Pokok
Bahasan : FIQIH (Mu’amalat)
Judul : Hukum Shuluh (Perdamaian)
Nara
Sumber : Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
HUKUM SHULUH ( PERDAMAIAN )
Syarat
dari Hukum Shuluh (Perdamaian):
1. Shuluh sah
bila ada Iqroor (Pengakuan) dari
terdakwa.
2. Tidak boleh
ada syarat dalam aqad-nya.
Hukum
Shuluh (Perdamaian) ada bermacam-macam, diantaranya:
1. Shuluh
(perdamaian) antara orang muslimin dengan orang kafir.
2. Shuluh
(perdamaian) antara Imam (kepala negara) dengan Bughot (Pemberontak)
3. Shuluh
(perdamaian) antara suami dengan istri bila ada perselisihan.
Shuluh
menurut lughot (bahasa) adalah memutuskan perselisihan/ pertengkaran. Sama saja
dengan yang menggunakan aqad (Ijaab-Qobul) atau tidak, baik pada masalah harta
ataupun yang bukan harta.
Adapun
Shuluh menurut Syara (agama) adalah satu aqad Ijaab-Qobul yang terjadi dengan
sebab Ijaab-Qobul tadi penyelesaian dari permasalahan/ perselisihan.
Syaratnya
Shuluh juga didahului dengan adanya pertengkaran/ perselisihan antara kedua kelompok atau kedua belah
pihak. Syarat sahnya Shuluh adalah
dengan adanya Iqroor (pengakuan) dari mud’da
‘alayh (terdakwa). Misalkan si-terdakwa mengakui bahwa ia telah berhutang
kepada si-fulan sebanyak 10 juta, sedangkan hutang atau uang 10 jutanya disebut
muda’abih. Pengakuan dari terdakwa itulah yang disebut Iqroor, setelah
ada Iqroor baru kemudian ada Shuluh, bila tidak ada Iqroor maka tidak ada
Shuluh. Pengakuan (Iqroor) dari si-terdakwa (mud’da ‘alayh) bahwa ia
mempunyai hutang kepada si-fulan sebesar 10 juta dalam hal harta.
Shuluh ada 2
bagian, yaitu:
1. Shuluh dengan Iqroor (pengakuan)
Adanya pengakuan dari terdakwa (mud’da ‘alayh) bahwa ia mempunyai
hutang kepada si-fulan.
2. Shuluh dengan Bay’yinah (ada bukti) Ba’da Inkar (Menyangkal)
Pada awalnya terdakwa menyangkal
bahwa ia mempunyai hutang, maka disuruh si-terdakwa bersumpah, tetapi ia tidak
mau bersumpah. Sumpah dikemblaikan kepada pemilik uang, dan pemilik uang berani
untuk bersumpah, atau si-pemilik uang mempunyai bukti bahwa si-terdakwa
mempunyai hutang kepadanya, maka disitu dapat berjalan Shuluh, karena itu termasuk Iqroor.
Demikian
juga sah apa-apa yang dapat membawa pada harta/ menjadikan pada harta/
mendatangkan harta/ menyebabkan jadi harta, bukan dengan harta tetapi sesuatu
yang dapat menyebabkan/ menjadikan harta.
Seperti
misalnya sudah tetap hukumnya seorang harus menjalankan hukum Qishosh, maka bagi keluarga yang
dibunuh, yaitu ahli waris mempunyai haq untuk tidak memaafkan si-pembunuh, atau
dapat pula ahli warisnya memaafkan si-pembunuh tentunya dengan membayar diyat. Maka yang mempunyai haq
(ahli waris) dapat men-Shuluh si-pembunuh, yang seharusnya si-pembunuh
menjalani hukum Qishosh, maka diganti
dengan harta, yaitu dengan membayar diyat.
Si-ahli waris berucap: “Aku Shuluh
(berdamai) kepada kamu dari pada Qishosh dengan kewajiban atas kamu membayar
diyat.” Maka Shuluh-nya
sah dan si-pembunuh tidak jadi terkena hukum Qishosh.
Pada
asalnya tidak ada uangnya, tetapi setelah terjadi Shuluh, maka dapat menjadi sah dengan sesuatu yang dapat menjadikan
uang dengan jalan men-Shuluh Qishosh.
Adapun
Shuluh tidak sah bila menggunakan lafadz: bii’. Maka
dengan mengunakna lafadz: “bii’ tuka…”,
maka tidak sah, sedangkan bila menggunakan lafadz: “Shuluh tuka….”, maka baru
sah.
Shuluh
ada 2 macam, yaitu:
1. Shuluh Ibroo
Dibebaskan sebagian hutangnya. Shuluh Ibroo’ adalah: si-pemilik uang mengurangi haq-nya,
misalkan seharusnya si-penghutang harus membayar 10 juta, maka dikurangi hanya
membayar 5 juta saja. Shuluh Ibroo’ yaitu menguranginya si-Shohibul haq (yang mempunyai haq atau pemilik uang)dari haq-nya
berupa uang.
Pada zaman Nabi pernah terjadi hal
semacam ini, Ka’ab bin Maalik meminjamkan uang kepada Abdullah bin Haroth. Keduanya bertengkar di masjid,
hingga suara keduanya terdengar oleh Nabi, maka Nabi memanggil keduanya. Nabi
berkata kepada Kaab bin Maliq: “Hai Kaab…” kemudian Nabi memberikan isyarat,
yang maksudnya adalah meminta agar Kaab bin Maliq memberikan keringanan/
potongan hutang. Maknanya/ maksudnya taruh yang sebagian dan lepaskan yang
sebagian. Kaab mengerti apa yang diperintahkan Nabi, maka Kaab bin Maliq
berkata: “Aku laksanakan perintahmu ya
Rasul.” Kemudian Nabi berkata kepada
Abdullah bin Haroth: “Bangunlah kamu, dan
tunaikan kamu punya kewajiban, membayar separuh dari hutangmu.” Nabi sangat tanggap terhadap perselisihan
diantara kedua sohabatnya, bila tidak cepat ditangani maka perselisihan
diantara mereka dikhawatirkan akan menjadi besar.
Jika mereka sudah Shuluh, maka tidak
sah men-ta’liiq (menggantung) Shuluh
Ibroo-nya dengan syarat, dalam aqad tidak boleh ada syarat, bila diluar aqad
boleh memakai syarat. Misalnya: “Manakala datang awal bulan, maka aku Shuluh
kamu tentang hutan-piutang saya kepada kamu.”
Maka hal itu tidak boleh, karena ada ta’liiq
(menggantung).
2. Shuluh Mu’awadhoh
Shuluh Mu’awadhoh adalah berpalingnya
Shohibul haq dari pada haq-nya. Shohibul haq menukar haq-nya dengan yang lainnya. Misalnya
haq-nya berupa uang atau rumah, tetapi dia berpaling/ menukar haqnya dengan
barang lainnya. Shuluh terbitnya/ datangnya dari pemilik uang, sedangkan Iqroor
terbitnya/ datangnya dari yang mempunyai hutang. Orang yang memiliki uang
men-shuluh kepada orang yang berhutang, ia berkata: “Rumah ini sebagian adalah milik
saya.” Dan si-penghutang (yang menempati rumah) berkata (ber-Iqroor): “Ya,
sebagian rumah ini adalah milik kamu.” Maka yang mempunyai uang men-shuluh
kepada orang yang memanfaatkan rumahnya/ sebagian rumahnya atas suatu benda
tertentu. Orang yang men-shuluh berkata: “Sebagian rumah kamu aku bayar dengan
pakaian sebanyak 1 konteiner (misalnya) dengan harga sekian.” Bila orang yang
di shuluh menerima, maka jadilah shuluhnya, itulah yang dinamakan Shuluh Mu’awadhoh. Dari benda berbentuk
rumah diganti (barter) dengan benda berbentuk lainnya, berupa pakaian. Shohibul haq orang yang mempunyai haq men-shuluh dia atas
sesuatu barang yang tertentu berupa pakaian, motor, mobil atau lainnya. Cara
seperti itu disebut Shuluh Mu’awadhoh dan itu sah.
Setelahnya maka berlaku/ berjalanlah
atas ini shuluh (perdamaian), Hukum Bii’
(Hukum Jual-Beli). Seakan-akan dengan contoh yang telah disebutkan diatas, dia
menjual rumahnya dengan pakaian (barter). Setelah berlaku hukum bii’
dengan terjadinya kesepakatan barter antara rumah dengan pakaian, maka
tetaplah pada barangnya berupa pakaian. Maka berlakulah hukum-hukum bii’
seperti ada Khiyaar Majlis,
Khiyaar Syarath,Khiyaar ‘Aiib.
Khiyaar
‘Aiib yaitu bila ada pakaian yang cacat, maka boleh
dipulangkan dan pemilik pakaian wajib menggantinya. Sebelum di Qobedh,
sebelum diterima itu pakaian, maka belum boleh dijual. Setelah diterima
itu pakaian baru boleh dijual.
Andaikata
ia shuluh (damai) dengan seseorang atas
sebagian benda yang terlihat yang di dakwa. Misalkan si-A men-shuluh
bahwa tanah yang ditempati oleh si-B seluas 200 M2 adalah miliknya.
Dan si-A menyerahkan sebagian tanah tadi
yang seluas 100 M2 kepada si-B, dan sisanya yang seluas 100 M2 lagi
akan digunakan oleh si-A untuk dibangun rumah. Transaksi di atas disebut hibah, bukan disebut bii’ (jual-beli), karena tidak ada tsaman-nya (harganya/ imbalannya).
Karena yang disebut bii’ (jual-beli)
bila si-A menyerahkan tanah, maka si-B menyerahkan uang atau lainnya sebagai
bentuk pembayarannya. Hal di atas disebut hibah tanah (muda’abih) dari mud’daii (yang men-shuluh/ pemilik tanah) kepada mud’da ‘alayh (yang
dishuluh/ yang menempati tanah) atas sebagian tanah yang ditempati. Transaksi
hibah bilamana sudah ada Ijaab-Qobul, maka tidak dapat dibatalkan lagi. Kecuali
hibah seorang bapak kepada anaknya, boleh dibatalkan. Untuk lebih jelasnya
nanti akan dibahas lebih luas pada bab tentang hibah, yang disebut dengan Shuluhul
Hathiithoh. Shuluh dengan
Hathiithoh yaitu sebagian/ mengurangi/ menggugurkan haq-nya. Tidak sah dengan lafadz
bii’ bagi sebagian yang ditinggalkan atau tidak diambil atau dihibahkan, karena
tidak ada tsaman-nya, maka yang dibolehkan adalah dengan lafadz hibah.
Dibolehkan
bagi orang muslim mengeluarkan rausyaan
(jendela) yang menjorok ke luar, disebut juga sebagai janaah (sayap)dari rumah. Rausyaan (jendela), yaitu mengeluarkan
kayu di atas jidaar (dinding) tembok pada syaari’ (jalan) tembus/ jalan umum. Jadi dibolehkan seorang muslim
membangun jendela (rausyaan) atau
semacam sayap (janaah) dengan jalan
mengeluarkan khosyab (kayu) di atas jidaar (dinding) di jalan yang tembus/
umum, dengan catatan tidak membahayakan/ mengganggu orang yang lewat. Akan
tetapi jendela (rausyaan) di angkat/
di pasang lebih tinggi sekira-kira dapat lewat orang yang sempurna
ketinggiannya (tingginya normal) yang berjalan di bawahnya.
Syaratnya
ditambahkan lagi oleh Imam Mawardi bahwa di andaikan di atas kepala orang yang
lewat tersebut ada “junjungan” (barang bawaan di atas kepala) yang ghoolib (biasa). Jadi ketinggian
jendelanya tidak hanya setinggi orang yang normal, tetapi ditambah lagi
ketinggian jendelanya agar orang yang membawa junjungan yang ghoolib (biasa/ umum) tidak mentok bila
melewati itu jendela.
Andaikata
jalan yang tembus tadi tempat berlalunya pengendara kuda dan tempat berlalunya
rombongan unta, maka rausyaan
(jendela)-nya dipasang lebih tinggi lagi sekira-kira dapat lewat dibawahnya al mahmal alal ba’iir, yaitu
rumah-rumahan yang ada di atas punggung unta serta kayu-kayu yang memayungi
mahmal pada unta.
Adapun
kafir dzimi, kafir yang mendapat jaminan dari Negara Islam karena ia
membayar pajak dan mengikuti aturan dari Negara Islam. Kafir dzimi dilarang
membuat bangunan yang menjulur ke luar atau rausyaan
(jendela), saabaath (jembatan), sekalipun ia dibolehkan jalan/lewat di situ pada thorriqin naafidz (jalan yang tembus/
tidak buntu).
Tidak
dibolehkan membuat rausyaan (jendela)
atau membuat banguan keluar dari batas rumah/ tanahnya pada jalan yang menjadi
milik bersama tetapi buntu, kecuali dengan izin syurokaa’ (izin
pemilik/pengembang). Seperti sekarang ini banyak orang membangun rumah semacam
rumah “type cluster”, dan biasanya
disiapkan jalan yang dimanfaatkan bersama (umum). Tidak dibenarkan membangun rausyaan (jendela)pada jalan yang
dimiliki bersama, kecuali dengan izin dari syurokaa’
(izin pemilik/pengembang). Asalnya tanah yang digunakan
sebagai jalan bersama adalah kepunyaan dari pemilik/ pengembang, tetapi sudah
dibebaskan dan digunakan untuk kepentingan bersama, apabila mereka menyetujui,
maka baru boleh dibangun rausyaan (jendela),
jika tidak diizinkan maka tidak dibolehkan.
Yang
dimaksud dengan syurokaa’ adalah orang yang tembus pintu rumahnya ke
jalan. Bukan yang dimaksud dengan syurokaa’, yaitu orang yang menempel
temboknya ke jalan artinya dia membangun rumah tanpa mensisakan/ jarak tanah
kosong antara rumahnya dengan jalan. Orang yang menempel jidaar (dindingnya/
temboknya) pada jalan tanpa ada tembusan jalan. Jadi tidak hanya menempel jidaar (dindingnya/ temboknya) pada
jalan, tetapi ada yang menembus berupa pintunya ke jalan, sehingga ia boleh
membuat rausyaan (jendela). Jika
tertutup semua jidaar (dindingnya/
temboknya) tanpa ada pintu, maka ia tidak boleh membuat rausyaan (jendela).
Tiap-tiap
satu dari pada syurokaa’ (semua syurokaa’), berhaq mengambil
manfaat dari itu darb (jalan). Semua pemilik rumah yang ada dalam
satu lingkungan di jalan yang tidak tembus, berhaq mengambil manfaat dari pintu
rumahnya ke ujung jalan.
Jika
diandaikan di jalan ini ada 3 rumah, pertama rumah Zeid, letak rumah Zeid
berada di paling belakang, di ujung jalan yang buntu. Rumah yang kedua adalah
rumah ‘Amr, berada di tengah-tengah. Dan rumah yang ketiga yang paling depan
adalah rumah Bakar, yang berada di depan jalan.
-
Bakar
berhaq memanfaatkan jalan sampai ke
ujung jalan, dia dapat membuat rausyaan
(jendela), dan dia juga dapat membuka pintu.
-
Sedangkan
‘Amr berhaq memanfaatkan jalan dari pintu rumahnya sampai ke ujung jalan dan
dia tidak boleh memanfaatkan jalan ke arah jalan belakang rumah Zeid, karena
itu merupakan bagian dari Zeid.
-
Sedangkan
Zeid boleh memanfaatkan seluruh jalan karena pintu rumahnya berada di paling
belakang sekali. Misalkan si-Zeid ingin membuat pintu di tengah-tengah dari
rumahnya, maka masih dibolehkan.
Rumah yang berada di tengah tidak
dibolehkan membuat pintu di ujung jalan ke arah rumah yang paling belakang,
kecuali ada izin dari syurokaa’, bila tidak dizinkan maka tidak dibolehkan.
Sedangakan membuat pintu ke arah depan dibolehkan mendekati arah depan pintu
gerbang, karena disitu merupakan haq-nya. Bila pemilik rumah yang berada di
tengah tidak diizinkan membuat pintu ke arah bagian belakang rumahnya, maka dia
dapat shuluh (berdamai) dengan pemilik tanah (syurokaa’) yang merupakan
milik bersama dengan harta (sejumlah uang), maka hal itu dibolehkan (sah).
---ooo000O000ooo---
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum
dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al
Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan
menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran
Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri. Segala
kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini mohon
dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena
keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya
Jawab dalam Blog ini.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al
Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada
al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima kasih
al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir untuk
menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini.
Afwan
Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman
yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak
mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga
mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam
menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di
maklum, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Diterbitkan
dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis
Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui
E-mail: hsn_5805@yahoo.co.id
Ingin
mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook
Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY:
http://www.facebook.com/groups/alkifahi/
The Casino Roll
BalasHapusThe Casino Roll. Casino Roll. Casino Roll is 라이브스코어 사이트 the 꽁머니 토토 online gambling destination where you can indulge in the action, 블랙 잭 애니 winning big on prizes and a lot 룰렛 게임 more. 먹튀 검증 먹튀 랭크 Roll Casino