Pokok
Bahasan : TASAWUF
Judul : SABAR
Nara
Sumber : Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Hendaknya
kamu berlaku sabar, sabar dalam segala hal. Karena sabar itu adalah tiangnya
atau kuncinya dari segala urusan. Ingin sukes dari segala hal atau urusan maka
hendaklah bersabar.
Ibnu Abbas RA.
Meriwayatkan bahwa sesungguhnya sabar itu di dalam Al Qur’an ada 3 derajat/
tingkatan, yaitu:
1. Sabar dalam
menjalankan/ menunaikan kewajiban-kewajiban kita kepada Alloh. Kewajiban adalah
suatu hal yang tidak enak, bila kita sabar dalam menjalankan
kewajiban-kewajiban Alloh atas diri kita, maka pahalanya adalah 300 derajat.
2. Sabar dalam
meninggalkan/ menjauhkan hal-hal yang Alloh
haramkan, bila kita dapat bersabar karenanya, maka Alloh berikan pahlanya
sebanyak 600 derajat.
3. Sabar dalam
menghadapi musibah-musibah, malapetaka, ujian-ujian yang menimpa diri kita dan
kita tidak mengeluh, resah, gelisah, maka akan mendapatkan pahala 900 derajat.
Orang
yang paling butuh pada kesabaran adalah para penuntut ilmu, godaannya luar
biasa, rayuan-rayuan setan sehingga jarang orang bisa dapat istiqomah untuk
tetap terus mengaji, sehingga semakin berkurang penerus ulama-ulama sholihin.
Kematian seorang alim ulama tidak dapat ditambal dengan apapun juga. Krisis
yang paling besar adalah meninggalnya para ulama dan tidak ada yang dapat
menggantikannya. Jarang sekali terlihat orang yang dari sejak muda, menikah,
hingga masuk usia tua masih tetap istiqomah menuntut ilmu. Keberkahan orang
yang istiqomah dalam menuntut ilmu sangat berbeda dengan orang yang tidak
isiqomah.
Bagaimanapun
juga kamu harus sabar selama kamu berada di dunia. Dunia adalah tempat ujian
bagi orang mu’min. Emas di uji dengan di bakar, sedangkan mu’min di uji dengan
bermacam-macam bala dan musibah.
Sabar
terbilang sebagai Ahlaqul Karimah (Ahlaq-ahlaq
Yang Mulia) dan sabarpun termasuk keutamaan-keutamaan yang besar di sisi
Alloh. Firman Alloh: “Hai orang-orang
yang beriman mintalah pertolongan kepada Alloh melalui sabar dan sholat.”
Dan pada ayat yang lain Alloh berfirman:
“Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar.”
Firman
Alloh: “Kami jadikan anbiya-anbiya Bani
Israil sebagai pemimpin-pemimpin/ imam/imam yang mana mereka memberikan
tuntunan dan petunjuk-petunjuk ketika mereka bersabar.” Mereka Alloh angkat
sebagai pemimpin-pemimpin setelah menempuh ujian-ujian kesabaran. Dan
sesungguhnya disempurnakan pahala-pahala orang yang sabar tanpa dihisab/ tanpa
dihitung-hitung, karena Hadist Nabi yang mengyatakan: “Kelak akan dipasang timbangan-timbangan (mizan) Alloh di hari Qiamat
bagi orang-orang yang Shalat, orang-orang yang Shodaqoh, orang-orang yang
melaksanakan haji, Alloh akan berikan pahala-pahala mereka setelah Alloh
timbang. Tetapi tidak dipasang mizan/timbangan untuk ahlil bala, orang yang
mendapatkan musibah (penyakit, bencana alam dll.) dan ia tetap bersabar.” Semua amal ibdahnya Alloh berikan tanpa di
timbang-timbang lagi. Sampai-sampai ada keinginan dari orang-orang yang sehat
di alam dunia yang tidak pernah mengalami musibah/ penyakit, mereka ingin
mengunting-gunting mereka punya badan untuk dapat merasakan sabar karena begitu
besarnya pahala yang Alloh berikan kepada orang yang sabar.
Berkata
sebagian Ulama Sholihin: “Andaikata tidak
ada bala musibah yang datang menimpa kami, maka niscaya kami datang menghadap Alloh
dalam keadaan pailit tanpa amal-amal Sholeh.” Ujian adalah anugrah dari Alloh
bagi orang-orang yang berakal dan mempunyai kemulyaan.
Hadist Nabi: “Sabar adalah panglima dari tentara
orang-orang mu’min.” Hendaklah bersabar atas segala sesuatu yang tidak kamu
sukai. Sabar atas kehilangan keluarga, kehilangan harta, kehilangan kesehatan
dan apa saja, bila kita bersabar maka akan datang kebaikan-kebaikan yang
banyak.
Dalam
firmannya Alloh berkata: “Hai Daud berahlaqlah kamu dengan
ahlaq-ahlaqKu, (kata Alloh). Diantara ahlaq-ahlaqKu adalah AKU Zat yang Maha
Sabar.” Tidak ada seseorang yang mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Alloh
tanpa adanya ujian atau bala berupa penyakit pada badannya.
Wasiat Nabi
kepada Ibnu Abbas RA.:
“Ketahuilah oleh kamu bahwa pertolongan Alloh
datangnya bersama kesabaran. Kegembiraan dan kelapangan datangnya bersama
kesempitan. Kebahagian dan kesenangan datang bersama kesulitan.”
Suatu
saat Asnab bin Abdul Qois mengeluh kepada pamannya, “Hai pamanku semalam aku
tidak dapat tidur karena sakit gigi.” Aku menyampaikannya sampai 3x. Pamannya
menjawab: “Ketahuilah bahwa engkau telah banyak mengeluh karena sakit gigi yang
engkau alami, jika kamu ingin tahu wahai keponakanku, bahwa aku telah buta
selama 30 tahun dan tidak ada satupun keluargaku yang mengetahui bahwa aku ini
buta.”
Saad
bin Abdul Waqas (Sohabat Nabi) datang ke Makkah dalam keadaan buta, banyak orang
yang datang berbondong-bondong kepadanya minta doa, karena ia mempunyai karomah
setiap ia berdoa selalu dikabulkan oleh Alloh. Dan Akupun datang kepadanya,
kata: Abdullah bin Sa’id, saat aku masih muda, aku berkenalan dengannya dan
Saad bin Abdul Waqas berkata: “Engkau
adalah guru ahli qiroat di Makkah?” Abdullah bin Said berkata: “Ya, Wahai pamanku engkau selalu mendoakan
orang, coba engkau doakan dirimu, engakau buta, orang yang mempunyai
macam-macam penyakit kau doakan, Alloh angkat penyakitnya, hajat-hajatnya Alloh
terima, coba kau doakan kau punya diri agar Alloh angkat kau punya buta.” Saad
bin Abdul Waqas pun tersenyum, kemudian dia barkata: “Hai anakku, ketentuan Alloh terhadap diriku itu lebih baik dari
pandangan mataku.” Dia lebih senang
ketentuan Alloh dari pada pandangan matanya.
Ada seorang perempuan sholeh yang sedang
berjalan dan tiba-tiba kakinya tersandung hingga lepas kuku kakinya, tetapi
perempuan sholeh tersebut tertawa, ia tidak menangis. Orang yang melihatnya
bertanya mengapa engkau tertawa, bukannya menangis? Apakah kamu tidak merasakan
sakit hingga terlepas kau punya kuku? Perempuan Soleh tersebut menjawab: “Ni’matnya pahla karena musibah ini
menghilangkan dari hatiku sakitnya karena kuku yang lepas.” Ujian-ujian kepada hamba-hamba Alloh akan
mendatangkan pahala yang besar.
Tidak
ada seorang mu’min yang ditimpa keletihan, penyakit, keresahan, kesedihan,
kegelisahan dan segala gangguan, sampai duri yang menusuk kakinya melainkan Alloh
ampuni dosa-dosanya karena musibah yang menimpanya, bila ia ridho.
Kunci
Kebahagian menurut Al Habib Abdullah Al
Haddad adalah: Ketahuilah oleh kamu bahwa kebahagian bergantung pada
kedekatan kita kepada Alloh. Dan keberhasilan kedekatan kita kepada Alloh
bergantung sejauh mana kita mau mengikuti kebenaran yang datangnya dari Alloh
dan menjauhi kebathilan untuk selama-lamanya
Nafsu
kita terbentuk dengan dasar atau fitrahnya, naluri atau kejadiannya di atas
kebencian pada kebenaran. Kebanyakan manusia Alloh ciptakan benci pada
kebenaran, tidak senang pada kebenaran. Kebenaran yang datang dari Alloh dan
Rasulnya melalui lidah-lidah ulama-ulama. Apalagi bila sudah mengendap dalam
hatinya kebencian, sifat hasad, maka akan bertambah lagi kebenciannya pada kebernaran.
Imam Syafi’i
berkata:
-
“Mata yang
senang kepada seseorang maka tidak mampu melihat kekurangan-kekurangan yang ada
pada diri seseorang ataupun golongan yang dicintainya.”
Dia akan membela habis-habisan karena
pada dasarnya dia sudah senang pada seseorang sehingga tidak mampu melihat
kekurang-kekurangan pada diri seseorang ataupun golongan yang disenanginya.
-
Mata yang
tidak senang, mata yang murka, maka dia akan menampakkan kejelekan-kejelekan
atau kekurangan-kekurangan yang ada pada diri orang atau golongan yang dia
benci atau tidak senangi.”
Kejelekan yang tidak ada pada orang
atau golongan yang dibencinya, maka di mampu menampakkannya meskipun benar atau
baik akan tetap salah di matanya.
Agar
kita terhindar dari dua golongan diatas, maka dianjurkan untuk membaca doa yang
artinya: “Ya Alloh perlihatkan kepadaku
yang benar itu benar dan berikan kepada kami kemampuan untuk mengikuti
kebenaran. Dan tunjukkan kepada kami yang bathil itu bathil dan berikan kepada
kami kemampuan untuk menghindarinya.”
Akan
selalu dan senantiasa orang yang keinginannya menghasilkan kebahagian maka dia
butuh pada kesabaran. Kunci kebahagian adalah kesabaran. Terkadang kita harus
bersabar mendorong kita punya nafsu untuk mengikuti kebenaran. Dan kita juga
harus mendorong kita punya diri untuk menjauhi kebathilan.
Dalam
Hadist Qudsy Alloh berfirman: “Hai Daud (kata Alloh), Siapa orang yang
sabar menuju kepada kami (dengan bermacam-macam ibadah dan menjauhi apa-apa
yang Alloh larang) pasti ia sampai pada kami.”
Hikmah dari
Syaidina Ali KW.:
-
Aku
mencari Kemulyaan/Kedudukan aku dapati pada Tawadhu/Rendah Hati.
-
Aku
mencari Kepemimpinan, maka aku dapati dalam Ilmu.
-
Aku
mencari sifat Muru’ah (sifat baik) aku dapati dalam Shidiq (Benar dalam tutur
kata).
-
Aku
mencari Hikmah (Saripatinya Ilmu), maka aku dapati dalam Diam (Tidak banyak
bicara).
-
Aku
cari Pertolongan Alloh, maka aku dapati pada Kesabaran.
-
Aku
mencari Ketenangan Hidup, maka aku dapati dalam meninggalkan sifat Hasad
(mencari-cari kesalahan orang).
-
Aku
cari agar aku dapat selamat dari Dosa Gibah (Menggunjing orang), maka aku
dapati dalam Kholwat (menyendiri/menyepi).
-
Aku
mencari Ghina (Merasa cukup), maka aku dapati dalam Khona’ah (menerima apa
adanya).
-
Aku
mencari Kedudukan/Kekuasaan, maka aku dapati dalam sifat Zuhud.
-
Aku
mencari kawanku yang benar-benar sejati, maka aku dapati dalam Amal Sholeh.
-
Aku
mencari-cari agar berat amal timbanganku nanti, maka aku dapati dalam Mudawamah
Dzikir (Melazimkan Dzikir).
-
Aku
mencari-cari Kesenangan/ Ketenangan, maka aku dapati dalam Tilawatil Qur’an.
-
Aku
mencari-cari Kemulyaan, maka aku dapati dalam Kedermawanan.
Setiap
orang yang berjuang di jalan Alloh, da’wah di jalan Alloh, pasti akan
menghadapi tantangan/ hambatan, maka hadapi dengan sabar.
Syech Imam
Jalaluddin Assuyuti
berkata: “Orang yang besar pada masanya
atau pada zamannya pasti ada lawan-lawan atau musuh-musuhnya.” Orang-orang yang berjuang di jalan Alloh
pasti akan mendapatkan tantangan dan hambatan dari orang-orang yang membenci
kebenaran/ kebaikan yang datangnya dari Alloh.
Sabar ada beberapa
bagian:
-
Sabar dalam
To’at kepada Alloh
Siapa orang yang sabar dan mudawamah
dalam mengaji, maka pasti akan mendapatkan hasilnya. Seorang pujangga Islam
berkata: “Jangan kau duga kemulyaan
berupa ilmu itu seperti qurma, kamu tidak akan mendapatkan kemulyaan ilmu
sebelum kamu merasakan pahit getirnya menuntut ilmu.” Hasil dalam hal
bahtin kita adalah ikhlas. Bahtin kita harus ikhlas dan hadirkan hati kita
dalam berbuat toat kepada Alloh. Dan zohirnya adalah mudawamah dalam to’at.
Kerjakan setiap to’at kepada Alloh dengan penuh semangat. Setiap kita
mengerjakan to’at kepada Alloh ikuti aturan Alloh dan Rasulnya. Niat kita,
pekerjaan kita, tutur kata kita, bila tidak sesuai dengan aturan Alloh dan
Rasulnya, maka tidak diterima/ditolak. Untuk mendorong kita mendapatkan
kesabaran adalah dengan mengingat/menyebut apa yang Alloh janjikan. Bila kita
berbuat to’at akan mendapatkan pahala yang Alloh telah siapkan baik di dunia
maupun di akhirat kelak, ini yang dapat mendorong kita dalam berbuat sabar
dalam to’at, sabar adalah pahit & getir. Sabar seperti zadam, pahit bila
kita rasakan, tetapi kesudahannya justu lebih manis dari pada madu. Berkat
zadam, maka sembuhlah penyakit kita. Dan berkat sabar, maka hasillah tujuan
kita. Siapa orang yang melazimkan ini sabar, dengan mengingat janji Alloh atas
setiap perbuatan to’at akan mendapatkan pahala, maka dia akan sampai pada Maqom
Qurbi (Maqom kedekatan diri kepada Alloh). Bila ia sudah sampai pada Maqom
Qurbi, maka ia akan merasakan kelezatan/ kenikmatan, ketenangan/ kedamaian,
yaitu sesuatu yang tidak dapat disifatkan/ disebutkan. Ia akan merasakan
ni’matnya mengaji, ni’matnya qiyamul lail, ni’matnya dzikir. Dituntut bagi
orang yang sudah mencapai Maqom Qurbi, dia jangan merasa tenang tanpa
menyertakan Alloh. Kita mendapatkan ketenangan, kesenangan karena Alloh, ini
semua karena campur tangan Alloh.
-
Bersabar
dalam menghadapi segala hal yang tidak menyenangkan hati
Dalam kehidupan kita banyak hal-hal
yang tidak menyenangkan hati kita, hendaklah kita dapat melazimkan sabar.
Semakin tinggi ujian yang kita hadapi dalam menuntut ilmu, maka semakin besar
pula nilai pahala yang akan kita peroleh. Semakin tinggi hambatan yang kita
hadapi dalam menuntut ilmu, maka semakin cepat pula gugur dosa-dosa kita. Ini
tantangan dan ujian yang datangnya dari Alloh yang harus kita hadapi dengan
penuh kesabaran dan lapang dada. Jangan kita hadapi dengan resah dan gelisah
ataupun mundur dari ujian tersebut, karena kita akan rugi.
Bersabar
dalam hal-hal yang tidak kita senangi ada 2 macam, yaitu:
1. Ujian Yang Datang Dari Alloh Secara Langsung Tanpa
Perantara
Sesuatu yang tidak menyenangkan yang
datangnya langsung dari Alloh tanpa perantara, seperti penyakit. Padahal kita
sudah berusaha untuk menjaga kesehatan, dengan minum supplement, berolah raga
dll., akan tetapi penyakit masih datang kepada kita. Kesulitan ekonomi, semacam
terkena PHK, hilangnya harta kita semacam di rampok, dicuri dan lain
sebagainya. Kematian orang-orang yang kita cintai, semacam kerabat-kerabat
dekat kita ataupun kawan-kawan dekat kita yang berpulang ke Rahmatullah.
Tercapainya dan berhasilnya secara
bahtin, sifat sabar itu dengan jalan meninggalkan resah dan gelisah, karena
ujian dan cobaan itu datangnya dari Alloh SWT.
Sifat dasar manusia Alloh ciptakan
dalam keadaan berkeluh kesah, gampang resah dan gelisah saat hidupnya ditimpa
kesusahan. Akan tetapi saat sedang mengalami kesenangan, ia akan bersifat
kikir.
Bila saat kita mengalami ujian, kita
dapat meninggalkan resah dan gelisah, maka suatu kebaikan telah kita capai
yaitu kita termasuk orang-orang yang sabar. Kita lebih tahu terhadap diri kita
masing-masing, apakah kita dapat menahan diri untuk tidak berkeluh kesah dan
gelisah dalam menghadapi ujian, maka kita termasuk orang-orang yang sabar.
Hendaknya kita meninggalkan mengeluh
pada makhluk, mengeluh kesana-kemari terhadap ujian dari Alloh, apalagi sampai
mengkambing-hitamkan (menyalahkan) orang lain terhadap kesusahan yang kita
hadapi, perbuatan tersebut tidak sesuai dengan tuntunan keyakinan kita atau
aqidah kita.
Akan tetapi keluh kesah kita tadi
yang tidak diizinkan/diperbolehkan mengeluh kepada makhluk agar tidak menghapus
pahala, maka bila keluhan kita tersebut kita sampaikan kepada Tabib atau
Dokter, maka keluhan kita tersebut tidak membatalkan sifat sabar kita. Karena
tabib atau dokter adalah manusia biasa yang tidak mungkin dapat mengetahui apa
yang kita alami dan rasakan, mereka membutuhkan informasi yang detail dari kita
agar tabib/dokter dapat memberikan obat yang tepat dan akurat. Keluhan kita
kepada tabib/dokter adalah keluhan kepada ahlinya, sehingga tidak membatalkan
sifat sabar kita. Menerangkan tentang penyakit kita kepada tabib/dokter tidak
menghilangkan sabar pada zohir kita.
Berlinangnya air mata saat kita
mengalami ujian/cobaan penyakit dan lainnya tidak menghilangkan rasa sabar yang
nampak pada zohir kita. Berlinangnya air mata saat mendapatkan musibah, bukan
berarti kita tidak dapat berbuat sabar. Semacam meninggalnya anak, saat anaknya
yang bernama Ibrahim meninggal, Rasululloh menangis. Syaidina Umar yang
terkenal sebagai orang tegar, bertanya kepada Rasululloh: “Wahai Rasululloh
mengapa kamu menangis?” Rasululloh menjawab: “Orang yang tidak menangis saat
kehilangan orang yang dicintai/dikasihinya, maka orang tersebut termasuk yang
keras hatinya.”
Orang tidak dapat dikatakan sabar,
apabila di saat mengalami musibah ujian kematian dan lain-lainnya, ia
‘menabok-nabok’ atau ‘menampar-nampar’ ia punya pipi, sebagai tanda ia tidak
dapat menerima musibah yang dialami. ‘Menyobek-nyobek’ kantong baju, tetapi ada
juga yang memaknai sebagai kerah baju. Tetapi yang dimaksud sebenarnya adalah
baju, karena kantong ataupun kerah adalah bagian dari baju. Jadi yang disebut
sebagian, tetapi yang dimaksud adalah keseluruhannya. Seperti yang kita ucapkan
dalam doa iftitah dalam shalat, kita mengucapkan: “menghadapkan wajahku”, pada hal yang dimaksud adalah seluruh
tubuh/raga kita.
Menangis secara histeris, itupun
termasuk hal yang dapat membatalkan sifat sabar. Dan semacam yang seperti itu,
misalnya membanting-banting kita punya badan, membentur-benturkan kepala, melukai
tubuh dan lain sebagainya.
Sabar itu berat, sabar ringan untuk
diucapkan, tetapi berat untuk dikerjakan. Sabar itu pahit seperti zadam, tetapi
kesudahannya lebih manis dari pada madu. Keuntungan dari sabar adalah datangnya
pertolongan Alloh karena kita telah dapat bersifat sabar.
Pada dasarnya rasa resah dan gelisah
itu telah menyakiti kita punya diri. Bila kita resah dan gelisah maka akan
timbul stress dan depresi pada diri kita, yang pada akhirnya akan
menyebabkan/membangkitkan timbulnya penyakit-penyakit lain. Resah dan gelisah
dapat menyakiti dirinya sendiri dan dapat meruntuhkan pahala. Ujian dan musibah
yang datang pada kita dan kita tidak dapat menghadapinya dengan sabar, maka
hilanglah pahala yang telah Alloh siapkan untuk kita dan justru akan
mendatangkan murka Alloh SWT.
Ada sebuah riwayat, ada seorang
wanita (al-musyiri) yang tersandung batu sehingga tanggAlloh ia punya kuku kaki.
Sebagai manusia biasa, apabila kita mengalami hal semacam itu, tentulah kita
akan merasa sakit, dan mungkin akan terucap kata ‘aduh’. Akan tetapi tidak
dengan wanita tersebut, setelah mengetahui kuku kakinya lepas, ia bukannya
menangis atau mengeluh, tetapi ia malah tertawa, sehingga orang yang melihatnya
bertanya: “Mengapa kamu malah tertawa, apakah kamu tidak merasakan sakit?”
Wanita tersebut menjawab: “Sesungguhnya ni’mat dan lezatnya pahala karena
musibah ini telah menghilangkan dari hatiku pahitnya rasa sakit.”
Kehilangan harta, harta yang telah
kita kumpulkan secara susah payah, ternyata hilang karena di curi orang atau di
rampok atau karena di tipu orang. Hal ini tentu menyusahkan dan meresahkan hati
kita, akan tetapi kita harus mensikapinya dengan sabar, jangan terus-menerus
kita pikirkan harta yang hilang hingga timbul stress dan depresi, sehingga
timbul berbagai penyakit dalam tubuh kita.
Diriwayatkan ada seorang sholeh, ia
keluar dari rumahnya dengan membawa bungkusan yang berisi uang/ barang yang
berharga yang ia taruh dalam kantong bajunya. Ternyata setelah ia menyadarinya,
isi dari kantong baju tersebut telah hilang, ia tidak resah, gelisah dan marah
karena kehilangan uang/barang berharga dari kantongnya, tetapi ia malah
berkata: “Semoga orang itu mendapatkan berkah dari harta yang dicurinya.” Ia
berfikir bahwa ia membutuhkan harta tersebut, tetapi kemungkinan orang yang
mencuri hartanya lebih membutukan atas hartanya tersebut. Sikap-sikap seperti
ini yang harus kita tanamkan dalam diri kita, Insya Alloh kita akan mendapatkan
gantinya dari Alloh. Akan tetapi orang yang kurang pendidikannya tentu akan
berkata: “Sialan….” “Sial… , uang dari
hasil bersusah payah kerja, hilang dicuri maling.”
Bila kita mengeluh, gelisah, tidak
menerima, kita ‘tabok-tabok’ kita punya pipi, kita ‘cabik-cabik’ kita punya
baju, menangis secara histeris, maka itu semua akan meruntuhkan kita punya
pahala dan bahkan akan menyebabkan dosa dan siksa dari Alloh.
Umar Ibnu Khotob, saat ada orang yang
datang padanya mengeluhkan tentang adanya cobaan yang datang padanya sehingga
menimbulkan kegelisahan dia punya diri. Syaidina Umar berkata: “Jika kamu sabar
terhadap ujian dan cobaan yang datang pada kamu, maka akan berlalu itu
ujian/cobaan dan kamu akan mendapatkan pahala.”
Tidak selamanya orang akan mengalami
kesulitan, ujian/cobaan akan berlalu, bila ia dapat mengahadapinya dengan
sabar, maka pahala akan ia dapatkan dari Alloh. Akan tetapi bila kamu
resah/gelisah, ujian/cobaan tersebut juga akan berlalu, tetapi kamu akan mendapatkan
dosa yang pada akhirnya menghasilkan siksa dari Alloh.
Dan sesungguhnya mengeluh
kesana-kemari saat menghadapi ujian/ cobaan kepada makhluk yang tidak dapat
memberikan manfaat pada dirinya sendiri (semacam: dukun), maka ia termasuk
orang-orang yang bodoh. Terkadang ada sebagian orang yang logika berfikirnya
tidak jalan, ingin kaya datang ke dukun, dukun saja hidupnya susah, ia tidak
dapat membuat dirinya kaya, hartanya diperoleh dari orang-orang yang berhasil
ditipunya, tetapi kita malah datang kepadanya untuk mendapatkan kekayaan.
Kaya dan miskin datangnya dari Alloh,
maka hendaknya kita memohon kepadanya, tanamkan dalam diri kita keyakinan bahwa
Alloh akan mengabulkan doa kita, terkabulnya kita punya doa bergantung tingkat
keyakinan dan kesungguhan kita dalam berdoa serta kedekatan hubungan kita
kepada Alloh. Mengeluh berarti kita tidak yakin dengan janji Alloh.
Hendaknya selalu mengingat-ingat
sesuatu yang ada di balik kesabaran dalam menghadapi musibah-musibah atau
penderitaan atau penyakit atau kemiskinan, bahwa di sana ada pahala yang besar
di sisi Alloh SWT, hal ini dapat mendorong kita mencapai maqom kesabaran.
Dan ia harus menyadari betul bahwa Alloh
lebih tahu sesuatu yang layak/ pantas yang berlaku atas dirinya sendiri.
Meskipun mungkin dirinya tahu, tetapi Alloh lebih mengetahui bahwa dibalik
musibah ini ada sesuatu yang membawa kebaikan pada dirinya.
Kita sebagai mu’min sesulit apapun
juga, semiskin apapun juga pasti akan mengalami yang namanya ujian. Apabila
kita tinggal di lobang tikus sekalipun, pasti kita tidak akan lepas dari ujian Alloh,
bila kita sebagai seorang muslim.
Alloh
berfirman:
“Sungguh kami Alloh akan menguji kamu dengan sedikit dari pada rasa takut
(terhadap musuh), kelaparan (karena kekeringan/paceklik), berkurangnya harta
(karena kebakaran/ pencurian), hilangnya jiwa (saudara/kerabat kita karena
penyakit/ kematian), berkurangnya buah-buahan (akibat serangan hama). Kami akan
uji kalian semua hambaku, disitulah kelak kami akan liat apakah kamu wahai
hambaku dapat bersabar atau tidak? Dan
berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar atas bala dan musibah
yang Alloh timpakan padanya dengan balasan kelak di Syurga.”
Makna dari Ayat Qur’an di atas
adalah: Sungguh kami akan uji kamu semua hai orang-orang mu’minun
(lelaki/perempuan, kaya/miskin, tua/muda, alim/tidak alim) karena ada hadist
yang berbunyi: “Addunya sij’nul mu’min wajannatul kafir.” “Dunia
adalah penjaranya orang mu’min dan syurganya bagi orang-orang kafir.”
Maknanya: Seenak apapun ia hidup di dunia, ia tetap dihukumkan di penjara.
Karena apabila di nisbahkan dengan kehidupan di akhirat, maka kehidupan di
dunia tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kenikmatan dan kemewahan yang
akan ia terima nanti di akhirat. Dan bagi orang kafir (orang di luar Islam),
sesusah/ semiskin apapun juga mereka hidup di dunia ini, masih lebih baik
baginya bila dibandingkan dengan adzab dan siksa yang Alloh persiapkan nanti di
akhirat kelak. Semiskin-miskinnya mereka di dunia, mengalami penderitaan/ sakit
pula tetapi itu semua masih jauh lebih baik/ ringan bagi mereka bila
dibandingkan dengan adzab dan siksa yang menanti mereka di akhirat.
Syukur Alhamdullilah kita menjadi
orang mu’min, semoga di akhir hembusan nafas kita, kita masih ditetapkan dalam
Iman dan Islam. “Ya Alloh Biha Ya Alloh Biha Ya Alloh Bihusnil Khotimah.” Siapa orang yang Alloh berikan ni’mat tidak
ia hargai dan tidak ia syukuri, lewat begitu saja, ni’mat sehat, ni’mat makan,
ni’mat minum, ni’mat berkeluarga, ni’mat punya anak, dan macam-macam ni’mat
lainnya, lewat begitu saja, tanpa ia syukuri bahwa itu semua karunia dari Alloh,
maka Alloh akan cabut itu semua tanpa ia sadari.
Syech Ibnu Hajar suatu saat sedang
berjalan bersama rombongannya dengan mengendarai kuda, dia melintas di padang
sahara, dia dihadang oleh pedang minyak yang dekil, kumel, kotor. Pedagang
tersebut berkata: “Hai Syech, Nabi kalian pernah berkata: “Dunia adalah penjaranya
orang mu’min dan syurganya bagi orang-orang kafir,” tetapi ternyata
kenyataannya tidak demikian, anda seorang mu’min, anda berjalan dengan berkuda
(saat itu kuda/ onta adalah symbol orang yang kaya), sedangkan kami hanya
penjual minyak di padang sahara yang gersang, pakaian kami buruk dan kotor,
kami orang kafir ternyata susah sedangkan anda orang mu’min ternyata
senang, berbeda ternyata dengan hadist
yang disampaikan Nabi kalian: “Addunya sij’nul mu’min wajannatul kafir.” Bagaimana dengan kebenaran ini hadist? Syech
Ibnu Hajar adalah seorang alim, orang yang luar biasa keilmuannya, dia
menjawab: “Ini hadist tidak salah, benar apa adanya, memang begitulah, dunia
ini adalah penjara bagi orang mu’min karena apabila kami pulang ke Rahmatullah,
kami akan mendapatkan ni’mat yang jauh lebih dari ini, kami akan mendapatkan
keni’matan dan kemulyaan yang tidak pernah kami rasakan di alam dunia. Dan
kalian susah seperti ini, Syurga untuk kalian alam dunia ini, andaikata kalian
kembali ke Rahmatullah dalam keadaan kafir, maka kalian akan mendapatkan
penderitaan yang lebih dahsyat dari pada ini, kalian masih untuk seperti ini,
susah tetapi masih sehat, bila dibandingkan nanti di akhirat kalian akan di
siksa habis-habisan oleh malaikat adzab di akhirat.
Orang yang sabar akan masuk syurga
tanpa proses adzab, termasuk hisab, karena hisab adalah bagian dari adzab. Bila
kita sabar terhadap bala dan musibah, maka kita akan masuk syurga tanpa proses
hisab.
Orang-orang yang sabar adalah orang
yang ketika menghadapi musibah yang datang dari Alloh, mereka mengatakan: “Innalillahi
wainnaillahi roojiuun.” Banyak
orang yang salah pengertian tentang ucapan: “Innalillahi wainnaillahi
roojiuun.” Karena anggapan
mereka ucapan tersebut hanya untuk musibah kematian, padahal ucapan tersebut adalah
untuk segala macam musibah seperti kehilangan harta, kehilangan jiwa,
kelaparan, rasa takut, jadi tidak terbatas pada kematian saja.
Ungkapan kata: “Innalillahi wainnaillahi
roojiuun.” Adalah kekhususan
untuk umat Nabi Muhammad SAW. saja, umat-umat Nabi yang lain tidak mendapatkannya. Andaikata ada
ungkapan kata semacam ini pada umat-umat sebelumnya, niscaya Nabi Ya’qub saat
kehilangan Nabi Yusuf ia akan mengucapkan “Innalillahi wainnaillahi roojiuun.” ,
tetapi Nabi Ya’qub hanya berkata: “ Yaa Assafa” (Aduh menyesal aku).
Dalam hadist disebutkan siapa orang yang mengucapkan: “Innalillahi wainnaillahi
roojiuun.” Alloh akan berikan
pahala pada orang itu.
Bagi mereka yang sabar Alloh berikan
ampunan, rahmat dan ni’mat kepada mereka. Mereka termasuk orang muhta’dun,
yaitu orang yang sempurna dalam petunjuk Alloh. Mereka ridho kepada Alloh dalam
segala kondisi dan keadaan apapun juga, baik dalam kondisi sakit, susah dan
lain sebagainya.
Siapa orang yang selalu melazimkan
sabar atas cara/ jalan(yang dituntun oleh kitab ini), kelak Alloh pasti akan
memberikan rasa kepada orang ini, lezatnya/ manisnya berpasrah diri kepada Alloh.
Apapun yang kita hadapi sebaiknya serahkan/ pasrahkan kepada Alloh. Alloh akan
hembuskan/ sejukkan dia punya hati/ punya diri dengan ridho. Ridho adalah maqom
yang lebih tinggi dari pada sabar.
2. Ujian Yang Datangnya Dari Arah Makhluk
Ujian yang tidak menyenangkan kita
yang datangnya dari sesama makhluk Alloh yaitu manusia, disakiti badan kita,
hati kita, di ganggu kita punya jiwa, di ganggu kehormatan kita, di ganggu
harga diri kita, dan di ganggu harta kita. Orang yang meninggal dunia karena
mempertahankan hartanya, kemulyaannya dan kehormatannya dihukumkan mati syahid.
Hasil yang terjadi dari kesempurnaan
sabar atas hal-hal yang tidak
menyenangkan yang datangnya dari manusia adalah dengan cara mencegah/ menahan
kita punya diri dari membenci terhadap orang yang telah menyakiti kita jika
mereka orang muslim.
Seorang sufi besar yang bernama
Ibrahim bin Adham, suatu saat ada yang melintas kepadanya balatentara, mereka
menanyakan tempat perkampungan yang penuh dengan bergemerlap dunia, Ibrahim bin
Adham menunjuk kuburan, tentara tersebut marah dan menampar/ memukul Ibrahim
bin Adham, Ibrahim bin Adhamm tidak marah atas perlakuan tentara tersebut, ia
malah mendoakan orang yang menampar/ memukulnya: “Semoga Alloh memberikan
pahala yang banyak kepada orang yang memukulku seperti yang aku dapatkan.” Aku
bisa menahan sabar, aku tidak ber-reaksi, padahal aku mampu dan aku dapat
melampiaskan emosiku. Karena dengan sebab di pukul tersebut dan aku dapat
bersabar atasnya, maka aku mendapatkan pahala dari Alloh, tidak layak dan tidak
pantas orang yang menjadi sebab aku mendapatkan pahala aku sumpahi, aku marahi
dan aku caci-maki. Dapatkah kita berbuat seperti itu?
Jika yang mengganggu kita adalah
orang kafir, mungkin tidak seperti itu tuntunannya, balas perbuatan jahat
mereka dengan perbuatan yang setimpal, tetapi jangan berlebihan.
Jangan senang/ gembira bila orang
lain mendapatkan cobaan/ adzab dari Alloh, jika dia muslim. Jegah/tahan kita
punya lidah dari menyumpahkan orang muslim yang menyakiti kita. Jangan balas
orang yang menyakiti kita, serahkan saja semuanya kepada Alloh. Jika kita balas
dikhawatirkan balasan kita melebihi dari apa yang dilakukan orang lain terhadap
kita, sehingga kita menjadi dosa. Serahkan semuanya kepada Alloh, Alloh tidak
akan lalai terhadap perbuatan dzolim yang dilakukan seseorang.
Adakalanya hal ini kita sadari, kita
sabar, kita tidak balas, kita doakan mereka. Kita hadapi ujian yang datangnya
dari orang yang manapun juga dengan kita berpaling/ tidak menimpalinya atau
kita maafkan. Bila kita dapat memaafkan, maka hal ini lebih tinggi maqomnya
dari sabar, bila kita sabarin berarti kita masih ‘dongkol’/ kesal dengan orang
tersebut.
Untuk apa kita disuruh bersabar,
lapang dada terhadap gangguan orang lain, kita berpaling atau kita maafkan,
karena kita merasa cukup terhadap pertolongan Alloh. Alloh tidak akan lalai
terhadap apa saja yang dilakukan orang-orang yang berbuat ddzholim.
Dapat mendorong orang pada maqom
kesabaran, dia mesti tahu atau mau mencari tahu dari hadist yang menyatakan
tentang keutamaan dari orang yang berbuat sabar/ menahan amarah, sehingga
dapatlah ia mencapai maqom sabar seperti yang diuraikan di atas.
Siapa orang yang memaafkan orang yang
berbuat dzholim kepadanya, dan dia memperbaiki kembali hubungan dengan orang
yang mendzholiminya dengan kata lain dia memaafkan dan dia berbuat baik kepada
orang yang mendzholiminya, maka pahalanya/ ganjarannya Alloh yang tanggung. Alloh pasti memberikan ganjaran
pahala terhadap orang yang telah berbuat baik kepada orang yang telah mendzholiminya.
Alloh tidak senang/ tidak suka dengan orang-orang yang berbuat dzholim.
Sungguh orang yang sabar, yang tidak
mengambil balasan terhadap orang yang menyakiti/ mendzholiminya, dia maafkan,
maka ini terbilang sesuatu hal yang paling utama. Ini suatu hal yang dituntut
oleh sya’ra (agama), karena merupakan bagian dari perintah Alloh agar kita
bersabar dan memaafkan atas kedzholiman yang dilakukan orang lain terhadap
kita.
Suatu saat Ali Zainal Abiddin (cucu Rasululloh),
memanggil khodam/ budak/ pembantunya untuk membantu memegang wadah air
untuk membantu dia berwudhu, karena pada
saat itu Ali Zainal Abiddin sedang kurang sehat. Pada saat sedang berwudhu
tiba-tiba wadah air yang dipegang khodamnya terlepas menimpa mukanya. Ali
Zainal Abiddin marah luar biasa hingga merah ia punya muka, akan tetapi
kemarahannya tidak sampai terucap/ terungkap di mulutnya. Khodamnya ternyata
bukan orang yang bodoh, dia bisa melihat betapa besar kemarahan dari tuannya
dengan dilihat dari mukanya yang ‘memerah’. Khodamnya berkata: “Ingat
orang-orang taqwa diantaranya adalah orang yang dapat menahan amarahnya.”
Mendengar perkataan khodamnya, berobah warna muka dari Ali Zainal Abiddin,
hilang warna merah di mukanya. Ternyata khodamnya tidak puas, ia kembali
berkata: “Ciri orang yang baik adalah yang mau memaafkan kesalahan orang lain.”
Ali Zainal Abiddin berkata: “Aku tahan amarahku, sekarang aku tidak marah, dan
aku maafkan engkau.” Khodamnya masih kurang puas, maka ia berkata kembali: “Alloh
senang dengan orang-orang yang berbuat baik.” Mendengar hal itu Ali Zainal
Abiddin berkata: “Saat ini juga kamu merdeka karena Alloh Ta’ala.” Karena
kepintarannya, budak tersebut tidak mendapatkan marah dari tuannya, di maafkan
kesalahannya dan di bebaskan/ dimerdekakan dari perbudakan.
Hadist Nabi: “Siapa orang yang menahan amarahnya, padahal
ia mampu untuk melampiaskan amarahnya, maka Alloh akan penuhi ia punya hatinya
dengan rasa aman dan keimanan.”
Syaidina
Hasan RA. ( cucu Rasululloh) suatu saat dimarahi/di maki-maki
oleh seseorang, beliau tidak marah, beliau hanya berkata: “Hai saudaraku jika yang kau katakan itu benar, maka Alloh akan balas
engkau dengan ganjaran pahala yang berlipat ganda, tetapi jika yang kau katakan
tidak benar/ dusta, maka adzab Alloh lebih dahsyat dari pada kemarahanku.”
Suatu
saat pernah juga Syaidina Hasan RA. di tabok/ ditampar ia punya muka di hadapan
umum, beliau tidak marah, beliau hanya berkata: “Siapa gerangan yang mentaqdirkan kau untuk menamparku? Alloh-lah yang
telah mentaqdirkan sehingga engakau bisa menampar aku. Apakah engkau
berpendapat bahwa aku akan menolak kodho Alloh? Tidak sepatutnya dan tidak
selayaknya aku menolak kodho Alloh.”
Seperti
doa yang kita sering ucapkan, yang
artinya: “Kami tidak menolak kodho
Alloh, tetapi kami minta kelembutan dalam kodho Alloh.” Apapun yang terjadi sesuai dengan taqdir dan
kodho Alloh, maka kita mesti ber-husnudzon (berbaik sangka). “Siapa orang yang menduga dan mengira bahwa
kelembutan Alloh lepas dari taqdirnya, itu menunjukkan su’udzon-nya (buruk
sangka) seorang hamba kepada Alloh.”
Apapun
penderitaan dan cobaan berat yang menimpa kita itu semua adalah ketentuan /
taqdir/ kodho Alloh, akan tetapi jangan sampai kita menyangka dan menduga bahwa
apa yang kita alami ini adalah sudah maksimal/ sudah habis-habisan/
sedahsyat-dahsyatnya ketentuan Alloh yang tidak enak yang menimpa diri kita.
Bila ada sifat semacam tadi pada diri kita, maka itu menunjukkan bahwa kita
sudah ber-su’udzon (ber-buruk sangka) kepada Alloh.
Kelak
dihari qiamat nanti ada suara-suara (malaikat) yang memanggil-manggil: “Bangun/ berdiri orang-orang yang pahalanya
langsung Alloh tanggung.” Maka
bangkitlah orang-orang yang pandai memaafkan kesalahan orang.
Siapa
orang yang melazimkan kesabaran semacam ini, dia dapat menahan amarahnya
padahal dia mampu melepaskan amarahnya, maka Alloh hiasi orang semacam ini
dengan ahlaq-ahlaq yang mulya. Ahlaq yang mulya adalah pokok dari
kemulyaan-kemulyaan yang banyak macamnya dan inti/ dasar untuk mencapai
kesempurnaan-kesempurnaan.
Manusia
memang Alloh ciptakan gampang marah dan gampang pula ridho. Jadi Alloh tidak
mengatakan bahwa seorang mu’min tidak mempunya rasa marah, mu’min tetap
mempunyai sifat marah, tetapi cepat pula ridhonya. Seorang mu’min mempunyai
sifat marah, tetapi bila mampu maka tahanlah ia punya marah, itu yang terbaik.
Bila
tidak mampu untuk menahan marah, maka ada penawar-penawar yang dapat kita
gunakan untuk meredam rasa marah yang timbul. Untuk meredam rasa marah yang
timbul, maka lakukan hal-hal berikut ini:
-
Apabila
rasa marah timbul saat kita dalam posisi berdiri, maka segeralah duduk.
-
Apabila
rasa marah timbul saat kita dalam posisi duduk, maka segeralah cepat berbaring.
-
Jika
hawa amarah timbul saat kita sedang bicara, maka hendaklah segera diam/
berhenti bicara.
-
Jika
hawa amarah timbul saat kita sedang diam, maka bicaralah.
-
Bila
rasa marah timbul saat kita sedang mengerjakan suatu pekerjaan, maka segera
tinggalkan pekerjaan tersebut.
-
Bila
rasa marah timbul saat kamu berada di suatu tempat, maka segeralah tinggalkan
tempat tersebut.
-
Untuk
meredam hawa amarah dapat juga dilakukan dengan berwudhu.
-
Apabila
belum hilang rasa amarah dengan kita berwudhu, maka rasa marah tersebut dapat
juga diredam dengan jalan mandi.
Al Imam
Abdullah bin Abbas RA. saat sedang mengendarai kendaraannya (kuda/
onta), tiba-tiba beliau di datangi oleh seorang laki-laki yang menyampaikan
khabar bahwa anaknya telah meninggal dunia. Mendengar khabar tersebut Al Imam
Abdullah bin Abbas RA. segera turun dari kendaraannya dan beliau segera
melaksanakan shalat sebanyak 2 rakaat. Setelah selesai shalat, lelaki tersebut
segera mendekati sang imam dan berkata: “Aku merasa heran, mengapa aku khabari
engkau tentang kematian anakmu tetapi engkau tidak terlihat resah ataupun
gelisah, tetapi engkau malah mengerjakan shalat? Al Imam Abdullah bin Abbas RA.
berkata: “Ini merupakan cara-cara untuk meredam kegelisahan dan amarah dengan
jalan shalat. Apakah engkau tidak mengetahui tentang firman Alloh SWT.: “Hai orang-orang yang beriman mintalah
pertolongan kepada Alloh melalui sabar dan sholat.” Dan pada ayat yang lain
Alloh berfirman: “Sesungguhnya Alloh
bersama orang-orang yang sabar.”
Dalam
sebuat hadist Rasululloh bersabda: “Tidak ada suatu amal/ pekerjaan yang lebih
berat timbangannya di mizan di akhirat nanti dari pada perangai/ budi pekerti/
ahlaq yang baik.” Dan sesungguhnya
seorang hamba yang memiliki ahlaq yang mulya akan mencapai/ meraih kedudukan
yang sama dengan kedudukan/ pangkat dari orang yang banyak mengerjakan/
melakukan shalat dan puasa sunnah.
Dalam
sebuah hadist yang lain, Rasululloh
bersabda: “Orang yang paling aku
cintai diantara kamu dan yang paling dekat kedudukannya di sisiku kelak di hari
Qiamat adalah orang yang paling bagus ahlaqnya.”
Ibnu Mubaroq
RA.
berkata: “Ahlaq yang baik yaitu muka yang
selalu berseri-seri, selalu mencurahkan kebaikan dan dapat menahan diri dari
mengganggu orang.” Pasang kita punya
muka selalu berseri-seri bila menghadapi orang, terutama sekali kepada
teman-teman/ kawan-kawan kita. Usahakan semaksimal mungkin agar kita selalu
dapat menebarkan kebaikan-kebaikan dengan menolong/ membantu kepada hamba-hamba
Alloh khususnya kepada kaum muslimin wal muslimat. Dan sekeras mungkin kita
kendalikan diri dari mengganggu orang lain, terutama kaum muslimin wal
muslimat.
Sekalipun
syariat (agama) membuka jalan bagi kita untuk membalas perbuatan dzholim
seseorang kepada kita, Siapa orang yang berbuat dzholim terhadap kamu, silahkan
balas perbuatan mereka seperti yang mereka lakukan kepada kamu dan jangan
berlebihan, akan tetapi yang terbaik adalah kita dapat mengendalikan hawa nafsu
amarah kita untuk membalas, meskipun kita mampu dan ada kesempatan untuk
membalasnya.
Sewaktu
Syaidina Hamzah tewas terbunuh di Perang Uhud dengan kondisi yang begitu
mengenaskan, Rasululloh sempat terucap sumpah bahwa ia akan membalas perbuatan
orang yang telah membunuh Syaidina Hamzah dengan balasan 70 kali lipat lebih
dahsyat dari apa yang dilakukannya kepada Syaidina Hamzah (hal ini merupakan
hal yang manusiawi), tetapi pada akhirnya Rasululloh tidak melaksanakan
sumpahnya, bahkan beliau memaafkan orang tersebut.
Al Imam
Gozali berkata:
“Ahlaq yang terpuji adalah suatu kondisi
yang mantab dalam jiwa seseorang.”
Apa yang terbit dari jiwa orang ini akan serba baik. Apabila seseorang
sudah mantab ahlaq terpuji dalam jiwanya maka akan terbit dari diri orang
tersebut pekerjaan yang baik. Ringan baginya untuk berbuat baik, dan mudah
baginya untuk memaafkan sesama.
Syahwat
adalah segala sesuatu yang nafsu kita condong padanya. Tahan kita punya nafsu
dari hal-hal duniawiyah yang sifatnya mubahat ( boleh-boleh saja, bukan makruh
ataupun haram). Hasil dari kesempurnaan kesabaran secara bahtin dari pada
syahwat adalah mencegah kita punya nafsu dari berfikir/ merenung dari hal-hal
duniawi yang bersifat mubah.
Bila
ada keinginan agar dapat hidup berlebihan hal itu boleh-boleh (mubah-mubah)
saja, akan tetapi bila kita condong terus mengikuti nafsu-nafsu yang mubahat
pada akhirnya kita terjerumus dalam mengerjakan hal-hal yang subhat ataupun
muharomat (haram).
Ada
kewajiban bagi kita dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan (makanan,
pakaian, tempat tinggal) untuk diri kita, anak istri kita dan selebihnya adalah
mubahat. Dan dapat mendorong kita dalam mencapai kesabaran semacam ini adalah
dengan jalan mencegah kita punya diri dari mengejar hal dunawiyah apabila kita
sadar atau kita tahu (berilmu).
Bila
kita sadar atau kita tahu dan kita tetap mencari suatu hal-hal yang sifatnya
mubah, maka hal itu dapat membimbangkan kita punya diri, sehingga kita tidak
dapat berkonstrasi dalam beribadah kepada Alloh. Karena sibuk dalam mengejar
hal duniawi yang sifatnya mubahat, sehingga tidak sempat beribadah kepada Alloh.
Dunia ini
cukup untuk kebutuhan seluruh umat manusia, tetapi dunia tidak akan cukup untuk
memenuhi keinginan orang yang rakus terhadap dunia. Semakin
banyak dunia yang di dapat, maka semakin merasa kurang. Imam Gozali berkata: “Dunia
itu seperti air laut, semakin banyak di minum maka semakin terasa haus.”
Kita
harus menyediakan waktu untuk beribadah kepada Alloh, waktu untuk diri kita dan
keluarga kita, jangan hanya sibuk untuk mengejar nafsu duniawi saja. Bila kita
turuti hawa nafsu kita untuk mengejar dunia yang sifatnya mubah, tentu pada
akhirnya kita akan terjerumus dalam mengerjakan hal-hal yang Subhat dan bahkan
yang harom.
Menuruti
hawa nafsu juga dapat membangkitkan ke toma’-an kita pada dunia. Kita mempunyai
keinginan untuk dapat hidup lebih lama di alam dunia. Pada hal untuk orang awam
semacam kita tidak dianjurkan untuk hidup lama di alam dunia, karena
dikhawatirkan semakin lama kita hidup di alam dunia, maka semakin banyak
maksiat kita kepada Alloh. Akan tetapi untuk ulama sholihin meminta di
panjangkan umurnya malah lebih bagus, karena umurnya bermanfaat untuk
membimbing umat ke jalan kebaikan.
Abu Sulaiman
Adarai’ni
berkata: “Menyingkirkan atau meninggalkan
satu keinginan nafsu saja, lebih manfaat bagi hati dari pada beribadah selama
satu tahun lamanya.” Siapa orang
yang melazimkan sabar dengan meninggalkan keinginan nafsu syahwat dunia, maka Alloh
akan mulyakan dia dengan jalan Alloh keluarkan kecintaan yang ada dihatinya
terhadap kesenangan-kesenangan syahwat duniawiyah. Sampai-sampai dia dapat
berkata (sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian ulama sholihin): “Aku ingin
mempunyai keinginan untuk meninggalkan apa yang aku inginkan, pada akhirnya aku
tidak mendapatkan apa yang aku inginkan.” Dan hanya Alloh-lah yang dapat
membuat seseorang menjadi toat. Meskipun kita lelah/cape’ bila ada taufiq dan
hidayah dari Alloh, niscaya menjadi ringan bagi kita untuk berbuat toat kepada Alloh.
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum
dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al
Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan
menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran
Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri.
Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini
mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena
keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya
Jawab dalam Blog ini.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al
Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada
al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima
kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir
untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini.
Afwan
Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman
yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak
mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga
mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam
menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di
maklum, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Diterbitkan
dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis
Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui
E-mail: hsn_5805@yahoo.co.id
Ingin
mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook
Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY:
http://www.facebook.com/groups/alkifahi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar