Senin, 10 Agustus 2015

TASAWUF - Sabar



Pokok Bahasan     :  TASAWUF
Judul                    :  SABAR
Nara Sumber        :  Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf


Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Hendaknya kamu berlaku sabar, sabar dalam segala hal. Karena sabar itu adalah tiangnya atau kuncinya dari segala urusan. Ingin sukes dari segala hal atau urusan maka hendaklah bersabar.

Ibnu Abbas RA. Meriwayatkan bahwa sesungguhnya sabar itu di dalam Al Qur’an ada 3 derajat/ tingkatan, yaitu:
1.    Sabar dalam menjalankan/ menunaikan kewajiban-kewajiban kita kepada Alloh. Kewajiban adalah suatu hal yang tidak enak, bila kita sabar dalam menjalankan kewajiban-kewajiban Alloh atas diri kita, maka pahalanya adalah 300 derajat.
2.    Sabar dalam meninggalkan/ menjauhkan  hal-hal yang Alloh haramkan, bila kita dapat bersabar karenanya, maka Alloh berikan pahlanya sebanyak 600 derajat.
3.    Sabar dalam menghadapi musibah-musibah, malapetaka, ujian-ujian yang menimpa diri kita dan kita tidak mengeluh, resah, gelisah, maka akan mendapatkan pahala 900 derajat.

Orang yang paling butuh pada kesabaran adalah para penuntut ilmu, godaannya luar biasa, rayuan-rayuan setan sehingga jarang orang bisa dapat istiqomah untuk tetap terus mengaji, sehingga semakin berkurang penerus ulama-ulama sholihin. Kematian seorang alim ulama tidak dapat ditambal dengan apapun juga. Krisis yang paling besar adalah meninggalnya para ulama dan tidak ada yang dapat menggantikannya. Jarang sekali terlihat orang yang dari sejak muda, menikah, hingga masuk usia tua masih tetap istiqomah menuntut ilmu. Keberkahan orang yang istiqomah dalam menuntut ilmu sangat berbeda dengan orang yang tidak isiqomah.

Bagaimanapun juga kamu harus sabar selama kamu berada di dunia. Dunia adalah tempat ujian bagi orang mu’min. Emas di uji dengan di bakar, sedangkan mu’min di uji dengan bermacam-macam bala dan musibah.

Sabar terbilang sebagai Ahlaqul Karimah (Ahlaq-ahlaq  Yang Mulia) dan sabarpun termasuk keutamaan-keutamaan yang besar di sisi Alloh. Firman Alloh: “Hai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan kepada Alloh melalui sabar dan sholat.” Dan pada ayat yang lain Alloh berfirman: “Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar.”

Firman Alloh: “Kami jadikan anbiya-anbiya Bani Israil sebagai pemimpin-pemimpin/ imam/imam yang mana mereka memberikan tuntunan dan petunjuk-petunjuk ketika mereka bersabar.” Mereka Alloh angkat sebagai pemimpin-pemimpin setelah menempuh ujian-ujian kesabaran. Dan sesungguhnya disempurnakan pahala-pahala orang yang sabar tanpa dihisab/ tanpa dihitung-hitung, karena Hadist Nabi yang mengyatakan: “Kelak akan dipasang timbangan-timbangan (mizan) Alloh di hari Qiamat bagi orang-orang yang Shalat, orang-orang yang Shodaqoh, orang-orang yang melaksanakan haji, Alloh akan berikan pahala-pahala mereka setelah Alloh timbang. Tetapi tidak dipasang mizan/timbangan untuk ahlil bala, orang yang mendapatkan musibah (penyakit, bencana alam dll.) dan ia tetap bersabar.”  Semua amal ibdahnya Alloh berikan tanpa di timbang-timbang lagi. Sampai-sampai ada keinginan dari orang-orang yang sehat di alam dunia yang tidak pernah mengalami musibah/ penyakit, mereka ingin mengunting-gunting mereka punya badan untuk dapat merasakan sabar karena begitu besarnya pahala yang Alloh berikan kepada orang yang sabar.

Berkata sebagian Ulama Sholihin: “Andaikata tidak ada bala musibah yang datang menimpa kami, maka niscaya kami datang menghadap Alloh dalam keadaan pailit tanpa amal-amal Sholeh.” Ujian adalah anugrah dari Alloh bagi orang-orang yang berakal dan mempunyai kemulyaan.

Hadist Nabi: “Sabar adalah panglima dari tentara orang-orang mu’min.” Hendaklah bersabar atas segala sesuatu yang tidak kamu sukai. Sabar atas kehilangan keluarga, kehilangan harta, kehilangan kesehatan dan apa saja, bila kita bersabar maka akan datang kebaikan-kebaikan yang banyak.

Dalam firmannya Alloh berkata: “Hai Daud berahlaqlah kamu dengan ahlaq-ahlaqKu, (kata Alloh). Diantara ahlaq-ahlaqKu adalah AKU Zat yang Maha Sabar.” Tidak ada seseorang yang mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Alloh tanpa adanya ujian atau bala berupa penyakit pada badannya.

Wasiat Nabi kepada Ibnu Abbas RA.: “Ketahuilah oleh kamu bahwa pertolongan Alloh datangnya bersama kesabaran. Kegembiraan dan kelapangan datangnya bersama kesempitan. Kebahagian dan kesenangan datang bersama kesulitan.”

Suatu saat Asnab bin Abdul Qois mengeluh kepada pamannya, “Hai pamanku semalam aku tidak dapat tidur karena sakit gigi.” Aku menyampaikannya sampai 3x. Pamannya menjawab: “Ketahuilah bahwa engkau telah banyak mengeluh karena sakit gigi yang engkau alami, jika kamu ingin tahu wahai keponakanku, bahwa aku telah buta selama 30 tahun dan tidak ada satupun keluargaku yang mengetahui bahwa aku ini buta.”

Saad bin Abdul Waqas (Sohabat Nabi) datang ke Makkah dalam keadaan buta, banyak orang yang datang berbondong-bondong kepadanya minta doa, karena ia mempunyai karomah setiap ia berdoa selalu dikabulkan oleh Alloh. Dan Akupun datang kepadanya, kata: Abdullah bin Sa’id, saat aku masih muda, aku berkenalan dengannya dan Saad bin Abdul Waqas berkata: “Engkau adalah guru ahli qiroat di Makkah?” Abdullah bin Said berkata: “Ya, Wahai pamanku engkau selalu mendoakan orang, coba engkau doakan dirimu, engakau buta, orang yang mempunyai macam-macam penyakit kau doakan, Alloh angkat penyakitnya, hajat-hajatnya Alloh terima, coba kau doakan kau punya diri agar Alloh angkat kau punya buta.” Saad bin Abdul Waqas pun tersenyum, kemudian dia barkata: “Hai anakku, ketentuan Alloh terhadap diriku itu lebih baik dari pandangan mataku.”  Dia lebih senang ketentuan Alloh dari pada pandangan matanya.

 Ada seorang perempuan sholeh yang sedang berjalan dan tiba-tiba kakinya tersandung hingga lepas kuku kakinya, tetapi perempuan sholeh tersebut tertawa, ia tidak menangis. Orang yang melihatnya bertanya mengapa engkau tertawa, bukannya menangis? Apakah kamu tidak merasakan sakit hingga terlepas kau punya kuku? Perempuan Soleh tersebut menjawab: “Ni’matnya pahla karena musibah ini menghilangkan dari hatiku sakitnya karena kuku yang lepas.”  Ujian-ujian kepada hamba-hamba Alloh akan mendatangkan pahala yang besar.

Tidak ada seorang mu’min yang ditimpa keletihan, penyakit, keresahan, kesedihan, kegelisahan dan segala gangguan, sampai duri yang menusuk kakinya melainkan Alloh ampuni dosa-dosanya karena musibah yang menimpanya, bila ia ridho.

Kunci Kebahagian menurut Al Habib Abdullah Al Haddad adalah: Ketahuilah oleh kamu bahwa kebahagian bergantung pada kedekatan kita kepada Alloh. Dan keberhasilan kedekatan kita kepada Alloh bergantung sejauh mana kita mau mengikuti kebenaran yang datangnya dari Alloh dan menjauhi kebathilan untuk selama-lamanya

Nafsu kita terbentuk dengan dasar atau fitrahnya, naluri atau kejadiannya di atas kebencian pada kebenaran. Kebanyakan manusia Alloh ciptakan benci pada kebenaran, tidak senang pada kebenaran. Kebenaran yang datang dari Alloh dan Rasulnya melalui lidah-lidah ulama-ulama. Apalagi bila sudah mengendap dalam hatinya kebencian, sifat hasad, maka akan bertambah lagi kebenciannya pada kebernaran.

Imam Syafi’i berkata:
-        “Mata yang senang kepada seseorang maka tidak mampu melihat kekurangan-kekurangan yang ada pada diri seseorang ataupun golongan yang dicintainya.”
Dia akan membela habis-habisan karena pada dasarnya dia sudah senang pada seseorang sehingga tidak mampu melihat kekurang-kekurangan pada diri seseorang ataupun golongan yang disenanginya.
-        Mata yang tidak senang, mata yang murka, maka dia akan menampakkan kejelekan-kejelekan atau kekurangan-kekurangan yang ada pada diri orang atau golongan yang dia benci atau tidak senangi.” 
Kejelekan yang tidak ada pada orang atau golongan yang dibencinya, maka di mampu menampakkannya meskipun benar atau baik akan tetap salah di matanya.

Agar kita terhindar dari dua golongan diatas, maka dianjurkan untuk membaca doa yang artinya: “Ya Alloh perlihatkan kepadaku yang benar itu benar dan berikan kepada kami kemampuan untuk mengikuti kebenaran. Dan tunjukkan kepada kami yang bathil itu bathil dan berikan kepada kami kemampuan untuk menghindarinya.”

Akan selalu dan senantiasa orang yang keinginannya menghasilkan kebahagian maka dia butuh pada kesabaran. Kunci kebahagian adalah kesabaran. Terkadang kita harus bersabar mendorong kita punya nafsu untuk mengikuti kebenaran. Dan kita juga harus mendorong kita punya diri untuk menjauhi kebathilan.

Dalam Hadist Qudsy Alloh berfirman: “Hai Daud (kata Alloh), Siapa orang yang sabar menuju kepada kami (dengan bermacam-macam ibadah dan menjauhi apa-apa yang Alloh larang) pasti ia sampai pada kami.”

Hikmah dari Syaidina Ali KW.:
-        Aku mencari Kemulyaan/Kedudukan aku dapati pada Tawadhu/Rendah Hati.
-        Aku mencari Kepemimpinan, maka aku dapati dalam Ilmu.
-        Aku mencari sifat Muru’ah (sifat baik) aku dapati dalam Shidiq (Benar dalam tutur kata).
-        Aku mencari Hikmah (Saripatinya Ilmu), maka aku dapati dalam Diam (Tidak banyak bicara).
-        Aku cari Pertolongan Alloh, maka aku dapati pada Kesabaran. 
-        Aku mencari Ketenangan Hidup, maka aku dapati dalam meninggalkan sifat Hasad (mencari-cari kesalahan orang).
-        Aku cari agar aku dapat selamat dari Dosa Gibah (Menggunjing orang), maka aku dapati dalam Kholwat (menyendiri/menyepi).
-        Aku mencari Ghina (Merasa cukup), maka aku dapati dalam Khona’ah (menerima apa adanya).
-        Aku mencari Kedudukan/Kekuasaan, maka aku dapati dalam sifat Zuhud.
-        Aku mencari kawanku yang benar-benar sejati, maka aku dapati dalam Amal Sholeh.
-        Aku mencari-cari agar berat amal timbanganku nanti, maka aku dapati dalam Mudawamah Dzikir (Melazimkan Dzikir).
-        Aku mencari-cari Kesenangan/ Ketenangan, maka aku dapati dalam Tilawatil Qur’an.
-        Aku mencari-cari Kemulyaan, maka aku dapati dalam Kedermawanan.

Setiap orang yang berjuang di jalan Alloh, da’wah di jalan Alloh, pasti akan menghadapi tantangan/ hambatan, maka hadapi dengan sabar.

Syech Imam Jalaluddin Assuyuti berkata: “Orang yang besar pada masanya atau pada zamannya pasti ada lawan-lawan atau musuh-musuhnya.  Orang-orang yang berjuang di jalan Alloh pasti akan mendapatkan tantangan dan hambatan dari orang-orang yang membenci kebenaran/ kebaikan yang datangnya dari Alloh.

Sabar ada beberapa bagian:

-        Sabar dalam To’at kepada Alloh
Siapa orang yang sabar dan mudawamah dalam mengaji, maka pasti akan mendapatkan hasilnya. Seorang pujangga Islam berkata: “Jangan kau duga kemulyaan berupa ilmu itu seperti qurma, kamu tidak akan mendapatkan kemulyaan ilmu sebelum kamu merasakan pahit getirnya menuntut ilmu.” Hasil dalam hal bahtin kita adalah ikhlas. Bahtin kita harus ikhlas dan hadirkan hati kita dalam berbuat toat kepada Alloh. Dan zohirnya adalah mudawamah dalam to’at. Kerjakan setiap to’at kepada Alloh dengan penuh semangat. Setiap kita mengerjakan to’at kepada Alloh ikuti aturan Alloh dan Rasulnya. Niat kita, pekerjaan kita, tutur kata kita, bila tidak sesuai dengan aturan Alloh dan Rasulnya, maka tidak diterima/ditolak. Untuk mendorong kita mendapatkan kesabaran adalah dengan mengingat/menyebut apa yang Alloh janjikan. Bila kita berbuat to’at akan mendapatkan pahala yang Alloh telah siapkan baik di dunia maupun di akhirat kelak, ini yang dapat mendorong kita dalam berbuat sabar dalam to’at, sabar adalah pahit & getir. Sabar seperti zadam, pahit bila kita rasakan, tetapi kesudahannya justu lebih manis dari pada madu. Berkat zadam, maka sembuhlah penyakit kita. Dan berkat sabar, maka hasillah tujuan kita. Siapa orang yang melazimkan ini sabar, dengan mengingat janji Alloh atas setiap perbuatan to’at akan mendapatkan pahala, maka dia akan sampai pada Maqom Qurbi (Maqom kedekatan diri kepada Alloh). Bila ia sudah sampai pada Maqom Qurbi, maka ia akan merasakan kelezatan/ kenikmatan, ketenangan/ kedamaian, yaitu sesuatu yang tidak dapat disifatkan/ disebutkan. Ia akan merasakan ni’matnya mengaji, ni’matnya qiyamul lail, ni’matnya dzikir. Dituntut bagi orang yang sudah mencapai Maqom Qurbi, dia jangan merasa tenang tanpa menyertakan Alloh. Kita mendapatkan ketenangan, kesenangan karena Alloh, ini semua karena campur tangan Alloh.

-        Bersabar dalam menghadapi segala hal yang tidak menyenangkan hati                                 
Dalam kehidupan kita banyak hal-hal yang tidak menyenangkan hati kita, hendaklah kita dapat melazimkan sabar. Semakin tinggi ujian yang kita hadapi dalam menuntut ilmu, maka semakin besar pula nilai pahala yang akan kita peroleh. Semakin tinggi hambatan yang kita hadapi dalam menuntut ilmu, maka semakin cepat pula gugur dosa-dosa kita. Ini tantangan dan ujian yang datangnya dari Alloh yang harus kita hadapi dengan penuh kesabaran dan lapang dada. Jangan kita hadapi dengan resah dan gelisah ataupun mundur dari ujian tersebut, karena kita akan rugi.

Bersabar dalam hal-hal yang tidak kita senangi ada 2 macam, yaitu:
1.  Ujian Yang Datang Dari Alloh Secara Langsung Tanpa Perantara
Sesuatu yang tidak menyenangkan yang datangnya langsung dari Alloh tanpa perantara, seperti penyakit. Padahal kita sudah berusaha untuk menjaga kesehatan, dengan minum supplement, berolah raga dll., akan tetapi penyakit masih datang kepada kita. Kesulitan ekonomi, semacam terkena PHK, hilangnya harta kita semacam di rampok, dicuri dan lain sebagainya. Kematian orang-orang yang kita cintai, semacam kerabat-kerabat dekat kita ataupun kawan-kawan dekat kita yang berpulang ke Rahmatullah.

Tercapainya dan berhasilnya secara bahtin, sifat sabar itu dengan jalan meninggalkan resah dan gelisah, karena ujian dan cobaan itu datangnya dari Alloh SWT.

Sifat dasar manusia Alloh ciptakan dalam keadaan berkeluh kesah, gampang resah dan gelisah saat hidupnya ditimpa kesusahan. Akan tetapi saat sedang mengalami kesenangan, ia akan bersifat kikir.

Bila saat kita mengalami ujian, kita dapat meninggalkan resah dan gelisah, maka suatu kebaikan telah kita capai yaitu kita termasuk orang-orang yang sabar. Kita lebih tahu terhadap diri kita masing-masing, apakah kita dapat menahan diri untuk tidak berkeluh kesah dan gelisah dalam menghadapi ujian, maka kita termasuk orang-orang yang sabar.

Hendaknya kita meninggalkan mengeluh pada makhluk, mengeluh kesana-kemari terhadap ujian dari Alloh, apalagi sampai mengkambing-hitamkan (menyalahkan) orang lain terhadap kesusahan yang kita hadapi, perbuatan tersebut tidak sesuai dengan tuntunan keyakinan kita atau aqidah kita.
Akan tetapi keluh kesah kita tadi yang tidak diizinkan/diperbolehkan mengeluh kepada makhluk agar tidak menghapus pahala, maka bila keluhan kita tersebut kita sampaikan kepada Tabib atau Dokter, maka keluhan kita tersebut tidak membatalkan sifat sabar kita. Karena tabib atau dokter adalah manusia biasa yang tidak mungkin dapat mengetahui apa yang kita alami dan rasakan, mereka membutuhkan informasi yang detail dari kita agar tabib/dokter dapat memberikan obat yang tepat dan akurat. Keluhan kita kepada tabib/dokter adalah keluhan kepada ahlinya, sehingga tidak membatalkan sifat sabar kita. Menerangkan tentang penyakit kita kepada tabib/dokter tidak menghilangkan sabar pada zohir kita.

Berlinangnya air mata saat kita mengalami ujian/cobaan penyakit dan lainnya tidak menghilangkan rasa sabar yang nampak pada zohir kita. Berlinangnya air mata saat mendapatkan musibah, bukan berarti kita tidak dapat berbuat sabar. Semacam meninggalnya anak, saat anaknya yang bernama Ibrahim meninggal, Rasululloh menangis. Syaidina Umar yang terkenal sebagai orang tegar, bertanya kepada Rasululloh: “Wahai Rasululloh mengapa kamu menangis?” Rasululloh menjawab: “Orang yang tidak menangis saat kehilangan orang yang dicintai/dikasihinya, maka orang tersebut termasuk yang keras hatinya.”

Orang tidak dapat dikatakan sabar, apabila di saat mengalami musibah ujian kematian dan lain-lainnya, ia ‘menabok-nabok’ atau ‘menampar-nampar’ ia punya pipi, sebagai tanda ia tidak dapat menerima musibah yang dialami. ‘Menyobek-nyobek’ kantong baju, tetapi ada juga yang memaknai sebagai kerah baju. Tetapi yang dimaksud sebenarnya adalah baju, karena kantong ataupun kerah adalah bagian dari baju. Jadi yang disebut sebagian, tetapi yang dimaksud adalah keseluruhannya. Seperti yang kita ucapkan dalam doa iftitah dalam shalat, kita mengucapkan: “menghadapkan wajahku”,  pada hal yang dimaksud adalah seluruh tubuh/raga kita.

Menangis secara histeris, itupun termasuk hal yang dapat membatalkan sifat sabar. Dan semacam yang seperti itu, misalnya membanting-banting kita punya badan, membentur-benturkan kepala, melukai tubuh dan lain sebagainya.

Sabar itu berat, sabar ringan untuk diucapkan, tetapi berat untuk dikerjakan. Sabar itu pahit seperti zadam, tetapi kesudahannya lebih manis dari pada madu. Keuntungan dari sabar adalah datangnya pertolongan Alloh karena kita telah dapat bersifat sabar.

Pada dasarnya rasa resah dan gelisah itu telah menyakiti kita punya diri. Bila kita resah dan gelisah maka akan timbul stress dan depresi pada diri kita, yang pada akhirnya akan menyebabkan/membangkitkan timbulnya penyakit-penyakit lain. Resah dan gelisah dapat menyakiti dirinya sendiri dan dapat meruntuhkan pahala. Ujian dan musibah yang datang pada kita dan kita tidak dapat menghadapinya dengan sabar, maka hilanglah pahala yang telah Alloh siapkan untuk kita dan justru akan mendatangkan murka Alloh SWT.

Ada sebuah riwayat, ada seorang wanita (al-musyiri) yang tersandung batu sehingga tanggAlloh ia punya kuku kaki. Sebagai manusia biasa, apabila kita mengalami hal semacam itu, tentulah kita akan merasa sakit, dan mungkin akan terucap kata ‘aduh’. Akan tetapi tidak dengan wanita tersebut, setelah mengetahui kuku kakinya lepas, ia bukannya menangis atau mengeluh, tetapi ia malah tertawa, sehingga orang yang melihatnya bertanya: “Mengapa kamu malah tertawa, apakah kamu tidak merasakan sakit?” Wanita tersebut menjawab: “Sesungguhnya ni’mat dan lezatnya pahala karena musibah ini telah menghilangkan dari hatiku pahitnya rasa sakit.”

Kehilangan harta, harta yang telah kita kumpulkan secara susah payah, ternyata hilang karena di curi orang atau di rampok atau karena di tipu orang. Hal ini tentu menyusahkan dan meresahkan hati kita, akan tetapi kita harus mensikapinya dengan sabar, jangan terus-menerus kita pikirkan harta yang hilang hingga timbul stress dan depresi, sehingga timbul berbagai penyakit dalam tubuh kita.

Diriwayatkan ada seorang sholeh, ia keluar dari rumahnya dengan membawa bungkusan yang berisi uang/ barang yang berharga yang ia taruh dalam kantong bajunya. Ternyata setelah ia menyadarinya, isi dari kantong baju tersebut telah hilang, ia tidak resah, gelisah dan marah karena kehilangan uang/barang berharga dari kantongnya, tetapi ia malah berkata: “Semoga orang itu mendapatkan berkah dari harta yang dicurinya.” Ia berfikir bahwa ia membutuhkan harta tersebut, tetapi kemungkinan orang yang mencuri hartanya lebih membutukan atas hartanya tersebut. Sikap-sikap seperti ini yang harus kita tanamkan dalam diri kita, Insya Alloh kita akan mendapatkan gantinya dari Alloh. Akan tetapi orang yang kurang pendidikannya tentu akan berkata: “Sialan….”  “Sial… , uang dari hasil bersusah payah kerja, hilang dicuri maling.”

Bila kita mengeluh, gelisah, tidak menerima, kita ‘tabok-tabok’ kita punya pipi, kita ‘cabik-cabik’ kita punya baju, menangis secara histeris, maka itu semua akan meruntuhkan kita punya pahala dan bahkan akan menyebabkan dosa dan siksa dari Alloh.

Umar Ibnu Khotob, saat ada orang yang datang padanya mengeluhkan tentang adanya cobaan yang datang padanya sehingga menimbulkan kegelisahan dia punya diri. Syaidina Umar berkata: “Jika kamu sabar terhadap ujian dan cobaan yang datang pada kamu, maka akan berlalu itu ujian/cobaan dan kamu akan mendapatkan pahala.”

Tidak selamanya orang akan mengalami kesulitan, ujian/cobaan akan berlalu, bila ia dapat mengahadapinya dengan sabar, maka pahala akan ia dapatkan dari Alloh. Akan tetapi bila kamu resah/gelisah, ujian/cobaan tersebut juga akan berlalu, tetapi kamu akan mendapatkan dosa yang pada akhirnya menghasilkan siksa dari Alloh.

Dan sesungguhnya mengeluh kesana-kemari saat menghadapi ujian/ cobaan kepada makhluk yang tidak dapat memberikan manfaat pada dirinya sendiri (semacam: dukun), maka ia termasuk orang-orang yang bodoh. Terkadang ada sebagian orang yang logika berfikirnya tidak jalan, ingin kaya datang ke dukun, dukun saja hidupnya susah, ia tidak dapat membuat dirinya kaya, hartanya diperoleh dari orang-orang yang berhasil ditipunya, tetapi kita malah datang kepadanya untuk mendapatkan kekayaan.

Kaya dan miskin datangnya dari Alloh, maka hendaknya kita memohon kepadanya, tanamkan dalam diri kita keyakinan bahwa Alloh akan mengabulkan doa kita, terkabulnya kita punya doa bergantung tingkat keyakinan dan kesungguhan kita dalam berdoa serta kedekatan hubungan kita kepada Alloh. Mengeluh berarti kita tidak yakin dengan janji Alloh.

Hendaknya selalu mengingat-ingat sesuatu yang ada di balik kesabaran dalam menghadapi musibah-musibah atau penderitaan atau penyakit atau kemiskinan, bahwa di sana ada pahala yang besar di sisi Alloh SWT, hal ini dapat mendorong kita mencapai maqom kesabaran.

Dan ia harus menyadari betul bahwa Alloh lebih tahu sesuatu yang layak/ pantas yang berlaku atas dirinya sendiri. Meskipun mungkin dirinya tahu, tetapi Alloh lebih mengetahui bahwa dibalik musibah ini ada sesuatu yang membawa kebaikan pada dirinya.

Kita sebagai mu’min sesulit apapun juga, semiskin apapun juga pasti akan mengalami yang namanya ujian. Apabila kita tinggal di lobang tikus sekalipun, pasti kita tidak akan lepas dari ujian Alloh, bila kita sebagai seorang muslim.

Alloh berfirman: “Sungguh kami Alloh akan menguji kamu dengan sedikit dari pada rasa takut (terhadap musuh), kelaparan (karena kekeringan/paceklik), berkurangnya harta (karena kebakaran/ pencurian), hilangnya jiwa (saudara/kerabat kita karena penyakit/ kematian), berkurangnya buah-buahan (akibat serangan hama). Kami akan uji kalian semua hambaku, disitulah kelak kami akan liat apakah kamu wahai hambaku dapat  bersabar atau tidak? Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar atas bala dan musibah yang Alloh timpakan padanya dengan balasan kelak di Syurga.”

Makna dari Ayat Qur’an di atas adalah: Sungguh kami akan uji kamu semua hai orang-orang mu’minun (lelaki/perempuan, kaya/miskin, tua/muda, alim/tidak alim) karena ada hadist yang berbunyi: “Addunya sij’nul mu’min wajannatul kafir.”  “Dunia adalah penjaranya orang mu’min dan syurganya bagi orang-orang kafir.” Maknanya: Seenak apapun ia hidup di dunia, ia tetap dihukumkan di penjara. Karena apabila di nisbahkan dengan kehidupan di akhirat, maka kehidupan di dunia tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kenikmatan dan kemewahan yang akan ia terima nanti di akhirat. Dan bagi orang kafir (orang di luar Islam), sesusah/ semiskin apapun juga mereka hidup di dunia ini, masih lebih baik baginya bila dibandingkan dengan adzab dan siksa yang Alloh persiapkan nanti di akhirat kelak. Semiskin-miskinnya mereka di dunia, mengalami penderitaan/ sakit pula tetapi itu semua masih jauh lebih baik/ ringan bagi mereka bila dibandingkan dengan adzab dan siksa yang menanti mereka di akhirat.

Syukur Alhamdullilah kita menjadi orang mu’min, semoga di akhir hembusan nafas kita, kita masih ditetapkan dalam Iman dan Islam. “Ya Alloh Biha Ya Alloh Biha Ya Alloh Bihusnil Khotimah.”  Siapa orang yang Alloh berikan ni’mat tidak ia hargai dan tidak ia syukuri, lewat begitu saja, ni’mat sehat, ni’mat makan, ni’mat minum, ni’mat berkeluarga, ni’mat punya anak, dan macam-macam ni’mat lainnya, lewat begitu saja, tanpa ia syukuri bahwa itu semua karunia dari Alloh, maka Alloh akan cabut itu semua tanpa ia sadari.

Syech Ibnu Hajar suatu saat sedang berjalan bersama rombongannya dengan mengendarai kuda, dia melintas di padang sahara, dia dihadang oleh pedang minyak yang dekil, kumel, kotor. Pedagang tersebut berkata: “Hai Syech, Nabi kalian pernah berkata: “Dunia adalah penjaranya orang mu’min dan syurganya bagi orang-orang kafir,” tetapi ternyata kenyataannya tidak demikian, anda seorang mu’min, anda berjalan dengan berkuda (saat itu kuda/ onta adalah symbol orang yang kaya), sedangkan kami hanya penjual minyak di padang sahara yang gersang, pakaian kami buruk dan kotor, kami orang kafir ternyata susah sedangkan anda orang mu’min ternyata senang,  berbeda ternyata dengan hadist yang disampaikan Nabi kalian: “Addunya sij’nul mu’min wajannatul kafir.”  Bagaimana dengan kebenaran ini hadist? Syech Ibnu Hajar adalah seorang alim, orang yang luar biasa keilmuannya, dia menjawab: “Ini hadist tidak salah, benar apa adanya, memang begitulah, dunia ini adalah penjara bagi orang mu’min karena apabila kami pulang ke Rahmatullah, kami akan mendapatkan ni’mat yang jauh lebih dari ini, kami akan mendapatkan keni’matan dan kemulyaan yang tidak pernah kami rasakan di alam dunia. Dan kalian susah seperti ini, Syurga untuk kalian alam dunia ini, andaikata kalian kembali ke Rahmatullah dalam keadaan kafir, maka kalian akan mendapatkan penderitaan yang lebih dahsyat dari pada ini, kalian masih untuk seperti ini, susah tetapi masih sehat, bila dibandingkan nanti di akhirat kalian akan di siksa habis-habisan oleh malaikat adzab di akhirat.

Orang yang sabar akan masuk syurga tanpa proses adzab, termasuk hisab, karena hisab adalah bagian dari adzab. Bila kita sabar terhadap bala dan musibah, maka kita akan masuk syurga tanpa proses hisab.

Orang-orang yang sabar adalah orang yang ketika menghadapi musibah yang datang dari Alloh, mereka mengatakan: “Innalillahi wainnaillahi roojiuun.”  Banyak orang yang salah pengertian tentang ucapan: “Innalillahi wainnaillahi roojiuun.”  Karena anggapan mereka ucapan tersebut hanya untuk musibah kematian, padahal ucapan tersebut adalah untuk segala macam musibah seperti kehilangan harta, kehilangan jiwa, kelaparan, rasa takut, jadi tidak terbatas pada kematian saja.

Ungkapan kata: “Innalillahi wainnaillahi roojiuun.”  Adalah kekhususan untuk umat Nabi Muhammad SAW. saja, umat-umat Nabi  yang lain tidak mendapatkannya. Andaikata ada ungkapan kata semacam ini pada umat-umat sebelumnya, niscaya Nabi Ya’qub saat kehilangan Nabi Yusuf ia akan mengucapkan “Innalillahi wainnaillahi roojiuun.” , tetapi Nabi Ya’qub hanya berkata: “ Yaa Assafa” (Aduh menyesal aku). Dalam hadist disebutkan siapa orang yang mengucapkan: “Innalillahi wainnaillahi roojiuun.”  Alloh akan berikan pahala pada orang itu.

Bagi mereka yang sabar Alloh berikan ampunan, rahmat dan ni’mat kepada mereka. Mereka termasuk orang muhta’dun, yaitu orang yang sempurna dalam petunjuk Alloh. Mereka ridho kepada Alloh dalam segala kondisi dan keadaan apapun juga, baik dalam kondisi sakit, susah dan lain sebagainya.

Siapa orang yang selalu melazimkan sabar atas cara/ jalan(yang dituntun oleh kitab ini), kelak Alloh pasti akan memberikan rasa kepada orang ini, lezatnya/ manisnya berpasrah diri kepada Alloh. Apapun yang kita hadapi sebaiknya serahkan/ pasrahkan kepada Alloh. Alloh akan hembuskan/ sejukkan dia punya hati/ punya diri dengan ridho. Ridho adalah maqom yang lebih tinggi dari pada sabar.

2.  Ujian Yang Datangnya Dari Arah Makhluk
Ujian yang tidak menyenangkan kita yang datangnya dari sesama makhluk Alloh yaitu manusia, disakiti badan kita, hati kita, di ganggu kita punya jiwa, di ganggu kehormatan kita, di ganggu harga diri kita, dan di ganggu harta kita. Orang yang meninggal dunia karena mempertahankan hartanya, kemulyaannya dan kehormatannya dihukumkan mati syahid.

Hasil yang terjadi dari kesempurnaan sabar atas hal-hal yang tidak menyenangkan yang datangnya dari manusia adalah dengan cara mencegah/ menahan kita punya diri dari membenci terhadap orang yang telah menyakiti kita jika mereka orang muslim.

Seorang sufi besar yang bernama Ibrahim bin Adham, suatu saat ada yang melintas kepadanya balatentara, mereka menanyakan tempat perkampungan yang penuh dengan bergemerlap dunia, Ibrahim bin Adham menunjuk kuburan, tentara tersebut marah dan menampar/ memukul Ibrahim bin Adham, Ibrahim bin Adhamm tidak marah atas perlakuan tentara tersebut, ia malah mendoakan orang yang menampar/ memukulnya: “Semoga Alloh memberikan pahala yang banyak kepada orang yang memukulku seperti yang aku dapatkan.” Aku bisa menahan sabar, aku tidak ber-reaksi, padahal aku mampu dan aku dapat melampiaskan emosiku. Karena dengan sebab di pukul tersebut dan aku dapat bersabar atasnya, maka aku mendapatkan pahala dari Alloh, tidak layak dan tidak pantas orang yang menjadi sebab aku mendapatkan pahala aku sumpahi, aku marahi dan aku caci-maki. Dapatkah kita berbuat seperti itu?

Jika yang mengganggu kita adalah orang kafir, mungkin tidak seperti itu tuntunannya, balas perbuatan jahat mereka dengan perbuatan yang setimpal, tetapi jangan berlebihan.

Jangan senang/ gembira bila orang lain mendapatkan cobaan/ adzab dari Alloh, jika dia muslim. Jegah/tahan kita punya lidah dari menyumpahkan orang muslim yang menyakiti kita. Jangan balas orang yang menyakiti kita, serahkan saja semuanya kepada Alloh. Jika kita balas dikhawatirkan balasan kita melebihi dari apa yang dilakukan orang lain terhadap kita, sehingga kita menjadi dosa. Serahkan semuanya kepada Alloh, Alloh tidak akan lalai terhadap perbuatan dzolim yang dilakukan seseorang.

Adakalanya hal ini kita sadari, kita sabar, kita tidak balas, kita doakan mereka. Kita hadapi ujian yang datangnya dari orang yang manapun juga dengan kita berpaling/ tidak menimpalinya atau kita maafkan. Bila kita dapat memaafkan, maka hal ini lebih tinggi maqomnya dari sabar, bila kita sabarin berarti kita masih ‘dongkol’/ kesal dengan orang tersebut.

Untuk apa kita disuruh bersabar, lapang dada terhadap gangguan orang lain, kita berpaling atau kita maafkan, karena kita merasa cukup terhadap pertolongan Alloh. Alloh tidak akan lalai terhadap apa saja yang dilakukan orang-orang yang berbuat ddzholim.

Dapat mendorong orang pada maqom kesabaran, dia mesti tahu atau mau mencari tahu dari hadist yang menyatakan tentang keutamaan dari orang yang berbuat sabar/ menahan amarah, sehingga dapatlah ia mencapai maqom sabar seperti yang diuraikan di atas.

Siapa orang yang memaafkan orang yang berbuat dzholim kepadanya, dan dia memperbaiki kembali hubungan dengan orang yang mendzholiminya dengan kata lain dia memaafkan dan dia berbuat baik kepada orang yang mendzholiminya, maka pahalanya/ ganjarannya Alloh yang  tanggung. Alloh pasti memberikan ganjaran pahala terhadap orang yang telah berbuat baik kepada orang yang telah mendzholiminya. Alloh tidak senang/ tidak suka dengan orang-orang  yang berbuat dzholim.

Sungguh orang yang sabar, yang tidak mengambil balasan terhadap orang yang menyakiti/ mendzholiminya, dia maafkan, maka ini terbilang sesuatu hal yang paling utama. Ini suatu hal yang dituntut oleh sya’ra (agama), karena merupakan bagian dari perintah Alloh agar kita bersabar dan memaafkan atas kedzholiman yang dilakukan orang lain terhadap kita.

Suatu saat Ali Zainal Abiddin (cucu Rasululloh), memanggil khodam/ budak/ pembantunya untuk membantu memegang wadah air untuk  membantu dia berwudhu, karena pada saat itu Ali Zainal Abiddin sedang kurang sehat. Pada saat sedang berwudhu tiba-tiba wadah air yang dipegang khodamnya terlepas menimpa mukanya. Ali Zainal Abiddin marah luar biasa hingga merah ia punya muka, akan tetapi kemarahannya tidak sampai terucap/ terungkap di mulutnya. Khodamnya ternyata bukan orang yang bodoh, dia bisa melihat betapa besar kemarahan dari tuannya dengan dilihat dari mukanya yang ‘memerah’. Khodamnya berkata: “Ingat orang-orang taqwa diantaranya adalah orang yang dapat menahan amarahnya.” Mendengar perkataan khodamnya, berobah warna muka dari Ali Zainal Abiddin, hilang warna merah di mukanya. Ternyata khodamnya tidak puas, ia kembali berkata: “Ciri orang yang baik adalah yang mau memaafkan kesalahan orang lain.” Ali Zainal Abiddin berkata: “Aku tahan amarahku, sekarang aku tidak marah, dan aku maafkan engkau.” Khodamnya masih kurang puas, maka ia berkata kembali: “Alloh senang dengan orang-orang yang berbuat baik.” Mendengar hal itu Ali Zainal Abiddin berkata: “Saat ini juga kamu merdeka karena Alloh Ta’ala.” Karena kepintarannya, budak tersebut tidak mendapatkan marah dari tuannya, di maafkan kesalahannya dan di bebaskan/ dimerdekakan dari perbudakan.

Hadist Nabi: “Siapa orang yang menahan amarahnya, padahal ia mampu untuk melampiaskan amarahnya, maka Alloh akan penuhi ia punya hatinya dengan rasa aman dan keimanan.”

Syaidina Hasan RA. ( cucu Rasululloh) suatu saat dimarahi/di maki-maki oleh seseorang, beliau tidak marah, beliau hanya berkata: “Hai saudaraku jika yang kau katakan itu benar, maka Alloh akan balas engkau dengan ganjaran pahala yang berlipat ganda, tetapi jika yang kau katakan tidak benar/ dusta, maka adzab Alloh lebih dahsyat dari pada kemarahanku.”
Suatu saat pernah juga Syaidina Hasan RA. di tabok/ ditampar ia punya muka di hadapan umum, beliau tidak marah, beliau hanya berkata: “Siapa gerangan yang mentaqdirkan kau untuk menamparku? Alloh-lah yang telah mentaqdirkan sehingga engakau bisa menampar aku. Apakah engkau berpendapat bahwa aku akan menolak kodho Alloh? Tidak sepatutnya dan tidak selayaknya aku menolak kodho Alloh.”

Seperti doa yang kita sering ucapkan, yang  artinya: “Kami tidak menolak kodho Alloh, tetapi kami minta kelembutan dalam kodho Alloh.”  Apapun yang terjadi sesuai dengan taqdir dan kodho Alloh, maka kita mesti ber-husnudzon (berbaik sangka). “Siapa orang yang menduga dan mengira bahwa kelembutan Alloh lepas dari taqdirnya, itu menunjukkan su’udzon-nya (buruk sangka) seorang hamba kepada Alloh.”

Apapun penderitaan dan cobaan berat yang menimpa kita itu semua adalah ketentuan / taqdir/ kodho Alloh, akan tetapi jangan sampai kita menyangka dan menduga bahwa apa yang kita alami ini adalah sudah maksimal/ sudah habis-habisan/ sedahsyat-dahsyatnya ketentuan Alloh yang tidak enak yang menimpa diri kita. Bila ada sifat semacam tadi pada diri kita, maka itu menunjukkan bahwa kita sudah ber-su’udzon (ber-buruk sangka) kepada Alloh.

Kelak dihari qiamat nanti ada suara-suara (malaikat) yang memanggil-manggil: “Bangun/ berdiri orang-orang yang pahalanya langsung Alloh tanggung.”  Maka bangkitlah orang-orang yang pandai memaafkan kesalahan orang.

Siapa orang yang melazimkan kesabaran semacam ini, dia dapat menahan amarahnya padahal dia mampu melepaskan amarahnya, maka Alloh hiasi orang semacam ini dengan ahlaq-ahlaq yang mulya. Ahlaq yang mulya adalah pokok dari kemulyaan-kemulyaan yang banyak macamnya dan inti/ dasar untuk mencapai kesempurnaan-kesempurnaan.

Manusia memang Alloh ciptakan gampang marah dan gampang pula ridho. Jadi Alloh tidak mengatakan bahwa seorang mu’min tidak mempunya rasa marah, mu’min tetap mempunyai sifat marah, tetapi cepat pula ridhonya. Seorang mu’min mempunyai sifat marah, tetapi bila mampu maka tahanlah ia punya marah, itu yang terbaik.

Bila tidak mampu untuk menahan marah, maka ada penawar-penawar yang dapat kita gunakan untuk meredam rasa marah yang timbul. Untuk meredam rasa marah yang timbul, maka lakukan hal-hal berikut ini:
-        Apabila rasa marah timbul saat kita dalam posisi berdiri, maka segeralah duduk.
-        Apabila rasa marah timbul saat kita dalam posisi duduk, maka segeralah cepat berbaring.
-        Jika hawa amarah timbul saat kita sedang bicara, maka hendaklah segera diam/ berhenti bicara.
-        Jika hawa amarah timbul saat kita sedang diam, maka bicaralah.
-        Bila rasa marah timbul saat kita sedang mengerjakan suatu pekerjaan, maka segera tinggalkan pekerjaan tersebut.
-        Bila rasa marah timbul saat kamu berada di suatu tempat, maka segeralah tinggalkan tempat tersebut.
-        Untuk meredam hawa amarah dapat juga dilakukan dengan berwudhu.
-        Apabila belum hilang rasa amarah dengan kita berwudhu, maka rasa marah tersebut dapat juga diredam dengan jalan mandi. 

Al Imam Abdullah bin Abbas RA. saat sedang mengendarai kendaraannya (kuda/ onta), tiba-tiba beliau di datangi oleh seorang laki-laki yang menyampaikan khabar bahwa anaknya telah meninggal dunia. Mendengar khabar tersebut Al Imam Abdullah bin Abbas RA. segera turun dari kendaraannya dan beliau segera melaksanakan shalat sebanyak 2 rakaat. Setelah selesai shalat, lelaki tersebut segera mendekati sang imam dan berkata: “Aku merasa heran, mengapa aku khabari engkau tentang kematian anakmu tetapi engkau tidak terlihat resah ataupun gelisah, tetapi engkau malah mengerjakan shalat? Al Imam Abdullah bin Abbas RA. berkata: “Ini merupakan cara-cara untuk meredam kegelisahan dan amarah dengan jalan shalat. Apakah engkau tidak mengetahui tentang firman Alloh SWT.: “Hai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan kepada Alloh melalui sabar dan sholat.” Dan pada ayat yang lain Alloh berfirman: “Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar.”

Dalam sebuat hadist Rasululloh bersabda: “Tidak ada suatu amal/ pekerjaan yang lebih berat timbangannya di mizan di akhirat nanti dari pada perangai/ budi pekerti/ ahlaq yang baik.”  Dan sesungguhnya seorang hamba yang memiliki ahlaq yang mulya akan mencapai/ meraih kedudukan yang sama dengan kedudukan/ pangkat dari orang yang banyak mengerjakan/ melakukan shalat dan puasa sunnah.

Dalam sebuah hadist yang lain, Rasululloh bersabda: “Orang yang paling aku cintai diantara kamu dan yang paling dekat kedudukannya di sisiku kelak di hari Qiamat adalah orang yang paling bagus ahlaqnya.”

Ibnu Mubaroq RA. berkata: “Ahlaq yang baik yaitu muka yang selalu berseri-seri, selalu mencurahkan kebaikan dan dapat menahan diri dari mengganggu orang.”  Pasang kita punya muka selalu berseri-seri bila menghadapi orang, terutama sekali kepada teman-teman/ kawan-kawan kita. Usahakan semaksimal mungkin agar kita selalu dapat menebarkan kebaikan-kebaikan dengan menolong/ membantu kepada hamba-hamba Alloh khususnya kepada kaum muslimin wal muslimat. Dan sekeras mungkin kita kendalikan diri dari mengganggu orang lain, terutama kaum muslimin wal muslimat.

Sekalipun syariat (agama) membuka jalan bagi kita untuk membalas perbuatan dzholim seseorang kepada kita, Siapa orang yang berbuat dzholim terhadap kamu, silahkan balas perbuatan mereka seperti yang mereka lakukan kepada kamu dan jangan berlebihan, akan tetapi yang terbaik adalah kita dapat mengendalikan hawa nafsu amarah kita untuk membalas, meskipun kita mampu dan ada kesempatan untuk membalasnya.

Sewaktu Syaidina Hamzah tewas terbunuh di Perang Uhud dengan kondisi yang begitu mengenaskan, Rasululloh sempat terucap sumpah bahwa ia akan membalas perbuatan orang yang telah membunuh Syaidina Hamzah dengan balasan 70 kali lipat lebih dahsyat dari apa yang dilakukannya kepada Syaidina Hamzah (hal ini merupakan hal yang manusiawi), tetapi pada akhirnya Rasululloh tidak melaksanakan sumpahnya, bahkan beliau memaafkan orang tersebut.

Al Imam Gozali berkata: “Ahlaq yang terpuji adalah suatu kondisi yang mantab dalam jiwa seseorang.”  Apa yang terbit dari jiwa orang ini akan serba baik. Apabila seseorang sudah mantab ahlaq terpuji dalam jiwanya maka akan terbit dari diri orang tersebut pekerjaan yang baik. Ringan baginya untuk berbuat baik, dan mudah baginya untuk memaafkan sesama.

Syahwat adalah segala sesuatu yang nafsu kita condong padanya. Tahan kita punya nafsu dari hal-hal duniawiyah yang sifatnya mubahat ( boleh-boleh saja, bukan makruh ataupun haram). Hasil dari kesempurnaan kesabaran secara bahtin dari pada syahwat adalah mencegah kita punya nafsu dari berfikir/ merenung dari hal-hal duniawi yang bersifat mubah.

Bila ada keinginan agar dapat hidup berlebihan hal itu boleh-boleh (mubah-mubah) saja, akan tetapi bila kita condong terus mengikuti nafsu-nafsu yang mubahat pada akhirnya kita terjerumus dalam mengerjakan hal-hal yang subhat ataupun muharomat (haram).

Ada kewajiban bagi kita dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan (makanan, pakaian, tempat tinggal) untuk diri kita, anak istri kita dan selebihnya adalah mubahat. Dan dapat mendorong kita dalam mencapai kesabaran semacam ini adalah dengan jalan mencegah kita punya diri dari mengejar hal dunawiyah apabila kita sadar atau kita tahu (berilmu).

Bila kita sadar atau kita tahu dan kita tetap mencari suatu hal-hal yang sifatnya mubah, maka hal itu dapat membimbangkan kita punya diri, sehingga kita tidak dapat berkonstrasi dalam beribadah kepada Alloh. Karena sibuk dalam mengejar hal duniawi yang sifatnya mubahat, sehingga tidak sempat beribadah kepada Alloh.

Dunia ini cukup untuk kebutuhan seluruh umat manusia, tetapi dunia tidak akan cukup untuk memenuhi keinginan orang yang rakus terhadap dunia. Semakin banyak dunia yang di dapat, maka semakin merasa kurang. Imam Gozali berkata: “Dunia itu seperti air laut, semakin banyak di minum maka semakin terasa haus.”

Kita harus menyediakan waktu untuk beribadah kepada Alloh, waktu untuk diri kita dan keluarga kita, jangan hanya sibuk untuk mengejar nafsu duniawi saja. Bila kita turuti hawa nafsu kita untuk mengejar dunia yang sifatnya mubah, tentu pada akhirnya kita akan terjerumus dalam mengerjakan hal-hal yang Subhat dan bahkan yang harom.

Menuruti hawa nafsu juga dapat membangkitkan ke toma’-an kita pada dunia. Kita mempunyai keinginan untuk dapat hidup lebih lama di alam dunia. Pada hal untuk orang awam semacam kita tidak dianjurkan untuk hidup lama di alam dunia, karena dikhawatirkan semakin lama kita hidup di alam dunia, maka semakin banyak maksiat kita kepada Alloh. Akan tetapi untuk ulama sholihin meminta di panjangkan umurnya malah lebih bagus, karena umurnya bermanfaat untuk membimbing umat ke jalan kebaikan.

Abu Sulaiman Adarai’ni berkata: “Menyingkirkan atau meninggalkan satu keinginan nafsu saja, lebih manfaat bagi hati dari pada beribadah selama satu tahun lamanya.”  Siapa orang yang melazimkan sabar dengan meninggalkan keinginan nafsu syahwat dunia, maka Alloh akan mulyakan dia dengan jalan Alloh keluarkan kecintaan yang ada dihatinya terhadap kesenangan-kesenangan syahwat duniawiyah. Sampai-sampai dia dapat berkata (sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian ulama sholihin): “Aku ingin mempunyai keinginan untuk meninggalkan apa yang aku inginkan, pada akhirnya aku tidak mendapatkan apa yang aku inginkan.” Dan hanya Alloh-lah yang dapat membuat seseorang menjadi toat. Meskipun kita lelah/cape’ bila ada taufiq dan hidayah dari Alloh, niscaya menjadi ringan bagi kita untuk berbuat toat kepada Alloh.


CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri. Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya Jawab dalam Blog ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini. 
Afwan Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di maklum, terima kasih. 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Diterbitkan dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui E-mail:  hsn_5805@yahoo.co.id

Ingin mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY: http://www.facebook.com/groups/alkifahi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar