Selasa, 18 Agustus 2015

TASAWUF - Wasiat-Wasiat Alloh (Bagian ke-2)



Pokok Bahasan     :  TASAWUF
Judul                    :  Wasiat-Wasiat Alloh (Bagian ke-2)
Nara Sumber        :  Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf


Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Orang yang beraqal juga mampu membagi waktu hidupnya dalam sehari atas 4 bagian waktu:
1.    Satu waktu digunakannya untuk bermunajat, berdoa, dan berziqir kepada Tuhannya. Menjelang shubuh kita bangun untuk shalat, dzikir, dan amalan-amalan ibadah lainnya. Jangan kita habis waktu kita hanya untuk mencari dunia, dunia hanya sesaat, dan dunia adalah kesenangan yang menipu.
2.    Satu saat lagi digunakannya untuk menghisab diri, merenung, mengkalkulasi diri, usia sudah sekian tahun, amal ibadah apa yang sudah kita lakukan sebagai bekal untuk menghadap kepada Alloh SWT. Setelah kita hisab/ perhitungkan amal kita, kemudian kita segera bertobat kepada Alloh atas segala dosa yang kita lakukan di masa lalu  dan segera meninggalkan dosa-dosa yang pernah kita kerjakan. Setelah bertobat maka segera mengerjakan amal-amal sholeh di sisa-sisa umur kita. Alloh berfirman: “Taqwalah kepada Alloh dan hendaknya setiap jiwa memperhatikan dan memilih apa yang akan dia bawa untuk bekal di hari kemudian.”  
3.    Satu saat lagi digunakan untuk mengunjungi kawan-kawannya ataupun saudara-saudaranya, apalagi kawan-kawannya adalah “ahlil ilim”, orang sholeh, orang yang dapat mengajak kepada kebaikan, orang yang dapat menunjukkan/ memperlihatkan kekurangan diri kita. Kita terkadang dalam hidup ada kekurangan kita, tetapi kita tidak dapat melihat kekurangan diri kita tersebut, dari kawan/ saudara kita itulah yang akan menunjukan kepada kita kekurangan-kekurangan kita. Misalkan ada orang kaya yang berteman dengan orang sholeh, maka orang sholeh dapat menunjukkan kepada orang kaya tersebut, bagaimana cara orang kaya tersebut dalam menunaikan zakatnya. Seperti yang banyak sekarang orang fahami, mengeluarkan zakat setiap bulan. Dalam Islam tidak dikenal adanya zakat bulanan atapun zakat profesi. Ada sebagian orang yang salah dalam pengertiannya, mereka mengeluarkan zakat tiap bulan untuk membantu faqir miskin, itu bukan termasuk zakat, tetapi hanya sekedar infaq semata. Setiap orang mesti ada pemandunya, sehingga kita tahu kelemahan dari ilmu kita. Terus menjalin silaturahmi kepada mereka, jangan putuskan hubungan yang sudah ada. Kita mesti bersyukur mendapatkan teman seperti mereka, yang berani dan tulus membimbing kita ke jalan kebaikan.
4.    Satu saat lagi digunakan untuk melakukan keinginannya (syahwatnya). Kita sebagai manusia ada keinginan untuk beristirahat, bersenang-senang dengan keluarga, dan lain-lain. Berikan waktu bagi nafsu/ keinginan kita yang mubahah (boleh-boleh saja), agar tidak timbul kejenuhan. Jangan selalu fokus terus pada kesibukan rutinitas pekerjaan kita, tanpa mengikuti kehendak dirinya yang mubahah (bukan yang haram), sehingga pada akhirnya timbul kejenuhan dan pada akhirnya ditinggalkan semua kebaikan-kebaikan yang telah rutin dikerjakannya.

Dalam kitab Taurot, Alloh berfirman: “Hai Manusia, jangan kamu lemah (bermalas-malas) berdiri di hadapan Alloh (dalam keadaan Shalat), AKU (Alloh) yang akan menghampirkan diri kepada kamu, jika kamu mau menghadap (shalat/ munajat) kepadaKU. Dalam keadan ghoib kamupun dapat melihat cahayaKU.”  Bagi waktu kita, setelah mengerjakan shalat yang wajib, sediakan waktu juga untuk mengerjakan  shalat-shalat yang  sunnah, seperti qiyamul lail, taubah, dhuha dan lain sebagainya. 

Dalam sebagian kitab yang Alloh turunkan, dalam kitab Zabur, Alloh berfirman: “Hai manusia, AKU ciptakan kamu untuk beribadah kepadaKU.”
Meskipun yang kita kerjakan sifatnya dunia, tetapi niatkan untuk ibadah, seperti mencari nafkah untuk keluarga, membantu tetangga, membayar sekolah anak, membantu kepeluan agama dan lain sebagainya, maka niatkan itu semua untuk ibadah kepada Alloh, sehingga apa yang kita kerjakan semuanya mendapatkan ganjaran pahala dari Alloh. Jangan kita sia-siakan waktu hidup di dunia untuk bermain-main, hidup di dunia tidak lama, jangan hanya kita gunakan untuk bersenang-senang saja. Waktu yang sudah berlalu tidak akan kembali, belum tentu umur kita sampai untuk mencapai dengan apa yang kita inginkan/ harapkan/ angan-angankan. Manfaatkan waktu sewaktu kita masih hidup, masih sehat, dan masih luang waktu. Karena suatu saat nanti, pasti kita akan merasakan kesehatan semakin berkurang (semakin lemah) dan waktu semakin terasa sempit (sibuk). Sekarang waktunya kita masih sehat, manfaatkan waktu untuk beribadah kepada Alloh.

Alloh menjamin rizki kita, “Tidak ada binatang yang melata di alam permukaan bumi ini melainkan Alloh jamin rizkinya.”  Jangan kita buat diri kita lelah untuk mencari dunia, cari hanya sekedar untuk kebutuhan diri, anak dan istri dan untuk perjuangan agama. Jangan sampai waktu kita habis untuk mencari dunia, sehingga tidak ada waktu kita untuk beribadah kepada Alloh. Alloh menjamin rizki kita, tetapi Alloh tidak menjamin kita masuk Syurga. Tidak ada kewajiban bagi Alloh memasukkan kita ke Syurga. Terkadang orang tua khawatir bila memasukkan anaknya ke pondok pesantren salaf (hanya khusus membaca kitab dan mempelajari ilmu agama saja), mereka khawatir dengan masa depan anaknya, bagaimana nanti bila ingin kerja? Mana ijazahnya? Berarti mereka tidak yakin dengan jaminan dari Alloh.

Alloh berfirman: “Hai anak Adam (manusia), cari AKU (Alloh), pasti kau akan dapati AKU. Bila kamu sudah mendapatkan AKU (Alloh), maka kau akan mendapatkan apa yang kau mau. Jika kamu tidak mencari AKU, maka akan hilang segala sesuatu dari kamu. Maka AKU-lah Zat yang paling layak kamu cintai dari segala sesuatu. ” 
Pelajari ilmu-ilmu Alloh nanti kau akan dapati itu Alloh, bagaimana Alloh? Bagaimana sifat-sifat Alloh? Mana yang Wajib, mana yang Mustahil dan mana yang Ja’iz ? Cari Alloh dengan jalan kita ibadah kepada Alloh, kita riyadhoh, pasti kita akan menemukan Alloh. Dapat kita baca di Koran-koran (Republika), cerita pengalaman  tentang mu’alaf yang mencari Alloh, sehingga pada akhirnya mereka menjadi muslim yang taat. Bila kita mau mencari Alloh, maka nanti akan mendapatkan Inayah Alloh. Setelah kita mendapatkan Alloh, maka apa yang kita mau akan kita dapatkan, segala hajat kita akan terpenuhi, Alloh akan memberikan jalan/ kesempatan/ kemudahan bagi kita. Bila kita tidak mencari Alloh, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Sehingga saatnya kita pulang ke Rahmatullah, kita tidak mempunyai bekal amal untuk di bawa ke hadapan Alloh.

Semua (anak, istri, orang tua dan lain-lain), harus di bawah kecintaan kita kepada Alloh. Alloh harus di atas segalanya, Alloh-lah yang paling layak dicintai dari segala sesuatu.

Alloh berfirman: “Wahai anak Adam (manusia), AKU lah Alloh yang menyatakan bagi sesuatu: Kun faya kun. Taati AKU, maka kamupun dapat menyatakan bagi sesuatu:  Kun faya kun.”
Dengan ucapan “Kun faya kun” maka segala sesuatu yang Alloh kehendaki maka akan terjadi. Untuk menciptakan/ mengadakan sesuatu Alloh tidak memerlukan waktu, lain halnya dengan manusia yang membutuhkan waktu. Bila kita mentaati Alloh, maka Alloh akan memberikan kita karomah (kekuatan, penglihatan, pendengaran), sehingga apa yang kita inginkan dapat segera terwujud. Penglihatan dan pendengaran kita tidak terhalang oleh dinding ataupun jarak. Bila antara kita dengan Alloh sudah tidak ada pengahalang/ hijab, maka sangat mudah bagi kita berpindah dari satu tempat ke tempat lain hanya dengan sekejapan mata.

Ada cerita di zaman dahulu, saat masih dalam kondisi negara kita masih di jajah oleh Belanda, Al Habib Mustofa Al Bahar untuk menghindari dari sergapan tentara Balanda dan beliau ingin menyebrangi sungai, pohon kelapa tiba-tiba tunduk dan menjadi jembatan bagi beliau untuk dapat menyebrangi sungai tersebut. Dan karomah lain dari Al Habib Mustofa Al Bahar adalah saat tentara Belanda menembak beliau, tidak terdengar suara tembakan tetapi yang terlihat hanya kepulan asap saja. Sedangkan  karomah dari Kyai Nur Ali, apabila beliau di tembak oleh tentara Belanda, maka hanya terdengar suara letupan senjata, tetapi peluru tidak mengenai badan beliau. Itulah karomah-karomah orang alim di zaman dahulu, tidak ada hal yang mustahil dapat terjadi di zaman ini, bila kita mau dan berusaha untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT.

Kita harus waspada (jangan lengah) terhadap Iman-Islam kita dan anak-cucu (keluarga) kita dan Iman-Islam sahabat-sahabat kita. Alloh memerintahkan kepada kita hambanya, agar selalu waspada jangan sampai kehilangan Iman-Islam kita. Insya Alloh kita saat ini masih hidup di tengah-tengah lingkungan majlis-majlis ilmu, terselamatkan Iman-Islam kita dari kekufuran, kemunafiqan dan lain-lainya. Karena kita selalu mendapatkan tuntunan melalui kitab-kitab yang dikarang oleh ulama-ulama Syalaf kita. Yang harus kita pikirkan dan waspadai adalah anak dan cucu kita ke depan, setelah kita masuk ke alam kubur, bagaimana Iman-Islam mereka? Biar ada pandangan kita ke depan, jangan hanya memikirkan urusan dunia saja. Kita harus waspada banyak program-program terselubung yang akan merusak Iman dari Umat Islam.

Nabi Yaqub AS. disaat akan menghembuskan nafas yang terakhir, beliau mengumpulkan anak-anaknya seraya berkata: “Apa yang kalian akan sembah setelah aku tidak ada di alam dunia ini? Anak-anaknya (yang sudah mendapatkan pendidikan agama dari ayahnya) menjawab: “Wahai ayah, engkau tidak usah khawatir, kami akan tetap menyembah Tuhanmu (menjalankan Toriqoh yang kamu jalankan dahulu), Tuhan bapak-bapak kamu, Tuhan kakek-kakek kamu dan Nabi-Nabi sebelum kamu Nabi Ibrahim, Ismail dan Ishaq.”
Nabi Yaqub AS. sangat khawatir, resah dan gelisah ia punya hati, andaikata ia sudah tidak ada di alam dunia, bagaimana ke-Imanan anak-anaknya? Amaliah anak-anaknya? Toriqoh anak-anaknya? Apakah sama dengan Toriqoh dan Amaliah yang dijalankan olehnya. Bila anbiya ada rasa khawatir, tentunya kita harus lebih khawatir lagi.

Alloh berfirman kepada Nabi Musa AS.:“Hai Musa, jauhkan/ hindari dari kamu dunia, tempat tinggal/ berkumpulnya orang-orang zholim, dunia bukan tempat yang layak untuk kamu. Silahkan ambil sesuai kebutuhan kamu dan keluarkan keinginan kamu dari pada dunia.”
Yang disebut dunia adalah yang lebih dari kebutuhan kita, jadi apa yang kita cari untuk mencukupi kebutuhan nafkah anak dan istri, maka itu bukan termasuk dunia.

Zuhud adalah kau meninggalkan sesuatu yang kau tidak butuhkan dari pada dunia sekalipun itu halal. Kesempatan dan peluang ada untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya, tetapi karena melebihi dari kebutuhannya, maka tidak diambilnya. Dunia halalnya saja ada hisabnya (perhitungannya) dan haramnya ada adzabnya (siksanya). Orang bila sudah di hisab, berarti ia sudah mendapatkan hukuman dari Alloh.

Jangan ada keinginan mendapatkan dunia sebanyak-banyaknya, pisahkan hati kamu dari pada dunia. Silahkan capai dunia sehingga dunia ada dalam genggamanmu, tetapi jangan taruh dunia dalam hati kamu. Seburuk-buruknya tempat adalah dunia.

Dunia Alloh berikan kepada orang yang Alloh sukai/ cintai dan dunia juga Alloh berikan kepada orang yang tidak Alloh sukai/ cintai.  Kepada orang mu’min Alloh berikan dunia dan kepada orang kafirpun Alloh berikan dunia. Sedangkan untuk agama/ ilmu, tidak semua orang Alloh berikan agama/ ilmu, kecuali kepada orang-orang yang Alloh sukai/ cintai dari pada orang-orang baik.

Dalam Hadits yang lain, Nabi bersabda: “Alloh bagi diantara kamu, ahlaq-ahlaq kamu, sebagaimana Alloh membagikan rizky diantara kamu. Siapa orang yang Alloh berikan agama menjadi pedoman/ pegangan hidupnya, maka berarti orang itu telah Alloh sukai/ cintai-NYA.”

Dalam Hadits Qudsy, Alloh berfirman: “Hai dunia, siapa orang yang berkhidmat/ melayani AKU (Alloh), maka layani dia. Dan siapa orang yang berkhidmat kepadamu (dunia), maka perbudak dia.”
Orang yang berkidmat kepada Alloh dengan jalan beribadah kepada Alloh dan menjauhi larangannya, maka dunia akan melayani dan mencukupi kebutuhan mereka. Sedangkan orang yang berkhidmat kepada dunia, orientasinya hanya untuk mencari dan menumpuk dunia, maka mereka akan diperbudak oleh dunia dengan jalan fikirannya hanya fokus untuk terus mencari harta yang belum di dapatnya dan berusaha keras agar harta yang telah didapatnya tersebut tidak lepas/ hilang darinya.

Alloh berfirman kepada Nabi Musa AS.: “Hai Musa, sesungguhnya AKU (Alloh) ini selalu mengintai/ mengawasi orang-orang yang zholim, hingga AKU ambil tindakan dari orang zholim tadi untuk orang yang di zholiminya.”
Alloh akan mengambil tindakan kepada orang yang zholim atas sesuatu apapun juga yang dilakukannya/ diambilnya untuk dikembalikan kepada orang yang telah di zholiminya. 

Alloh berfirman kepada Nabi Musa AS.: “Hai Musa, bila kamu melihat dan menyaksikan kekayaan sudah datang kepada seseorang, maka katakan kepadanya itu adalah suatu dosa yang dipercepat siksaannya di alam dunia. Sebaliknya bila kamu melihat kefaqiran datang kepada seseorang, maka katakan kepadanya selamat datang dengan lambangnya orang-orang sholeh.”
Bila kekayaan sudah datang menghampiri seseorang, maka itu adalah dosa yang dipercepat siksanya di alam dunia. Tetapi yang dimaksud kekayaan (dunia) disini adalah kekayaan yang melebihi dari kebutuhan kita. Jadi silahkan cari dunia sebanyak-banyaknya, tetapi selebihnya dari kebutuhan kita, kita salurkan kepada faqir-miskin dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang membutuhkan bantuan. Jadikan dunia hanya ada di kantong/ saku, dan jangan memasukan dunia ke dalam hati. Jadi yang dimaksud “dosa yang dipercepat siksanya di alam dunia” adalah: bagi orang-orang yang diberikan kekayaan tetapi dia tidak bisa mengelolanya dengan baik sehingga semakin kaya ia semakin pelit, tidak mau mengeluarkan zakat dan berinfaq kepada yang membutuhkan.
Banyak orang-orang sholeh yang diberikan kekayaan, ia tidak pelit untuk menyalurkannya kembali kepada orang-orang yang membutuhkan. Nabi tidak takut umatnya menjadi orang faqir, tetapi yang Nabi takutkan bila umatnya berlomba-lomba mencari dunia, karena dikhawatirkan akan terbang keimanannya.

Hadist Nabi: “Kebinasaan umatku pada 2 (dua) hal saja yaitu meninggalkan menuntut ilmu dan menumpuk-numpuk harta.” 
Menuntut ilmu tidak mau, tetapi mencari harta tidak kenal waktu, yang tidak ada di cari, yang sudah ada digenggamnya kuat-kuat agar tidak lepas.
Jangan kita menghimpun-himpun harta, karena dalam harta kita ada haqnya orang-orang tidak mampu (faqir/miskin). Menghimpun harta dapat membuat keras hati kita, tidak mau mengikuti tuntunan Alloh dan Rasul-Nya, dan tidak mau dekat kepada ulama-ulama Sholihin.

Alloh berfirman kepada Nabi Musa AS.: “Hai Musa, jangan kau lupa kau menyebut/ mengingat (Dzikir) kepada AKU (Alloh), disaat orang lupa/ tidak mengingat kepada AKU, maka akan timbul banyak dosa-dosa.”
Disaat orang tidak mengingat (Dzikir) kepada Alloh, maka akan timbul banyak dosa-dosa. Bila kita terus ingat kepada Alloh tentunya kita akan terhindar dari berbuat dosa.

Alloh berfirman kepada Nabi Musa AS.: “Hai Musa, katakan oleh kamu kepada orang-orang yang zholim, jangan dia ingat kepadaKU, manakala mereka mengingat AKU tetapi terus berbuat zholim, AKU akan ingat mereka dengan laknatKU. AKU (Alloh) telah sumpah pada DIRIKU, untuk menyebut orang yang menyebut AKU dan mengingat orang yang mengingat AKU. ”
Bila dia mengingat Alloh tetapi dia tetap berbuat zholim, maka berarti dia telah melecehkan/ menghina Alloh. Maka bila mereka dzikir kepada Alloh, maka Alloh laknat mereka. Karena disamping ia berdzikir kepada Alloh, disaat yang sama ia juga terus berbuat zholim.

Alloh mewahyukan kepada sebagian Nabi-Nabi-Nya AS.: “Hai NabiKU katakan kepada kaummu/ umatmu, jangan mereka memasuki (bergabung) di tempat-tempat musuh-musuhKU, dan jangan memakai pakaian musuh-musuhKU, dan jangan menaiki kendaraan musuh-musuhKU dan jangan memakan makanan musuh-musuhKU, maka pada akhirnya mereka akan menjadi musuh-musuhKU sebagaimana musuh-musuhKU.”
Jangan kita bergabung dengan orang-orang yang menjadi musuh Alloh. Musuh-musuh Alloh dapat kita kenali, seperti mereka yang berada di Parlemen, mereka yang menetang diberlakukannya UU tentang Anti Pornografi, UU tentang Peredaran Minuman Keras, UU tentang Zakat, dan Undang-Undang Syariah lainnya. Mereka yang menentang diberlakukannya Undang-Undang Syariah yang semacam itu termasuk musuh-musuh Alloh. Terkadang mereka menyetujui juga diberlakukannya Undang-Undang Syariah tersebut, tetapi Undang-Undang tersebut telah mereka“kebiri” sehingga penafsiaran hukumnya menjadi multi-tafsir, sehingga sangat sulit bagi alat Negara (seperti Kepolisian dan Kejaksaan) untuk mengambil tindakan hukum apabila terjadi pelanggaran.
Jangan memakai pakaian-pakaian dari musuh-musuh Alloh. Aritnya kita jangan berprilaku/ bertindak / berbuat seperti prilaku dari musuh-musuh Alloh. Seperti memakai pakaian-pakaian dari musuh Alloh yang tidak menutup aurot.
Jangan kamu menaiki kendaraan dari musuh-musuh AKU, partai politik adalah termasuk sebagai kendaraan/ alat untuk mencapai tujuan.
Jadi kesimpulannya, jangan kita berprilaku, bertindak, bersikap, bertutur kata sama dengan prilaku, tindakan, sikap dan tutur kata dari musuh-musuh Alloh. Karena bila itu kita lakukan, maka pada akhirnya kita akan termasuk ke dalam golongan dari musuh-musuh Alloh tersebut.

Alloh mewahyukan kepada Nabi Daud AS.: “Hai Daud jadilah kamu tentram/ tenang saat dekat dengan AKU. Dan hendaknya kamu merasa resah dan gelisah selain dengan AKU.”
Disaat mengingat Alloh (dzikir kepada Alloh) hendaknya kita merasa tenang/ tentram. Dengan sebab kita dzikir kepada Alloh akan tenang kita punya hati. Disaat hati kita sedang gundah, resah dan gelisah, maka bila kita membaca dzikir, tasbeh, membaca Qur’an, maka hati kita akan tenang. Kita akan resah dan gelisah bila kita bersandar kepada selain dari Alloh

Alloh mewahyukan kepada Nabi Daud AS.: “Hai Daud, katakan oleh kamu kepada orang-orang shidiqin, hendaknya mereka bergembira dengan sebab dekat dengan AKU dan hendaknya mereka bersenang-senang dengan dzikir kepada AKU.”
Orang Shidiqin adalah orang yang sejalan antara tutur katanya dengan perbuatannya. Orang Shidiqin kedudukan/ derajatnya setelah para Nabi-Nabi. Hendaknya kita senang bila berada di Majlis Dzikir (Majlis Ilmu).

Alloh mewahyukan kepada Nabi Daud AS.: “Hai Daud, buatlah AKU ini dicintai oleh hamba-hambaKU. Daud berkata: Wahai Tuahanku, bagaimana cara aku membuat ENGKAU dicintai dan  dirindukan  oleh hamba-hambaMU? Alloh berfirman: Caranya agar mereka cinta kepada AKU ingatkan kepada mereka akan ni’mat-ni’matKU.”
Dalam diri kita saja banyak ni’mat-ni’mat Alloh, seperti ni’mat mata, ni’mat telinga, dan ni’mat lainnya, bila kita menyadarinya maka kita akan bersyukur dan cinta kepada Alloh.

Alloh mewahyukan kepada Nabi Daud AS.: “Hai Daud, siapa orang datang kepadaKU dengan cepat maka AKU catat dia terbilang orang yang cermat dan bijaksana.”
Manakala datang  panggilan Alloh kepada kita untuk ibadah kepada Alloh, seperti panggilan waktu Shalat 5 waktu, waktu mengaji, dll. Orang yang cermat dan bijaksana dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan segera mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk.

Alloh berfiman kepada Nabi Daud AS. : “Hai Daud, bila kamu melihat/ menyaksikan seorang hamba-KU yang sedang mencari Ridho AKU, jadilah engkau pelayan baginya.”  Tentunya perintah ini tidak hanya dikhususkan kepada Nabi Daud AS. saja, melainkan juga berlaku kepada kita. Seseorang yang sedang menuntut ilmu termasuk ibadah dalam mencari Keridhoan Alloh, maka jadilah engkau sebagai khodamnya, layani kebutuhannya/ keperluannya. Orang yang menuntut ilmu termasuk orang yang jihad di jalan Alloh, siapa orang yang membatu orang yang sedang jihad, berarti dia turut ber-jihad di jalan Alloh pula. Misalkan ada orang yang tidak mampu, tetapi ia mempunyai keingan yang kuat dalam menuntut ilmu, bila kita ada kelebihan harta, maka bantu mereka dalam menyediakan kitabnya, biayanya dan lain-lainnya. Bila kita membantu mereka, maka kita akan mendapatkan pahala jihad pula, sama seperti pahala orang yang jihad dalam menuntut ilmu tersebut. Apalagi saat ini ulama-ulama semakin banyak berkurang, maka investasi akhirat bagi orang-orang kaya adalah dengan mengambil orang-orang dari kampung-kampung untuk di didik di Pondok-Pondok Tradisional/ Syalaf untuk mendalami ilmu-ilmu agama, agar pada saatnya nanti mereka dapat meneruskan ‘estafet’ perjuangan ulama-ulama sebelumnya, paling tidak kita dapat menitipkan anak-anak dan cucu kita untuk menuntut ilmu kepada mereka. Saat ini banyak orang-orang yang kurang pandai dan mengerti dalam membaca kitab-kitab. Banyak mubaligh-mubaligh di podium begitu berapi-api dalam menyampaikan ceramah, tetapi terkadang salah dalam menyampaikan/ menafsirkan Ayat-ayat Qur’an dan Hadist Nabi, hal ini dikarenakan kurangnya ilmu mereka. 

Alloh berfiman kepada Nabi Daud AS. : “Hai Daud, jangan kau bertanya/ belajar  tentang AKU (Ilmu-ilmu Alloh) kepada orang alim yang sudah dibuat mabuk oleh dunia.”  Jangan kita belajar Tauhid, Fiqih, dan ilmu-ilmu lainnya kepada orang alim yang hati dan fikirannya selalu tertuju kepada dunia.
Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Jabier RA. : “Jangan kamu duduk/ menuntut ilmu kepada sembarang orang alim.”  Lihat bagaimana Bawaannya, bagaimana Toriqohnya, bagaimana Aqidahnya dan lain-lainnya. Kecuali kepada orang alim yang mengajak kamu dari 5 perkara menuju kepada 5 perkara:
1.  Dari Syaq (ragu) Menuju Kepada Yaqin.
Pada awalnya kita ragu tentang aqidah dan permasalah-permasalahan lainnya yang menyangkut agama seperti tentang Tauhid, Fiqih dan lain sebagainya. Bila setelah kita duduk di majlisnya, maka semakin bertambah ke-yaqin-an kita, tentang hukum-hukum Islam ataupun tentang Aqidah dan permasalah-permasalahan agama lainnya. Ulama dan orang alim yang semacam ini yang wajib dan perlu kita tuntut ilmunya. Meskipun kita sudah dapat membaca kitab, akan tetapi terkadang kita masih ragu dengan pemahaman kita sendiri, untuk itu kita perlu mendatangi ulama-ulama lain, kita cocokan pemahaman kita dengan pemahaman dari ulama-ulama lain. Alloh menyatakan: “Diantara orang alim pasti ada yang lebih alim lagi.”
2.  Dari Riya Menuju Ikhlas.
Dari bermacam-macam ibadah yang kita kerjakan selalu diselubungi oleh sifat Riya, ingin dipuji/ dilihat/ didengar orang amal ibadah yang kita kerjakan. Setelah kita duduk mengaji kepada ulama tersebut, dia mengajak kita untuk meninggalkan Riya menuju kepada keikhlasan dalam mengerjakan bermacam-macam ibadah kepada Alloh.
3.  Dari Cendrung Kepada Dunia menuju Sifat Juhud
Dari semula kita yang cendrung kepada dunia menuju kepada sifat Juhud, menerima apa adanya sehingga kita tidak memfokuskan waktu dan tenaga kita hanya untuk mengejar urusan dunia.
4.  Dari Sifat Qibir (Sombong) Menuju Sifat Tawadhu (Rendah Hati)
Setelah kita menuntut ilmu kepadanya, Ulama tersebut mengajak kita untuk menjauhi sifat Qibir (Angkuh/ Sombong) menuju kepada sifat Tawadhu (Rendah hati). Ulama semacam ini yang membentuk watak kita dari yang tidak baik menjadi baik, ulama-ulama semacam ini yang mesti kita tuntut ilmunya.
5.  Dari ‘Addawah (Perselisihan) Menuju Nasihah (Tulus Hati)
Ulama yang dapat meredam kita punya perselisihan/ pertengakaran/ perbedaan pendapat antara kita dengan saudara kita, sehingga kita berprilaku tulus bathin dan hati kita, serta dapat menerimanya sebagai ketentuan dari Alloh.

Bila kita menemukan ulama yang sudah mabuk dengan urusan dunia, jangan kita tuntut ilmunya, jangan bertanya kepadanya tentang permasalahan-permasalahan agama. Mareka akan memberikan jalan shaq (keraguan) dari jalan menuju kepada Alloh. Apa yang disampaikannya justru akan menyesatkan kita dari jalan Alloh. Mereka adalah “pembegal-pembegal” (perampok/ penyamun) hamba-hamba Alloh yang akan menuju kepada jalan menuju kepada Alloh SWT.

Dalam suatu riwayat, disebutkan dalam sebagian hadits, ada seseorang yang selalu mulajamah mendampingi Nabi Alloh Musa AS. hingga dia dapat mengambil banyak ilmu dari Nabi Musa AS. Setelah dia menjadi alim, mulailah dia berda’wah dan pada awal da’wahnya dia selalu mengatakan: “Nabi Musa Kalimullah telah mengatakan pendapat kepada kami….” Sehingga pada suatu saatnya dia menjadi orang yang kaya raya, dan setelah sekian lama dia tidak mendampingi lagi Nabi Musa AS., Nabi Musa bertanya tentang keberadaan orang tersebut. Pada akhirnya datanglah seorang laki-laki kepada Nabi Alloh Musa AS. dengan membawa/ menarik seekor babi dengan menggunakan tambang berwarna hitam. Nabi Musa AS. bertanya kepada lelaki yang membawa babi tersebut: “Mengapa engkau membawa seekor babi di hadapanku? Dan apakah engkau mengetahui keberadaan dari orang yang dahulu sering mendampingi/ menyertai kemana aku berda’wah.” Lelaki tersebut menjawab pertanyaan Nabi Musa AS.: “Ya, aku mengetahui keberadaan orang tersebut. Inilah orang yang yang dahulu selalu mendampingi da’wahmu, sambil ia menunjuk kepada babi yang dibawa bersamanya.” Nabi Alloh Musa memohon  kepada Alloh: “Wahai Alloh, kembalikanlah orang ini kepada bentuknya semula, agar aku dapat bertanya kepadanya: “Apa sebabnya ia dapat menjadi babi, padahal ia selalu mendampingi aku dalam berda’wah? Kemudian Alloh mewahyukan kepada Nabi Musa: “Hai Musa, andaikata engkau meminta kepada AKU, sebagaimana apa-apa yang telah di minta oleh Nabi Adam AS. dan Nabi-nabi setelahnya (bertawashul), maka pasti AKU tidak akan mengembalikan orang tersebut kepada kondisi/ keadaan seperti semula. Tetapi AKU akan memberitahukan kepadamu tentang sebab orang ini AKU hukum menjadi seekor babi, karena dia mencari dunia dengan jalan agama.” Agama dijadikannya sebagai alat untuk mencari keduaniaan.

Jangan kita menuntut ilmu kepada sembarangan ulama, carilah ilmu kepada ulama-ulama Sholihin. Nabi bersabda: “Ilmu itu sebagai pegangan/ agama, lihatlah dari siapa kau akan mengambill ilmu.”  Dalam hadist yang lain Nabi bersabda: “Umatku akan selalu berada dalam kebaikan selama ia mau mengambil ilmu dari leluhur-leluhur mereka.”  Kita dapat melihat apa yang diajarkannya dengan melihat siapa gurunya (lihat sanad dari guru-gurunya), tetapi liat pula ajaran yang dibawanya (track recordnya saat ini), apabila ajaran yang dibawanya menyimpang dari apa yang diajarkan oleh gurunya atau dia sudah mabuk dengan urusan dunia, maka jangan ikuti/ ambil ilmu darinya. Tetapi bila ia masih istiqomah mengikuti ajaran dari guru-gurunya, maka ikuti dia atau ambil ilmu darinya.


CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri. Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya Jawab dalam Blog ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini. 
Afwan Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di maklum, terima kasih. 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Diterbitkan dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui E-mail:  hsn_5805@yahoo.co.id

Ingin mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY: http://www.facebook.com/groups/alkifahi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar