan mencegah orang untuk berbuat Mun’kar.
Berkata
Al Faqih
Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala, ia meriwayatkan hadits
yang sanad-nya menyambung sampai ke Umar bin Abdul Aziz RA., Rasulullloh bersabda: “Sesungguhnya Alloh tidak akan meratakan
adzaabNYA kepada seseorang dengan sebab kerjaan orang tertentu.”
Alloh tidak akan mengadzaab masyarkat
umum dengan sebab prilaku ma’shiyat yang dilakukan oleh orang-orang tertentu.
“Akan tetapi
manakala ma’shiyat nampak/ terlihat jelas dan mereka tidak mengingkari itu
ma’shiyat (minimal dengan hatinya), bahkan mereka ikut bergaul bersama mereka.
Maka berhaqlah seluruh kaum yang berada di sekitar orang yang berbuat ma’shiyat
itu mendapatkan adzaab dari Alloh SWT.”
Jika mereka mengingkari/ menolak
ma’shiyat yang terjadi di lingkungannya baik dengan tangannya, atau dengan
lisannya atau hanya dengan hati, maka mereka tidak akan ikut di adzaab Alloh
SWT. Jika mereka tidak berbuat ma’shiyat tetapi mereka tidak berusaha untuk
mencegah terjadinya ma’shiyat yang ada di lingkungannya, maka Alloh akan
menyiksa/ mengadzaab mereka.
Disebutkan
dalam sebuat riwayat bahwa Alloh berfirman kepada Nabi Yuusya’ bin Nuun AS. :”Hai Yuusya’, AKU akan binasakan 40 ribu
kaum dari pada kaum yang baik-baik dan akan AKU binasakan 60 ribu kaum yang
jahat/ tidak baik. Yuusya’ berkata: Wahai Rabb, sungguh pantas kau binasakan 60
ribu kaum yang jahat/ tidak baik, tetapi kenapa kau juga binasakan 40 ribu dari
kaumku yang baik-baik (yang beribadah kepadaMU). Alloh berfirman: “Karena
mereka tidak murka waktu AKU murka, dan mereka makan dan minum bersama mereka.”
Hadits
riwayat dari Abu Hurayroh RA.,
Rasululloh bersabda: “Perintahkan orang
untuk berbuat Ma’ruuf (baik), sekalipun
kamu tidak berbuat Ma’ruuf .”
Ajak orang untuk shalat, meskipun
kamu tidak shalat, ajak orang mengaji meskipun kamu tidak mengaji. Jangan kita
sudah tidak shalat, dan kita juga tidak memerintahkan orang untuk shalat, yang
lebih celaka lagi malah kita melarang atau menghalang-halangi orang yang akan
shalat.
“Cegah orang
dari perbuatan Mun’kar, sekalipun kamu tidak dapat menghentikan diri dari
perbuatan mun’kar.”
Jangan izinkan orang untuk berbuat
ke-mun’kar-an seperti main judi, berzina, mabok dll., sekalipun kamu sendiri
belum dapat meninggalkan perbuatan mun’kar tersebut.
Hadits
riwayat dari Annas bin Malik RA.,
Rasululloh bersabda: “Ada kelompok
manusia dia menjadi Miftaah (kunci)
pembuka dari segala kebaikan dan menjadi kunci penutup dari segala kejahatan.”
Karena dia orang kaya, maka dengan
sebabnya terbangunlah masjid, madrasah, pesantren, dan dengan sebabnya pula
orang berkumpul untuk berdzikir kepada Alloh dan mengaji. Dengan sebab dia
menciptakan lapangan pekerjaan, maka banyak pengangguran dapat ia tampung,
sehingga mereka ada kesibukan, sehingga dapat mencegah orang untuk berbuat
kriminal dan ma’shiyat.
“Ada juga
kelompok manusia yang menjadi kunci pembuka segala kejahatan dan menjadi kunci
penutup dari segala kebaikan.”
Dengan sebab dia membuatkan tempat
untuk orang berkumpul, maka banyak terjadi ma’shiyat disitu, seperti berjudi,
mabok dan ma’shiyat lainnya.
“Maka
beruntunglah bagi orang-orang yang Alloh jadikan Mafaatiihal Khoir (kunci
pembuka bagi kebaikan) dari kedua tangannya. Dan celaka bagi orang-orang yang
Alloh jadikan Mafaatiihal Syar (kunci pembuka kejahatan) dari kedua
tangannya. Mafaatiihal Khoir, yakni orang yang menganjurkan orang untuk berbuat
baik dan mencegah orang untuk berbuatan Mun’kar. Mereka berfungsi sebagai
pembuka kebaikan, dan pengunci bagi kejahatan, maka terbilang sebagai orang mu’min.
Firman Alloh
SWT.:
“Laki-laki yang yang beriman dan
perempuan yang beriman, sebagian sebagai penolong bagi sebagian yang lainnya,
menganjurkan orang untuk berbuat Ma’ruuf dan mencegah orang untuk berbuat
Mun’kar.”
Adapun orang yang menganjurkan orang
untuk berbuat Mun’kar dan mencegah orang untuk berbuat Ma’ruuf, maka orang itu
adalah kunci pembuka bagi kejahatan, dan ini sebagai ciri dari orang-orang
munafiq. Mereka selalu membuka kesempatan orang untuk berbuat ma’shiyat.
“Laki-laki
munafiq dan perempuan-perempuan munafiq, sebagian mereka sama dengan sebagian
yang lainnya, mereka mencegah orang untuk berbuat Ma’ruuf dan menganjurkan
orang untuk berbuat Mun’kar.”
Berkata
Amirul
Mu’minin Syaidina Ali bin Abi Thalib Karomaallohu Wajhah: “Amal yang paling utama (afdhol) adalah
memerintahkan orang untuk berbuat baik (Amar Ma’ruuf) dan mencegah orang
berbuat kemungkaran (Nahi Munkar), dan membenci orang faasiq.”
Alloh
berfirman dalam Al Qur’an: “Kamu
tidak akan mendapatkan suatu kaum/ bangsa/ kelompok yang menyatakan beriman
kepada Alloh dan RasulNYA, dia bercinta-cintaan (berkawan/ bersahabat) dengan
orang yang menentang Alloh dan RasulNYA.”
Jadi dia berdusta atas pengakuannya
beriman kepada Alloh dan RasulNYA, bila ia berkawan/ bersahabat baik dengan
orang yang menentang Alloh dan RasulNYA. Dan tidak mungkin ada iman di dadanya
bila ia berkawan baik dengan orang yang menentang Alloh dan RasulNYA.
Orang
yang memerintahkan/ menganjurkan orang untuk berbuat Ma’ruuf, maka berarti orang itu telah memperkokoh barisan orang mu’min.
Jika dia mempunyai andil dalam menjalankan kewajiban agama berbuat Amar Ma’ruuf, maka dia sudah memperkokoh
barisan orang mu’min. Sangat penting untuk selalu mengajak orang
untuk berbuat Ma’ruuf. Memerintahkan/ menganjurkan orang berbuat Amar Ma’ruuf
tidak terlalu banyak mengandung resiko, banyak orang yang dapat melalukannya.
Sedangkan mencegah orang berbuat tidak baik (Nahi
Munkar) banyak mengandung resiko,
oleh karena itu tidak sembarang orang dapat/ berani melakukannya.
“Siapa
orang yang mencegah kemungkaran, maka sesungguhnya dia telah membuat benci
(tidak senang) orang-orang munaafiq,
menghinakan orang munaafiq.”
Meriwayatkan
Saaid
dari Qotaadah, ia berkata: Disebutkan kepada
kami, datang seorang laki-laki kepada Nabi Muhammad SAW., dan Nabi pada itu
saat sedang berada di Makkah.
Laki-laki : “Ada orang yang mengatakan bahwa engkau
adalah utusan Alloh?”
Nabi
SAW. : “Ya, akulah yang menyatakan diri
sebagai Rasululloh.”
Laki-laki : “Hai Rasululloh, amal apakah yang paling
Alloh sukai dari sekian banyak amal?”
Nabi
SAW. : “Iman kepada Alloh.”
Laki-laki : “Apalagi setelah itu?”
Nabi
SAW. : “Menyambung Silaturahim.”
Imam
Ja’far Shodiq
berkata: “Manakala kita sudah mengenal
orang selama 1 tahun lamanya, itu pun termasuk rahim (saudara/ kerabat) kita
yang tidak boleh kita putuskan hubungan kepadanya.” Terus jalin hubungannya kepadanya, bila kita
tidak dapat berjumpa dengannya secara langsung, setidaknya jangan sampai
terputus komunikasi sama sekali, kita dapat saling berkomunikasi melalui media
seperti telephone, sms ataupun lainya.
Dalam satu kitab diriwayatkan, ada
seorang sholeh, ia menunaikan ibadah haji dari negeri yang sangat jauh. Karena
negerinya jauh maka ia membutuhkan bekal yang cukup banyak. Sesampainya di
Makkah, tentunya kurang nyaman baginya untuk selalu membawa bekal berupa uang
dalam jumlah yang cukup banyak sewaktu ia beribadah. Untuk mengamankan ia punya
bekal, maka ia bertanya kepada orang-orang sholeh (Ulama Sholihin) di sekitar
Makkah: “Siapakah yang dapat aku
amanatkan untuk dapat menitipkan bekal uang yang aku bawa ini?” Diantara
Ulama Sholihin ada yang menunjukkan bahwa disana ada seorang Ulama Sholeh yang
Amanah, sehingga kau dapat menitipkan bekalmu kepadanya. Maka orang tadi
menjumpai seorang Ulama Sholeh yang dimaksud, dan ia menitipkan bekal uangnya
kepada ulama tersebut. Maka nyamanlah dia dalam menjalankan ibadah haji.
Setelah tuntas ia menunaikan ibadah haji, maka ia kembali datang kepada orang
Sholeh yang ia titipkan bekal kepadanya. Sesampainya ia disana, ternyata ia
dapati orang Sholeh tersebut sudah meninggal dunia, maka ia bertanya kepada
keluarga dari orang Sholeh tersebut tentang bekal uang yang ia titipkan kepada
orang Sholeh yang telah meninggal, ternyata keluarga (anak) dari si-orang
Sholeh tadi tidak ada yang tahu tentang uang yang diamanatkan kepada bapaknya,
karena bapaknya tidak pernah menceritakan kepada mereka tentang uang titipan.
Lelaki ini tentu sangat bersusah hati karena uang tersebut sangat ia butuhkan
untuk bekal perjalanan pulang ke negerinya. Maka ia mendatangi ulama yang
dahulu memberikan petunjuk kepadanya agar menitipkan uang kepada Ulama Sholeh
yang telah meninggal. Ia menceritakan bahwa orang Sholeh tempat ia menitipkan
uang kepadanya telah meninggal dunia dan orang Sholeh tersebut tidak menitipkan
pesan kepada keluarganya dimana ia meletakkan uang yang aku titipkan. Sekarang
bagaimana jalan keluarnya agar aku dapat mengetahui dimana uang yang aku
titipkan? Ulama tersebut berkata: “Sekarang
kamu pergi ke sumur Zam-Zam, karena disana tempat berkumpulnya ruh dari
orang-orang Sholihin. Panggillah nama dari orang Sholeh yang kamu titipkan uang
kepadanya. Bila ia mati dalam keadaan Khusnul Khotimah, maka dia akan menjawab panggilanmu dan dia akan memberitahukan
kepadamu dimana letak uang yang kamu titipkan kepadanya.” Maka orang lelaki ini menjalankan apa yang
diberikan petunjuk oleh Ulama Sholeh tersebut. Setelah ia sampai di sumur
Zam-Zam, maka ia memanggil-manggil nama dari orang Sholeh tersebut berulang
kali, tetapi tidak terdengar suara jawaban. Maka ia kembali kepada Ulama tadi,
dan menceritakan bahwa ia telah menjalankan apa yang diperintahkan, tetapi
tidak ada yang menjawab panggilannya. Maka Ulama tersebut memerintahkannya agar
ia mendatangi Biirhud di Yaman, pada jarak yang masih cukup jauh
dari tempat tersebut, maka sudah tercium bau yang sangat menyengat dari sumur
Biirhud, karena Biirhud adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang mati Su’ul Khotimah. Bila kamu sudah sampai
disana, maka panggillah nama dari orang Sholeh tersebut. Setelah tiga kali ia
memanggil maka terdengar suara orang yang menjawab panggilannya. Maka lelaki
ini merasa heran dan ia bertanya, mengapa orang Sholeh yang Amanah semacam kamu
dapat berada di tempat ini (Biirhud)? Orang Sholeh tersebut menceritakan,
penyebab ia berada di tempat tersebut. Aku mempunyai saudara perempuan yang
kehidupannya susah, aku sering berkunjung untuk melihat dan membantu
keadaannya. Akan tetapi seiring perjalanan waktu, dan karena kesibukan, serta
usiaku yang sudah tidak memungkinkan bagiku untuk dapat berkunjung melihat
keadaannya. Akan tetapi setiap ada orang yang akan menuju ke tempat saudara
perempuanku tersebut, aku selalu menitipkan salam dan bertanya tentang
keadaannya. Semakin lama karena kesibukanku maka akupun lupa sudah tidak dapat
memberikan bantuan kepadanya dan aku juga lupa untuk terus menjalin silaturahmi
kepada saudara perempuanku tersebut. Maka inilah yang membuat Alloh murka,
sehingga aku mati dalam keadaan Su’ul Khotimah dan menempatkanku di tempat ini.
Ini menjadi pelajaran bagi kita, bahwa sangatlah penting untuk terus menjaga
hubungan silaturahim kepada keluarga dan kerabat kita.
Laki-laki : “Kemudian apa lagi ya Rasul?”
Nabi
SAW. : “Melaksanakan Amar Ma’ruuf Wa Nahi
Munkar.”
Laki-laki : “Amal apakah hai Rasul yang paling Alloh
benci?”
Nabi
SAW. : “Mensekutukan Alloh (Syirik)
Laki-laki : “Kemudian apa lagi?”
Nabi
SAW. : “Memutuskan silaturahim.”
Saking bencinya Alloh dengan orang
yang memutuskan silaturahim, hingga Nabi bersabda dalam sebuah Hadits: “Rahmat tidak akan turun atas satu kelompok
orang, bila ditengah-tengah mereka ada seorang yang memutuskan silaturahim.” Asbab turunnya ini Hadits adalah suatu saat
Nabi sedang berkumpul di masjid bersama dengan para sohabat, pada saat itu Nabi
merasakan suasananya kurang nyaman, gersang, tidak seperti biasanya teduh, akan
tetapi Nabi tidak pernah langsung menunjuk kepada seseorang yang menyebabkan
suasana yang tidak nyaman tersebut. Nabi hanya mengatakan, apakah ada diantara
kalian yang memutuskan silaturahim, maka hendaknya ia keluar dari masjid ini.
Seorang yang merasa bahwa ia adalah penyabab dari suasana yang tidak nyaman
tersebut, maka perlahan-lahan ia keluar dari masjid. Setelah orang tersebut
keluar, maka suasana menjadi nyaman kembali. Maka kemudian Nabi bersabda: “Rahmat tidak akan turun atas satu kelompok
orang, bila ditengah-tengah mereka ada seorang yang memutuskan silaturahim.”
Laki-laki : “Kemudian apa lagi?”
Nabi
SAW. : “Meninggalkan Amar Ma’ruuf Wa Nahi
Munkar.”
Berkata
Imam
Sufyaan Atsaury Rahimahullohutaala, seorang Imam yang paling tua dan
merupakan seorang mujtahid mutlaq, sejajar dengan Imam Syafi’i, Iman Hanafi, Imam Hambali dan Imam
Maliki. Akan tetapi ia punya mazhab tidak mudawam (terbukukan), akan tetapi pendapatnya ada di beberapa kitab
fiqih, dan kita boleh bertaqlid kepadanya. Imam Ja’far Shodiq (cucu
Rasululloh) hidup se-zaman dengannya, karena kealimannya yang luar biasa, maka Imam Ja’far
Shodiq ingin berkhidmat
kepadanya. Suatu saat Imam Ja’far Shodiq ingin mencium tangan dari Imam
Sufyaan
Atsaury, akan tetapi oleh Imam Sufyaan Atsaury tidak dikasih, karena Imam Sufyaan Atsaury tahu betul bahwa Imam Ja’far Shodiq adalah cucu dari Rasululloh, dan ia merasa
tidak pantas untuk mendapatkan penghormatan dari Imam Ja’far Shodiq.
Sedangakan Imam Ja’far Shodiq tahu
akan maqom (kedudukan) dari Imam Sufyaan Atsaury yang merupakan orang alim yang wajib
dihormati. Karena tidak dikasih untuk mencium tangannya, maka Imam
Ja’far Shodiq mengambil tongkat
dari Imam
Sufyaan
Atsaury dan ia mencium tongkatnya.
Imam
Sufyaan
Atsaury merasa kurang nyaman,
disaat Imam Ja’far Shodiq
lengah dia ambil tangan dari Imam Ja’far Shodiq dan dicium tangannya. Itulah ulama-ulama
terdahulu seperti itu, meskipun mereka alim tetapi mereka tetap menaruh rasa
hormat yang cukup tinggi kepada keturunan dari Rasululloh, karena mereka
memandang bahwa disitu ada darah Rasululloh yang mengalir kepada keturunannya. Imam
Sufyaan
Atsaury Rahimahullohutaala berkata : “Manakala kamu mendapatkan orang alim (tokoh agama/ ulama), dicintai
ditengah-tengah tetangganya, dipuji ditengah-tengah keluarganya/ saudaranya,
ketahuilah oleh kamu bahwa ulama ini adalah penjilat.”
Karena dia tidak mau menyampaikan
yang haq (kebenaran) ditengah-tengah tetangga dan saudaranya. Karena ia takut
tidak dicintai dan bahkan akan dimusuhi. Oleh karena itu tidak usah heran bila
Ustdz-ustdz yang berjuang di jalan Alloh akan tetapi dimusuhi oleh para
tetangganya dan saudaranya. Jangan berputus asa, serahkan semuanya kepada
Alloh, biar orang tersebut langsung berhadapan dengan Alloh, karena mereka
membenci kepada kebaikan.
Di zaman Nabi Alloh Musa AS. ada
seorang istri yang tidak tahan dengan prilaku dari tetangganya, maka ia meminta
kepada suaminya agar menghadap kepada Nabi Alloh, dan meminta agar Nabi Alloh
mendoakan tetangga yang prilakunya tidak baik tersebut agar segera meninggal
dunia. Nabi Alloh menjelaskan bahwa tetangga mereka umurnya masih panjang. Maka
si-suami pulang ke rumah dan memberitahukan kepada istrinya bahwa tetangga
mereka umurnya masih panjang. Sebagai seorang muslim yang baik, si-istri hanya
berucap: “Hasbunaalloh Wani’mal Wakiil Ni’mal Maula Wani’man Nasiir.” Setelah si-istri mengucap sebanyak 3 kali
dzikir tersebut, maka terdengar suara keributan di rumah tetangga yang
prilakunya tidak baik tersebut, ternyata tetangga tersebut sedang mengalami
sakaratul maut dan pada akhirnya meninggal dunia.
Ini pelajaran buat kita, bila ada
kegiatan keagamaan di sekitar rumah kita hendaknya kita dukung (bantu), jangan
kita menaruh kebencian kepada kegiatan-kegiatan keagamaan.
Berkata
Al Faqih
Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala, ia meriwayatkan hadits
yang sanad-nya menyambung sampai ke sohabat Nabi, Rasululloh bersabda: “Tidak ada satu kaum/ kelompok/ bangsa yang
ada ditengah-tengah mereka seorang laki-laki atau perempuan ada yang berbuat ma’shiyat dan kaum/ kelompok ini mampu untuk
merobahnya/ menghilangkan itu kema’shiyatan, tetapi ternyata mereka tidak
bertindak untuk menghilangkan kema’shiyatan yang ada ditengah-tengah meraka,
melainkan Alloh meratakan adzaab kepada mereka sebelum mereka meninggal dunia.”
Kaum/ kelompok ini tidak berbuat
ma’shiyat tetapi mereka berada di tengah-tengah orang yang berbuat ma’shiyat
dan mereka mampu untuk bertindak tetapi mereka tidak berusaha untuk menghilangkan
itu ma’shiyat, maka Alloh akan mengadzaab mereka bersama orang yang berbuat
ma’shiyat, sebelum mereka meninggal dunia. Lain halnya bila kita tidak
mempunyai kekuatan/ keberanian/ kemampuan untuk berbuat.
Berkata
Al Faqih
Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala, Nabi mensyaratkan sebelum kita bertindak untuk
dapat merubah/ menghilangkan ke ma’shiyatan yang berada ditengah-tengah kita:
1. Adanya Kemampuan
Kita mempunyai kekuatan (Syawkah), orang yang cendrung kepada
kebaikan banyak jumlahnya (mayoritas), sedangkan mereka yang berbuat ma’shiyat
jumlahnya sedikit. Bila kita di posisi sebagai mayoritas, maka wajib bagi kita
untuk mencegah orang untuk tidak berbuat ma’shiyat. Manakala mereka
menampakkan/ memperlihatkan/ mendemonstrasikan/ mereka punya ma’shiyat di
hadapan umum, lain halnya bila mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi.
Alloh memuji Umat Nabi Muhammad SAW.: “Kalian
adalah umat yang terbaik, dilahirkan/ dizohirkan untuk umat manusia. Hendaknya
kamu menganjurkan orang untuk berbuat baik dan mencegah orang dari perbuatan
munkar. Kamu beriman kepada Alloh dan andaikata Ahlul Kitab beriman tentunya
lebih baik bagi mereka. Dan diantara mereka ada orang yang beriman dan mereka
ini adalah golongan orang-orang yang faasiq.
Kamu tercatat di Lauhilmahfuz sebagai umat
yang terbaik, kita dilahirkan/ dizohirkan untuk kepentingan umat manusia
lainnya. Agar kamu mau mengajak orang untuk berbuat Ma’ruuf (baik) berupa
bermacam-macam bentuk toat. Seperti mengajak orang untuk pergi ke tempat-tempat
pengajian.
Nanti di saat ahlul khoir digiring ke
Syurganya masing-masing, ternyata kita ditarik bukan oleh anak atau istri kita,
tetapi oleh tetangga kita. Tetangga itu berkata: “Ya Rabb, ambil haqku dari ini
orang, ia setiap saat aku lihat pergi ke masjid dan masjlis ilmu, dan dia tahu
aku berada di depan rumah/ jalan, tetapi dia tidak pernah mengajak aku,
sehingga aku tidak tahu kemana kegiatan dia, maka aku minta haqku dari ini
orang, jangan masukkan dia kedalam Syurga, tetapi masukan dia ke neraka
bersama-sama aku. Itulah akibat tidak peduli dengan tetangga, untuk itu jangan
kita pelit untuk mengajak tetangga ke arah jalan kebaikan, apabila kita punya
mobil, maka hendaknya kita ajak mereka untuk pergi bersama ke tempat
majlis-majlis ilmu.
Cegah orang dari perbuatan munkar,
yakni kamu cegah orang-orang dari perbuatan ma’shiyat, itulah yang di sebut
Amar Ma’ruuf Nahi Munkar.
Arti Ma’ruuf adalah perbuatan yang
cocok/ sesuai/ selaras dengan kitab Al Qur’an, Sunnah Nabi dan aqal sehat.
Sedangkan arti Munkar adalah perbuatan yang bertentangan dengan Al Qur’an,
Sunnah Nabi dan aqal sehat.
“Hendaknya
ada diantara kalian sekelompok umat/ orang yang menyeru dan memerintahkan
kepada kebaikan, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Ma’ruuf adalah segala sesuatu yang
mendekatkan kita kepada Alloh dan ada nilai pahala. Tentunya tidak sulit bagi
kita untuk memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik. Semuanya kembali
kepada pertimbangan Syara (agama), bukan berdasarkan penilaian nafsu semata.
Bukan berdasarkan mana yang kita suka kita bilang Ma’ruuf (baik), dan yang kita
tidak suka kita bilang Munkar (tidak baik). Untuk menentukan mana yang Ma’ruuf
dan mana yang Munkar, hendaknya berpedoman kepada Al Qur’an dan Hadits
Rasululloh, atas permasalahan yang melintas di hati kita dan yang kita hadapi
yang meragukan (tidak jelas/ abu-abu) bagi kita. Apalagi saat ini banyak orang
yang mengaku sebagai Ulama, tetapi mereka
memutar-balikkan fatwa dari Qur’an dan Hadits demi kepentingan pribadi
dan hawa nafsu mereka. Itulah mereka yang disebut ulama dunia, yang fatwanya
bukan pada kebenaran tetapi pada kepentingan sekelompok orang yang ia bela.
Untuk itu yang menjadi pertimbangan
kita adalah timbangan hukum syara. Jika apa yang akan kita kerjakan merupakan
perintah Alloh, ada nilai pahala dan membawa keuntungan dunia dan akhirat, maka
segera laksanakan dan ajak orang untuk berbuat baik.
Pada saatnya nanti kemungkinan ada
diantara kita yang menjadi ulama, meskipun kwalitas keilmuannya tidak sama
dengan ulama-ulama terdahulu, karena semakin mendekati akhir zaman kwalitas
keilmuan semakin berkurang dan terus berkurang. Pertanggung jawabkan sikap dan
tindakan kita kepada Alloh SWT., jangan asal menjadi ulama yang terkenal,
berpengaruh dan banyak uang, tetapi tidak menggunakan timbangan syara dalam
mengeluarkan fatwa. Bila kita jadi guru/ ustdz hendaknya kita tidak hanya
menjadi guru/ ustdz saja, tetapi hendaknya juga menjadi panutan umat. Ada orang
yang hanya menjadi guru, tetapi tidak menjadi panutan umat, karena sering
terlibat kepada sesuatu hal yang seharusnya tidak pantas baginya untuk berada
disitu, tidak pandai dalam menempatkan posisi, pendapat dan pandangannya
berbeda/ tidak sejalan dengan pendapat dan pandangan umat.
“Hendaknya
ada diantara kalian sekelompok umat/ orang menyeru/ memerintahkan pada Ma’ruuf
(kebaikan) dan mencegah orang pada Kemungkaran.”
Ini
menjadi tugas kita menjalankan Amar
Ma’ruuf Wa Nahi Munkar, semuanya tanpa terkecuali, baik laki/ perempuan,
tua/ muda, alim/ tidak alim, hanya batasi dengan kemampuan kita, kita yang
lebih tahu siapa diri kita, jangan mencoba membuka hal yang diluar kemampuan
kita, lakukan sesuai profesi dan
kemampuan kita.
Sungguh
Alloh telah mencela beberapa kelompok kaum/ kelompok bangsa dengan sebab mereka
meninggalkan Amar Ma’ruuf, tidak mau mengajak orang untuk berbuat
kebaikan dan tidak mau mencegah orang dari perbuatan Munkar. Maka Alloh berfirman
dalam Al Qur’an: “Mereka itu dahulu
tidak saling mencegah sebagian dari sebagian lainnya dari pada kemungkaran yang
mereka lakukan. Sungguh amat buruk apa yang dahulu mereka lakukan. ”
Dalam
ayat yang lain Alloh berfirman: “Mengapa orang-orang alim (ahli kitab)/ para
raahib (pendeta) dan ahli-ahli
ibadah dari pada mereka tidak mencegah dari perbuatan bohong/ dusta/ keji dan
melakukan perbutan yang haram, sungguh amat buruk apa yang mereka lakukan.”
Maksud dari ayat ini: Mengapa
ulama-ulama mereka, ahli-ahli fiqih mereka, pendeta-pendeta mereka, ahli ibadah
mereka, tidak mencegah umatnya dari perkataan mereka yang keji dan mereka diam
saja dari pada memakan makanan yang harom. Seharusnya/ sepantasnya mereka
mengajak pada kebajikan. Ajak mereka dalam keadaan Sir (sembunyi-sembunyi), agar orang lain tidak tahu kelemahan/
kekurang mereka, jika mereka sanggup. Tujuannya agar lebih mengena dari orang
tadi dari pada mau’idzhoh dan
nasehatnya, karena mereka merasa tidak dipermalukan di muka umum. Jika tidak
bermanfaat/ mengena nasehat yang disampaikan secara Sir (sembunyi-sembunyi), baru perintahkan secara ‘alaaniyah (terbuka) agar mereka
meninggalkan kema’shiyatan/ kemunkarannya. Minta bantuan kepada ahlul sholah/ ahlul khoiir (orang-orang baik) yang terpandang, yang
ketaqwaannya, ahlaqnya melebihi dari tingkatan kebaikan kita. Dengan tujuan
mencegah mereka dari perbuatan ma’shiyat/ munkar. Mereka ini (umat-umat
terdahulu) tidak mau melakukan Amar
Ma’ruuf Nahi Munkar, maka akan ungul atas mereka ahlul ma’shiyat.
“Maka akan
datang atas mereka adzab dengan sebab itu mereka binasa semuanya.”
Berkata
Al Faqih
Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala, ia meriwayatkan hadits
yang sanad-nya menyambung sampai ke Nu’maan bin Basyiir RA., aku pernah mendengar
Rasululloh bersabda: “Perumpamaan orang
yang mudaahin ,
ada yang mengartikan mudaahin sebagai
orang manampakkan keislamannya dan menyembunyikan kemunafiqannya, ada juga
yang mengaratikan sebagai orang yang
tidak menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar, dan ada juga yang mengartikan
sebagai orang yang tidak maksimal dalam menjalankan haq-haq Alloh. Ada tiga
kelompok orang:
1. Orang yang
tidak menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar.
2. Orang yang
terjerumus/ terjerembab kepada perbutan Munkar.
3. Orang yang
menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar.
Seperti
perumpamaan tiga orang, ketiganya ada di dalam sebuah kapal. Maka mereka
membagi menjadi 3 tempat, ada yang di bagian atas, ada yang di bagian tengah
dan ada yang di bagian bawah. Setelah mereka mengambil posisi masing-masing,
tiba-tiba salah seorang dari ketiganya (yang dibagian bawah/ dek) mengambil
kampak, maka yang lainnya bertanya kepada orang yang mengambil kampak tadi:
“Apa yang akan kau lakukan dengan itu kampak? Ia menjawab: “Aku akan melobangi
tempat dimana aku berada, agar mudah bagiku mengambil air untuk kebutuhan buang
hajat dan keperluanku lainnya.” Sepintas lalu, yang melobangi kapal mempunyai
tujuan baik, tetapi untuk kepentingan dirinya sendiri. Salah seorang dari
mereka (yang berada di bagian tengah) berkata: “Biarkan dia melubangi
sekehendak dia, semoga Alloh jauhkan dia dari RahmatNYA.” Orang ini tidak
mencegah dan hanya bersikap masa-bodoh. Sedangkan orang yang dibagian atas
berkata: “Jangan biarkan dia melubangi kapal, nanti akan menyebabkan kita
binasa dan juga akan membinasakan dirinya sendiri.” Inilah orang yang
menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar. Bila kedua orang atau salah satu dari
keduanya mencegah (memegang tangan)
orang yang akan melubangi kapal, maka mereka akan selamat dan orang itupun akan
selamat. Tidak akan terjadi air masuk ke dalam dek yang pada akhirnya akan
menenggelamkan itu kapal. Bila mereka tidak mencegah dengan memegang tangan
orang itu, maka mereka berdua akan binasa dan juga tentunya orang yang berada
di bagian bawah (orang yang melubangi kapal). Mereka yang tidak berbuat ma’shiyat
tetapi diam disaat orang berbuat ma’shiyat, maka mereka akan ikut binasa
bersama orang yang berbuat ma’shiyat.
Hadits
riwayat dari Abu Darda RA., Rasululloh bersabda: “Hendaknya kalian berbuat ma’ruuf dan hendaknya kalian mencegah
kemungkaran, jika tidak Alloh akan menguasakan atas kamu Sulton (penguasa) yang
dzolim.”
Penguasa dzolim yang tidak mempunyai
rasa iba kepada rakyatnya, karena kita tidak mau menjalankan Amar Ma’ruuf Nahi
Munkar.
Andaikata ada 1.000 orang membangun
agama dengan membangun pusat ibadah dan dengan jalan berda’wah, akan tetapi
disamping itu ada 1 orang yang menghancurkan, maka bangunan tersebut akan
hancur. Bagaimana bila yang membangun 1 orang dan yang menghancurkan 1.000
orang? Tentunya lebih cepat lagi bangunan tersebut akan hancur. Untuk itu
masing-masing dari kita merasa terpanggil untuk menegakkan Amar Ma’ruuf Wa Nahi
Munkar, untuk keselamatan generasi kita berikutnya.
“Sulton
(penguasa) yang dzalim, nanti tidak akan menghormati orang-orang tua dari
kalian dan diapun tidak akan mengasihi anak-anak kecil dari pada kalian.
Orang-orang Sholeh akan berdoa, maka Alloh tidak mengabulkan doa mereka. Mereka
meminta bantuan/ pertolongan (dengan jalan Istighosah dll.), Alloh tidak
memberikan pertolongan kepada mereka. Mereka memohon ampun kepada Alloh, maka
Alloh tidak ampuni lagi.”
Jangan sampai hal ini terjadi pada
kita, masing-masing dari kita ada kewajiban menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi
Munkar sesuai dengan kemampuan, posisi dan kondisi kita masing-masing.
Diriwayatkan
Hadits dari Hudzayfah RA., Rasululloh bersabda: “Demi Alloh yang nyawaku ada dalam
genggamannya (kekuasaannya), hendaknya kalian memerintahkan orang untuk berbuat
baik dan hendaknya kalian mencegah kemungkaran. Jika kalian tidak melaksanakan
Amar Ma’ruuf Nahi Munkar, sungguh sudah dekat Alloh akan kirim atas kamu
adzaab/ siksa dari sisinya. Kemudian kamu berdoa kepada Alloh, maka Alloh tidak
kabulkan lagi.”
Hadits
diriwayatkan dari Ali Karomaallohu Wajhah, Rasululloh bersabda: “Bila umatku sudah takut untuk menyatakan:
“Hai dzolim, kamu dzolim, hentikan kedzoliman kamu.” Maka sungguh sudah
hilanglah keberkahan atas mereka.”
Alloh cabut keberkahan dunia dan
akhiratnya, karena mereka tidak berani berkata: “Hai dzolim, kamu dzolim,
hentikan kedzoliman kamu.”
Hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Sa’iid Al Khudry, sesungguhnya
Rasululloh bersabda: “Manakala salah
seorang dari pada kamu (lelaki/ perempuan) melihat kemungkaran, maka hendaknya
ia merubah kemungkaran tadi dengan tangannya/ kekuatannnya, bila tidak mampu
merubah dengan tangannya/ kekuatannya, maka rubah itu kemungkaran dengan
lisannya (dengan cara da’wah), bila tidak mampu lisannya maka menolak dengan
hatinya (dengan cara berdoa), maka itulah selemah-lemahnya iman.”
Nabi pernah bersabda kepada para
sohabat: “Kamu hidup di zaman yang banyak ulamanya tetapi sedikit khuthoba (penceramahnya). Nanti akan
datang suatu zaman banyak khuthoba
(penceramahnya) dan sedikit ulamanya.
Sebagian
ulama mengatakan: “Merubah/ menghancurkan
kemungkaran dengan tangan/ kekuatan itu merupakan bagian/ tugas dari umaro (pejabat),
dengan lisan adalah bagian/ tugas dari ulama, adapun yang menolak dengan hati
adalah bagian dari masyarakat awam (lemah).”
Akan tetapi bila seseorang yang bukan
merupakan umaro (pejabat), tetapi ia mempunyai keberanian, maka boleh saja ia
merubah/ menghancurkan kemungkaran tadi dengan tangannya/ kekuatannya.
Sebagian
ulama yang lain mengatakan: “Siapapun
(tanpa melihat status sosialnya atau profesinya), bila ia mampu untuk merubah/
menghancurkan kemungkaran dengan kekuatan/ tangannya, maka wajib atasnya untuk
merubahnya.”
Berkata
Al Faqih
Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala: “Seyogyanya/ seharusnya di
tuntur bagi orang yang memerintahkan Amar Ma’ruuf (kebaikan) hendaknya dilakukan/ dikerjakan dengan niat:
Penuh keikhlasan karena mencari Ridho Alloh SWT. Dan dilakukan/ dikerjakan
untuk memperkuat atau memulyakan agama. Jangan
ada motivasi untuk kepentingan pribadi, hendaknya dikerjakan untuk kepentingan
umum.
Jika
orang yang melaksanakan Amar Ma’ruuf dengan niat yang ikhlas untuk mencari
Ridho Alloh dan memulyakan agama, maka pasti Alloh akan tolong dia. Dan Alloh
berikan Taufiq untuk itu, yaitu berupa kemudahan untuk dia menjalankan Amar
Ma’ruuf Wa Nahi Munkar nya. Dengan Taufiq Alloh ciptakan kemampuan kepadanya
untuk dapat berbuat toat, ringan baginya padahal rintangan yang dihadapinya
dalam menegakkan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar begitu besar berupa ancaman,
terror, intimidasi, diasingkan/ dikucilkan dan lain sebagainya. Dan ia tidak
takut dengan cercaan dan makian dari orang yang memusuhinya. Dengan ucapan doa:
“Khozalahulloh…..”, maka orang yang
akan berbuat tidak baik kepada kita tidak akan dapat mencelakai kita, berkat
pertolongan Alloh SWT. Bila tujuannya
untuk melaksanakan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar untuk kepentingan nafsu
pribadinya, bukan semata-mata karena Alloh, maka Alloh tidak akan menolongnya.
Alloh tidak akan hasilkan ia punya tujuan dan Alloh akan hinakan dia.
Sesungguhnya
sampai berita kepada kami suatu riwayat dari Ikrimah RA. (anak dari
Abu Jahal, tetapi dia sudah masuk Islam): Ada seorang laki-laki ia melewati
satu pohon dan ia melihat itu pohon disembah selain Alloh. Dan ia marah/ murka
karena Alloh. Lelaki itu berkata: “Ini
pohon disembah selain menyembah Alloh.” Dia buktikan kemarahannya dengan mengambil
kampak dan ia kendarai ia punya keledainya menuju ketempat dimana pohon yang
disembah untuk dipotongnya/ ditebangnya. Iblis datang menjumpai lelaki itu di
jalan untuk menghadang, Iblis datang menjumpai lelaki itu dalam bentuk manusia.
Iblis bertanya: “Kalian mau pergi
kemana?” Dijawab: “Aku jumpai satu pohon yang disembah selain
Alloh, maka aku berjanji kepada Alloh untuk aku mengendarai himaar (keledai)
dan aku mengambil aku punyak kampak dan aku akan menuju ke arah pohon yang
disembah dan akan aku potong/ tebang itu pohon.” Iblis berkata: “Apa urusan kamu dengan itu pohon? Biarkan saja tak usah ditebang.
Biarkan orang menyembah itu pohon tak usah diganggu. Semoga Alloh jauhkan
mereka dari Rahmat Alloh.” Lelaki
tersebut tetap kokoh niatnya untuk menebang itu pohon. Maka Ibilis
berkata: “Kembali kamu pulang ke rumah, nanti akan aku berikan untuk kamu setiap
hari 4 dirham.”
Rasululloh bersabda dalam sebuah
Hadits: “Ketahui tiap-tiap bangsa/ umat ada fitnahnya, fitnah dari umatku
adalah al maal (harta).”
“Angkat
tiap-tiap hari ujung firoosy (kasur) kamu dan kamu dapat ambil uang 4 dirham
dibawah kasur kamu.” Lelaki tersebut berkata: “Benarkah kamu akan
kerjakan hal semacam ini (memberikan uang setiap hari sebanyak 4 dirham)?”
Iblis berkata: “Ya, aku akan berikan
kepada kamu uang 4 dirham, aku jamin untuk kamu itu uang yang 4 dirham setiap
hari.” Maka runtuhlah niat lelaki
tersebut untuk menebang itu pohon dan ia kembali ke rumahnya. Setiap hari
leleki tersebut mengangkat ujung kasurnya dan ia jumpai uang 4 dirham, esok
hari di jumpai lagi di bawah kasurnya uang 4 dirham, selama 3 atau 4 hari
sampai yang Alloh kehendaki. Setelah itu seperti kebiasaannya dia angakat ujung
kasurnya, tetapi ia tidak menemukan lagi uang 4 dirham seperti biasanya. Ia
menunggu sehari, dua hari ternyata uang yang dijanjikan tetap tidak ia jumpai
lagi. Maka timbul kemarahannya dan ia kembali mengambil kampaknya dan
mengendarai himaar (keledai)-nya menuju ke arah pohon yang disembah. Maka ia
dijumpai oleh Iblis yang berbentuk manusia, si-Iblis berkata: “Mau kemana kamu membawa kampak?” Lelaki itu menjawab: “Aku akan menuju satu pohon yang disembah selain Alloh dan aku akan
menebang itu pohon.” Maka Iblis
berkata: “Bagaimanapun kamu tidak akan
mampu menebang itu pohon. Saat pertama kali kamu menuju untuk menebang itu
pohon, niat kamu adalah karena Alloh SWT. semata, kamu murka/ marah karena
Alloh. Adaikata berhimpun seluruh penduduk langit dan penduduk bumi semuanya,
mereka tidak akan mampu menolak/ mengusir/ menghalangi kamu untuk menebang itu
pohon, karena tujuan kamu adalah karena Alloh semata, tidak ada tujuan yang
lain. Sekarang tujuan kamu yang kedua keluar dari rumah bukan karena Alloh, tetapi
untuk kepentingan diri kamu sendiri, dimana kamu tidak mendapatkan uang 4
dirham seperti biasanya. Manakala kamu tetap maju meneruskan perjalananmu ke
arah itu pohon, maka akan di tumbuk/ di pukul/ di tebas kamu punya leher.” Maka takutlah itu lelaki dan kembali ke
rumahnya dan membiarkan pohon itu tidak jadi di tebang.
Berkata
Al Faqih
Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala: “Orang yang memerintahkan
orang untuk berbuat Amar Ma’ruuf (kebaikan), butuh kepada 5 syarat:
1.
Ada Ilmu,
tahu strategi da’wah, tahapan-tahapan yang harus dijalankan dalam menegakkan
Amar Ma’ruuf. Karena orang yang bodoh tidak akan bagus/ pandai dalam
menyampaikan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar. Yang dikhawatirkan justru akan
membahayakan untuk kaum muslimin akibah dari perbuatannya.
2.
Tujuannya
karena Alloh semata dan mengokohkan/ menegakkan agama , tidak ada tujuan lain.
3.
Penuh rasa
belas kasih sayang (tawad’dud) kepada orang yang diperintahkan untuk berbuat
baik, disampaikan Amar Ma’ruuf dengan cara yang santun/ lemah-lembut. Jangan
disampaikan dengan cara yang kasar dan keras.
Sewaktu Alloh mengutus Nabi Alloh
Musa AS. dan Nabi Harun AS. untuk menghadap Firaun. Maka Alloh berfirman kepada
keduanya: “Bicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang
lemah-lembut.”
Waktu Alloh perintahkan Nabi Musa AS.
menghadap Firaun timbul kekhawatiran di hati Nabi Alloh Musa AS., karena ia
mengetahui bahwa Firaun sangat ganas dan kejam tidak segan-segan baginya untuk
membunuh orang yang tidak ia sukai, apalagi Nabi Musa AS. merupakan orang yang
sangat dicari, karena ia adalah orang yang akan menumbangkan kekuasaannya.
Alloh sangat mengetahui lintasan hati seseorang, maka Alloh mengutus Malaikat
Jibril AS. untuk menghadap Nabi Musa, dan katakana kepadanya: “Jangan bimbang
dan khawatir untuk melaksanakan perintahKU, dan perintahkan kepada Nabi Musa
agar ia keluar rumah dan pukul batu kali yang berada di depan rumahnya dengan
tongkatnya.” Nabi Alloh Musa menjalankan perintah Alloh, maka ia pukul itu batu
kali dengan tongkatnya, dua kali dipukul batu kali masih utuh, setelah dipukul
untuk yang ketiga kali baru batu kali itu hancur. Dari batu kali yang hancur
itu ternyata di dalamnya ada cacing dalam kondisi yang sehat dan segar. Padahal
batu kali tersebut tertutup rapat dan tidak ada celah sedikitpun juga sebagai
jalan masuknya makanan bagi si-cacing, tetapi Alloh tidak melupakan dan
menjamin ridzqy dari itu cacing sehingga ia dapat hidup meskipun berada di
dalam batu yang tidak ada celah sedikitpun juga . Apalagi dengan manusia yang
terlihat dan memiliki aqal, tentunya sangat lebih mungkin untuk dapat hidup
dibandingkan dengan cacing. Dari peristiwa tersebut maka Nabi Alloh Musa AS.
berfikir, semula di khawatir akan keselamatan dirinya saat menghadap Firaun, dan
bagaimana nasib anak istrinya apabila ia mati terbunuh? Siapa yang menjamin
rizqy mereka? Maka mantaplah hati Nabi Alloh Musa AS. untuk menghadap Firaun.
Keraguan adalah was-was yang asalnya dari setan sehingga kita ragu dalam
menjalankan Amar Ma’ruuf Wa Nahi Munkar.
4.
Banyak Shobuur
(Sabar) dan Haliim (santun) dalam
berda’wah menyampaikan Amar Ma’ruuf, jangan sampai baru sekali atau dua kali
mengajak orang untuk berbuat baik dan tidak direspon positif oleh yang diajak,
maka sudah patah semangat. Nabi Alloh Nuh AS. berda’wah selama 950 tahun,
tetapi yang mengikuti da’wahnya jumlahnya hanya puluhan orang saja.
Rasululloh
pernah bersabda: “Hampir-hampir saja orang yang Haliim (santun) menjadi Nabi.”
Kita disuruh bersifat Sabar dan Santun, karena Alloh SWT. berfirman dalam
mengkisahkan tentang Lukman AS.: “Ajaklah/ perintahkalah orang untuk berbuat
kebaikan dan jegah orang dari mengerjakan kemungkaran dan sabarlah kamu atas
sesuatu yang menimpa kamu.”
5.
Hendaknya dia
mengamalkan terlebih dahulu apa yang ia perintahkan, mengajak orang untuk
mengaji maka ia terlebih dahulu mengaji, mengajak orang untuk meninggalkan
kemungkaran maka hendaknya dia terlebih dahulu yang meninggalkan kemungkaran.
Jangan menganjurkan orang untuk bersedekah, tetapi dirinya sendiri tidak mau
bersedekah. Jangan melarang orang berbuat ma’shiyat, padahal kamu mengerjakan
hal sepertinya (mengerjakan apa yang kamu larang). Hina/ aib bagi kamu bila
kamu melakukan hal semacam itu. Kamu dapat berda’wah tetapi kamu tidak dapat
mengajak diri kamu untuk tunduk patuh terhadap perintah Alloh. Agar orang yang
kamu perintahkan tidak mencela/ menggunjing yang tidak baik tentang kamu.
Hendaknya
kamu sebelum menyampaikan Amar Ma’ruuf mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu,
bila dirasa belum baik, maka rubah diri kamu terlebih dahulu hingga menjadi
lebih baik. Perbaiki diri dan keluarga kita terlebih dahulu baru kemudian kita
merubah orang lain.
Alloh
perintahkan kasih peringatan kepada keluargamu yang terdekat terlebih dahulu
dalam masalah ibadah, menutup aurot, cinta kepada ulama sholihin dan keluarga
Nabi.
Agar
tidak masuk dalam katagori Firman Alloh
SWT.: “Mengapa kamu perintahkan orang untuk berbuat baik, namun kamu
melupakan kewajiban kamu kepada Alloh, apakah kamu tidak berfikir.”
Annas bin Maalik RA. meriwayatkan Hadits dari Nabi Muhammad SAW.:
“Dimalam aku di Isro’-kan dan di Mi’raj-kan ke langit, aku melihat
beberapa kaum laki-laki digunting dia punya lidah-lidah mereka dengan
gunting-gunting. Maka aku berkata: “Siapa mereka itu yang lidahnya sedang
digunting dengan gunting dari Neraka Jahanam, wahai Jibril?” Jibril AS.
menjawab: “Mereka itu adalah para khuthoba
(penceramah/ dai) dari umatmu yang dahulu mereka di alam dunia menyuruh manusia
untuk berbuat baik, tetapi mereka lupa akan kewajiban atas diri mereka, apakah
mereka tidak berfikir?”
Mereka di alam dunia pandai dalam
memerintahkan orang untuk berbuat baik tetapi mereka tidak berbuat baik,
seperti menyuruh orang untuk berzakat, bershodaqoh dll., tetapi mereka sendiri
tidak mengamalkannya. Mereka membaca kitab Al Qur’an, tetapi amaliyah dan ahlaq
mereka jauh dari tuntunan Al Qur’an.
Imam Qotaadah berkata,
disebutkan kepada kami ini sebuah Firman Alloh yang tercantum dalam Kitab
Taurot (Hadits Qudsy) : “Hai Bani
Adam (manusia), kamu mengingatkan tentang AKU (Keesan Alloh, Kekuasaan Alloh
dll.) kepada umat untuk mencari Ridho-KU, berbuat toat kepadaKU, tetapi kamu
sendiri lupa/ menjauh dari KU, maka sia-sia (bathil) apa yang kamu kerjakan.”
Abu Mu’aawiyah meriwayatkan Hadits dari Rasululloh SAW.: “Kamu saat ini wahai sohabatku berada dalam
kejelasan (tidak ada keraguan) dari Tuhan kamu, melalui aku (Nabi Muhammad
SAW.), Alloh menunjukkan perjalanan yang kamu harus tempuh, selama tidak
muncul/ tampak ditengah-tengah kamu 2 Kemabukkan. Pertama mabuk akan
penghidupan, lupa segala-galanya dalam mencari penghidupan/ pekerjaan/ nafkah,
sehingga lupa akan kewajiban kamu kepada Alloh. Dan yang kedua mabuk akan
kebodohan, hingga membuatnya lupa akan membebaskan dirinya dari kebodohan,
mencari ilmu adalah suatu kewajiban dari Alloh SWT.”
“Kamu wahai
sohabat-sohabatku saat ini memerintahkan orang untuk berbuat baik dan kamu
mencegah orang dari perbuatan munkar. Kamu masing-masing berjuang di jalan
Alloh (fisabiilillah). Sampai
saatnya kamu akan beralih/ pindah dari posisi semacam itu, manakala sudah
menyebar/ merata diantara/ ditengah-tengah kamu hubud’dunyaa (cinta dunia).”
Para sohabat –sohabat Nabi
menjalankan: Ya’muruuna bil ma’ruuf
watanhawna anil munkar dan tutur
kata mereka sejalan dengan perbuatan mereka. Tidak ada ucapan/ nasehatnya yang
tidak mereka amalkan.
Imam
Abu Hanifah
(Imam Hanafi) mendapatkan julukan sebagai orang yang selalu
bangun malam. Padahal beliau sibuk dalam mengkaji ilmu sehingga tidak sempat
melaksanakan shalat malam, sehingga ia merasa malu orang memberikan julukan
kepadanya sebagai orang yang selalu bangun malam, sehingga sejak saat itu ia
melaksanakan shalat malam dengan membagi waktunya antara mengkaji ilmu dengan
melaksanakan shalat malam.
“Maka pada
saat itulah kamu tidak memerintahkan orang untuk berbuat baik dan pada saat itu
kamu tidak mencegah orang dari perbuatan munkar. Dan kamu tidak berjuang di jalan Alloh,
tetapi kamu berjuang untuk kepentingan pribadi kamu.”
Orang
yang menjalankan/ menegakkan ajaran Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, baik
secara diam-diam ataupun secara terang-terangan, maka mereka akan mendapatkan
pahala sama seperti orang-orang yang terdahulu masuk Islam dari kaum Muhaajiriin Wal ‘Anshoor.
Dimana pada saat itu kondisi orang
sudah merata/ menyeluruh kecintaannya pada dunia (hubud’dunyaa dunia), maka
manakala ia menjalankan/ menegakkan ajaran Al Qur’an dalam kehidupan
sehari-hari, baik secara diam-diam ataupun secara terang-terangan, maka mereka
akan mendapatkan pahala sama seperti orang-orang yang terdahulu masuk Islam
dari kaum Muhaajiriin Wal ‘Anshoor.
Hadits
Riwayat dari Hasan Rahimahullohutaala, Rasululloh bersabda: “Siapa orang yang hijrah (menjauh/
meninggalkan) daerahnya ke daerah lain dalam rangka menyelamatkan keimanan dan
keislamannya, sekalipun hanya sejengkal saja (tidak jauh), maka orang itu pasti
Alloh tentukan/ berhaq masuk Syurga. Dan
nanti orang itu akan menjadi kawan/ teman dari Nabi Alloh Ibrahim AS. dan Nabi kita Muhammad ….”
Lingkungan dapat mempengaruhi diri
kita ataupun keluarga kita. Seorang pujangga Islam mengatakan: “manusia anak
dari lingkungannya.” Manakala ia tinggal di lingkungan yang penuh dengan
perbuatan ma’shiyaat, maka mau tidak mau anak kita akan ikut terbawa pengaruh
dari lingkungan yang tidak baik tersebut.
Nabi Alloh Ibrahim AS. dahulu hijrah
dari negeri Palesina ke negeri Syam (Syiria). Nabi Ibrahim AS. berkata: “aku
ini akan pindah (hijrah) ke tempat yang Alloh tentukan kepadaku dari Alloh yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan aku pun akan pindah (hijrah) untuk menuju
toat kepada Tuhanku untuk mendapatkan Ridho-Nya. Dan Nabipun pernah hijrah dari
Makkah menuju Madinnah.
Dalam
Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Siapa
orang ada di suatu daerah, nampak pada daerah itu ma’shiyaat-ma’shiyaat pada
akhirnya dia tinggalkan itu negeri/ daerah/ kampung. Tujuan/ motivasinya tidak
lain untuk mencari Ridho Alloh, maka dia sudah mengikuti Nabi Alloh Ibrahim dan
Nabi kita Muhammad SAW…..., dan ia
akan menjadi teman bagi keduanya di negeri akhirat di dalam Syurga.”
Dalam
Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Siapa
orang yang hijrah fisabiilillah (di jalan Alloh) meninggalkan daerah/ negerinya
ke tempat daerah/ negeri lainnya, niscaya dia akan mendapatkan di negeri itu
tempat yang luas, mendapatkan ridzqy
yang banyak.”
Dalam
Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Siapa
orang yang keluar dari rumah tangganya dalam rangka hijrah menuju Ridho Alloh
dan Rasulnya dan meskipun ia belum sampai ditempat tujuannya, kemudian dia
ditimpa dengan musibah yang menyebabkan kematian, maka sudah pasti dia
mempunyai/ mendapatkan pahala di sisi Alloh SWT yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Dalam
Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Orang
yang keluar dalam rangka berbuat toat kepada Alloh dan Rasulnya, kemudian dia
meninggal dunia, maka Alloh menyiapkan pahala baginya dari karunia Alloh
sekalipun ia belum sampai pada tujuannya.”
Dalam
Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Muslim
yang mana saja (lelaki/ perempuan) keluar dari rumahnya dengan tujuan hijrah
untuk mencari Ridho Alloh dan Rasulnya dan ia meletakkan ia punya kaki di
pelana kendaraannya (kuda), sekalipun keluarnya hanya baru satu langkah saja
(belum jauh), kemudian kematian menimpa dia, maka Alloh berikan kepadanya
pahala semacam pahala yang Alloh berikan kepada kaum Muhaajiriin (yang hijrah
dari Makkah ke Madinah).”
Dalam
Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Muslim
yang mana saja yang keluar dari rumah tangganya dengan tujuan untuk berjuang di
jalan Alloh (fisabiilillah), kemudian dia terlempar dari kendaraannya (kuda/
onta-nya), atau dia digigit oleh binatang buas/ berbisa hingga dia mati, atau
ia mati secara sewajarnya, maka ia mati syahid.”
Dalam
Hadits yang lain Rasululloh bersabda: “Muslim
yang mana saja yang keluar dari rumah tangganya dengan tujuan ke Baytul Haroom
untuk menunaikan ibadah haji/ umroh atau lainnya, kemudian ia ditimpa oleh
kematian sebelum ia sampai ke tempat tujuan, maka Alloh pastikan ia sebagai
penghuni Syurga.”
Berkata
Al Faqih
Abu Lalyits Assamarqondhi Rahimahullohutaala: “Siapa orang yang tidak
hijrah (pindah/keluar) dari daerahnya padahal begitu tersebar
ma’shiyaat-ma’shiyaat di daerahnya, tetapi ia masih dapat menjalankan kewajiban
dia kepada Alloh, maka tidak mengapa/ tidak berdosa baginya bila ia tetap
berada/ tinggal di situ. Akan tetapi dia harus menimbulkan kebencian (tidak
ridho) dalam hatinya terhadap ma’shiyaat-ma’shiyat yang terjadi, maka orang
tersebut masih di maaf oleh Alloh SWT.
Hadits
Riwayat dari Abdulloh bin Mas’ud RA., Rasululloh bersabda: “Cukuplah seorang dari pada kamu yang ia
tidak mampu untuk merubah itu kemungkaran dengan tangannya atau ia juga tidak
mampu untuk merubah itu kemungkaran dengan lisannya, setidaknya baginya Alloh
tahu bahwa dalam hatinya ia benci dengan itu kemungkaran.”
Sekecil apapun bentuk kebencian kita
terhadap kemungkaran harus ditampakkan/ diketahui oleh Alloh meskipun hanya di
dalam hati saja, jika tidak maka Alloh menganggap kita ridho dengan itu
kemungkaran.
Diriwayatkan
oleh sebagian sohabat, bahwa Rasululloh bersabda: “Manakala salah seorang
melihat kemungkaran dan ia tidak mampu untuk mengingkari itu kemungkaran dengan
tenaganya atau dengan lisannya, setidaknya ia mengucapkan kalimat ini 3 kali: Allohuma ina hadzaa munkarun falaa abwaba
bihi (Ya Alloh ini suatu kemungkaran dan aku
tidak ridho dengan ini kemungkaran). Jika ia ucapkan kalimat itu saja, maka
baginya pahala bagi orang yang menganjurkan kebaikan dan mencegah orang dari
kemungkaran.”
Dalam
suatu Riwayat Umar bin Jaabir Al Khumiyi, aku sudah bertanya kepada Tsa’labah
Al Khusyny tentang ini ayat: “Hai orang beriman hendaklah kau jaga diri
kamu”, maka Tsa’labah Al Khusyny
berkata: aku sudah tanya tentang ayat ini kepada orang yang kholil (sangat mengetahui) tentang
maksud ayat ini kepada Rasululloh, Rasululloh berkata: “Perintahkan orang untuk berbuat baik dan saling mencegahlah kamu dari
pada kemungkaran. Manakala kamu sudah melihat dan menyaksikan dunia lebih
diutamakan dari pada agama/ akhiratnya dan kekikiran sudah diperturuti/
ditaati/ diikuti dan kamu sudah melihat/ menyaksikan orang yang membanggakan/
mengagungkan ia punya pandangannya/ pendapatnya sendiri, maka pada saat itu
kamu harus menjaga diri kamu. Sesungguhnya hari-hari setelah kamu ini,
hari-hari yang harus dilalui dengan penuh kesabaran untuk menghadapi
bermacam-macam ujian. Bagi orang yang tetap berpegang teguh (tidak goyah)
kepada agamanya pada saat itu, dia akan mendapatkan pahala sebanyak 50 orang
diantara kamu (1 berbanding dengan: 50).” Tsa’labah Al Khusyny berkata: “Ya
Rasululloh, mereka akan mendapatkan pahala 50 orang yang mengamalkan ajaran
Alloh dan RasulNya, 50 dibandingkan dengan mereka atau dibandingkan dengan kami?”
Rasululloh menjawab: “Dibandingkan dengan kamu.”
Jadi pahala yang diberikan sebanyak
50 kali lipat dibandingan dengan pahala yang Alloh berikan kepada para
Sohabat-Sohabat Nabi. Suasana sangat mencekam dan menakutkan, tetapi mereka
berani menampilkan/ memperlihatkan keimanannya dengan tetap berpegang teguh
kepada agama Islam.
Rasululloh bersabda dalam sebuah
Hadits: “Nanti di akhir zaman akan datang
atas umutku orang yang berpegang teguh pada agamanya sama seperti orang yang
memegang bara api yang panas.”
Berkata
Qoyis
bin Abi Haazim: Aku pernah mendengar Rasululloh bersabda: “Kamu wahai sohabat-sohabatku membaca ini
ayat, tetapi kamu menempatkan ini ayat bukan pada tempatnya, yaitu ayat yang
berbunyi: “Hai orang-orang beriman jaga kamu punya diri dari orang yang sesat
yang akan me-modhorot-kan kamu. Orang yang sesat tidak akan dapat me-modhorot-kan
kamu manakala kamu mendapatkan petunjuk Alloh, pada Alloh-lah kamu kembali
semuanya.”
Rasululloh
bersabda dalam sebuah Hadits: “Tidak ada
suatu kaum yang mana pada itu kaum ma’shiyat-ma’shiyat didiamkan begitu saja, mereka tidak membasmi/ menghancurkan itu
ma’shiyat (baik dengan tangannya, lisannya ataupun dengan hatinya), melainkan
sudah hampir dekat Alloh binasakan mereka dengan adzab yang sangat pedih.”
Abdullah bin Mas’ud RA. pernah ditanya tentang ini ayat, maka ia
berkata: “Ini zaman bukan pada zaman itu,
tetapi manakala sudah merajalela/ banyak hawa nafsu/ keinginan/ ma’shiyat yang
diperturutkan dan mereka saling berdebat, maka pada saat itu wajib atas
tiap-tiap manusia untuk menjaga dirinya.”
---oooOooo---
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum
dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al
Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan
menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran
Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri.
Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini
mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena
keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya
Jawab dalam Blog ini.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al
Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada
al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima
kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir
untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini.
Afwan
Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman
yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak
mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga
mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam
menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di
maklum, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Diterbitkan
dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis
Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui
E-mail: hsn_5805@yahoo.co.id
Ingin
mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook
Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY:
http://www.facebook.com/groups/alkifahi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar