Senin, 10 Agustus 2015

TASAWUF - Ridho Dengan Ketentuan Alloh (Bagian-2)



Pokok Bahasan     :  TASAWUF
Judul                    :  Ridho Dengan Ketentuan Alloh (Bagian-2)
Nara Sumber        :  Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf


Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Tidak terbilang dari pada ridho, sesuatu yang didapati oleh sebagian orang-orang bodoh, yaitu dia merasa nyaman dan tenang di saat meninggalkan perintah-perintah/ kewajiban-kewajiban Alloh dan mengerjakan perbuatan yang Alloh larang. Disaat mendapatkan kesulitaan/ musibah/ cobaan/ ujian/ malapetaka kita harus ridho, tidak resah dan gelisah, tetapi tetap tenang hati kita. Tetapi disaat seseorang mengerjakan apa yang Alloh larang dan meninggalkan apa yang Alloh perintahkan, hatinya tidak resah dan gelisah, maka ini bukan terbilang dari pada ridho. 

Alasan mengapa orang tidak boleh merasa nyaman dan tenang di saat meninggalkan apa yang Alloh perintahkan dan mengerjakan apa yang Alloh larang, karena pekerjaan maksiat yang melanggar hukum-hukum Alloh dan meninggalkan perbuatan toat/ ibadah kepada Alloh, adalah terbilang dalam sesuatu yang akan membuat murka Alloh.

Bagaimana mungkin dia bisa ridho, nyaman dan tenang dengan sesuatu prilaku yang Alloh tidak ridho dengan itu prilaku. Bagaimana mungkin Alloh ridho dengan perbuatan yang membuat-Nya murka, seperti dia berjudi, berzina, bercampur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya dalam satu tempat untuk berjoget dan lain sebagainya, seperti yang kita lihat saat ini di televisi-televisi, padahal banyak yang kita lihat perempuannya memakai jilbab. Syech Yusuf dalam bait syairnya berkata: “Campur gaulnya perempuan dan laki-laki yang bukan mahromnya, dalam syariat yang dibawa Nabi Muhammad SAW. adalah terbilang prilaku yang paling buruk.”

Alloh berfirman: “Bila kamu kufur (tidak mau mengikuti ajakan Alloh dan Rasulnya), Alloh Maha Kaya dan tidak butuh kepada kamu, dan Alloh tidak ridho kekufuran atas hambanya.”  Semuanya tidak beriman, tidak menjadi kekurangan bagi Alloh. Semua kejadian yang terjadi di dunia adalah ketentuan (Irodath) dari Alloh, tetapi ada ketentuan yang Alloh ridho dan Alloh tidak ridho. Seperti yang pernah terjadi di televisi mengenai rencana dari keluarga seorang mubaligh yang akan membangun makam untuk mubaligh yang telah meninggal tersebut lebih tinggi dari makam-makam biasanya, mereka berhujah bahwa ini sudah menjadi ketentuan Alloh. Mereka tidak mengetahui bahwa ada ketentuan Alloh yang Alloh Ridhoi dan ada  ketentuan Alloh yang Alloh tidak Ridhoi. Jadi semua kejadian adalah ketentuan Alloh, tetapi ada yang Alloh Ridhoi dan ada yang tidak Alloh Ridhoi. Untuk membangun sebuah makam ada aturannya, Rasululloh sudah memberikan petunjuk, jadi tidak bisa semau kita sendiri.

Jika kamu syukur kepada Alloh, maka ke-syukuran tadi membuat Alloh ridho kepada kamu. Bila kamu kufur Alloh tidak Ridho pada kekufuran dan Alloh tidak butuh pada kamu semuanya.

Sesungguhnya ridho orang yang malang, yang salah dalam menempatkan alasan/ dalil/ argumentasi, ia ridho/ senang dengan nafsunya dalam mengerjakan yang Alloh larang dan meninggalkan yang Alloh perintahkan. Dia menduga/ menyangka bahwa Alloh ridho dengan apa yang dilakukannya, dia menyangka bahwa dia tidak shalat sudah ketentuan Alloh, dia tidak membayar zakat sudah ketentuan Alloh, dia berbuat maksiat sudah menjadi ketentuan Alloh.

Ridho kepada Alloh, nyaman dan senang kepada Alloh atas sesuatu yang datangnya dari pada Alloh. dan Ridho kepada nafsu, nyaman dan senang terhadap prilaku nafsu kita, berbuatan yang didorong oleh nafsu kita. Jauh sekali akan berhimpun di satu tempat antara keduanya, yaitu Ridho Alloh dengan Ridho nafsu kita, ‘jauh panggang dari api’. Jadi jauh sekali kita menuruti hawa nafsu kita dan Alloh ridho atas perbuatan kita itu.

Imam Gojali berkata: “Yang namanya ridho adalah bahwa kamu ridho dengan apa yang Alloh lakukan terhadap kamu dari segala hal yang tidak menyenangkan kamu pada bahtin kamu, dan kamu melakukan sesuatu yang membuat Alloh ridho dengan perbuatan zhohir kamu.”  Meskipun ditimpa musibah dan cobaan, tetapi kita tetap shalat, ibadah-ibadah lainnya, hadir di majlis-majlis ilmu dan lain sebagainya yang akan membuat tambah ketaqwaan kita kepada Alloh. Bila kita ditimpa musibah dan cobaan, kemudian kita tinggalkan ibadah kita kepada Alloh, kita mendatangi dukun-dukun, atau mendatangi kuburan-kuburan tua, menyimpang dari toriqoh/ ajaran yang benar, maka itu berarti kita belum dapat disebut ridho terhadap ketentuan Alloh.

Bila seorang hamba ingin mengetahui apakah dia ridho atau tidak ridho terhadap ketentuan Alloh, hendaknya dia cari tahu apakah dia ridho atau tidak ridho, disaat turunnya musibah (kematian, menurunnya usaha dll.) menimpa kita. Bila saat ditimpa musibah dan cobaan dia tetap tenang, nyaman, tidak resah dan gelisah, tidak mengeluh kesana-kemari, maka dia dapat disebut ridho terhadap ketentuan Alloh. Bila datang musibah dan cobaan yang menimpa dia, seperti kemerosotan usaha yang menyebabkan dia jatuh miskin, bertambah parahnya dia punya penyakit dll., maka dari sanalah dapat dilihat apakah dia dapat sabar/ ridho dengan ketentuan Alloh tersebut atau tidak? Bila dalam suasana/ kondisi yang biasa-biasa saja, tidak ada tantangan berupa musibah atau cobaan, maka tidak dapat dilihat/ diukur tingkat kesabaran/ keridhoan kita.

Sering kali kamu mendengar dari orang-orang sekarang “safalah” (orang yang rendah karena tidak beriman atau sangat tipis imannya kepada Alloh), disaat ditanya kepada mereka: “Mengapa kalian semua tidak mau mengerjakan ibadah/ toat kepada Alloh, tetapi sebaliknya kamu mengerjakan hal-hal yang Alloh haramkan?” Mereka menjawab: “Ini adalah sesuatu yang sudah Alloh tentukan dan hukumkan kepada kami. Kami tidak mempunyai jalan keluar untuk menghindar dari ketentuan Alloh, kami tidak diberikan kemampuan ikhtiar oleh Alloh untuk memilih. Kami adalah hamba yang terpaksa, kami tidak ingin melakukan maksiat dan meninggalkan toat. ”  Mereka ini termasuk kelompok/ kaum/ Mahzab Jabariah, kaum yang merasa terpaksa, ini adalah golongan yang sesat dan salah. Padahal Alloh memberikan kepada kita ikhtiar untuk memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik. Dengan mereka berkata seperti itu, maka seolah-olah mereka berkata bahwa tidak ada faedahnya/ manfaatnya Alloh mengutus rasul-rasul dan menurunkan bermacam kitab-kitab. Sungguh sangat aneh, bagaimana mungkin dapat timbul hujjah-hujjah/ alasan-alasan/ argumentasi-argumentasi seperti itu dari orang-orang yang mangaku beriman kepada Alloh, kepada Rasul dan lainnya. Mereka berhujjah dengan memberatkan dan menyalahkan Tuhanya. Seolah-olah mereka berkata: “Tidak ada manfaatnya wahai Tuhan KAU utus rasul-rasul kepada kami, tidak ada manfaatnya KAU turunkan Al Qur’an, maka tidak layak pula bagi kami mendapatkan hukuman karena kami adalah hamba yang terpaksa. Sungguh tidak layak dan tidak pantas bagi orang yang mengaku beriman berhujjah/ berargumen seperti ini.

Ada kisoh menarik saat Syaidina Umar menyuruh pembantu/ budaqnya untuk mengembalakan 100 ekor kambing/ domba miliknya, ternyata pada saat pulang kambing/ domba milik Syaidina Umar berkurang 1 ekor tinggal 99 ekor. Syaidina Umar bertanya kepada budaqnya, “Kemana kambing yang 1 ekor lagi?” “Tuan kambing yang 1 ekor dimakan serigala.” “Bagaimana mungkin dapat dimakan serigala?”  “Disaat itu aku tertidur.” Syaidina Umar marah mendengar jawaban budaqnya tersebut, kemudian budaqnya berkata lagi: “Wahai Tuan ini adalah sudah ketentuan (Qodho) Alloh”, mendengar penjelasan budaqnya Syaidina Umar melayangkan tamparannya kemuka budaqnya, kemudian Syaidina Umar berkata: “Ini-pun ketentuan (Qodho) Alloh.”  Jadi jangan berhujjah semacam itu. Yang baik-baik nisbahkan kepada Alloh dan yang tidak baik jangan di nisbahkan kepada Alloh. Pada hakekatnya memang betul seperti itu, tetapi hukum kita berpegang pada hal yang nyata.

Bagi Alloh hujjah Baliqoh yang memberikan pengaruh besar, yang mengalahkan hujjah siapapun juga. Hujjah Baliqoh adalah alasan yang akan membungkam seluruh alasan-alasan makhluk lainnya. Bagimana mungkin seorang mu’min ridho kepada nafsunya, bahwa dia menyerupai orang-orang musyrikin, bahwa orang musyrikin berhujjah: “Andaikata Alloh mau dan berkendak, maka kami tidak akan mensekutukan Alloh, bapak-bapak kamipun tidak akan menyembah berhala dan kami tidak akan mengharamkan sesuatu yang Alloh halalkan.” Tidakkah dia mendengar apa yang Alloh tolak atas mereka dengan itu hujjah, ketika Alloh berfirman kepada Nabi-Nya. Ketika orang musyrikin berkata kepada Nabi Muhammad SAW.: “Katakan olehmu hai Muhammad, apakah kamu mempunyai pengetahuan (pengertian) sehingga kamu mengeluarkan/ menyampaikan alasan itu kepada kami, tidaklah ini hanya sebagai sangkaan dan dusta kamu saja kepada umat, Alloh dan Rasul-Nya.”   

Sesungguhnya bila nanti saatnya mereka kaum musyrikin meninggal dunia, kembali kepada Alloh, maka tidak ada kesempatan/ peluang baginya untuk berhujjah/ berdalil/ berargumentasi untuk membela diri dengan hujjah yang ‘bathillah’ untuk membebaskan mereka dari adzab dan murka Alloh, seperti yang Alloh hikayatkan dalam Al Qur’an: “Andaikata Alloh mau dan berkendak, maka kami tidak akan mensekutukan Alloh, bapak-bapak kamipun tidak akan menyembah berhala dan kami tidak akan mengharamkan sesuatu yang Alloh halalkan.”

Tidak ada lagi kesempatan bagi mereka (kaum musyrikin) untuk berhujjah, bahkan mereka akan berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai dan dikalahkan oleh kejahatan kami dan kami dahulu terbilang orang-orang yang sesat. Sekarang kami dapat melihat dan kami dapat mendengar, betapa dahsyatnya Kekuasaan-MU dan betapa menakutkannya Adzab-MU, Wahai Alloh kembalikan kami ke alam dunia untuk kami dapat beramal sholeh. Sesungguhnya kami terbilang orang-orang yang meyakini akan Keesaan-MU, Kekuasaan-MU dan Adzab-MU. ”

Ketahuilah oleh kamu sesunggunya doa yang dilakukan secara terus-menerus tidak ada henti-hentinya, agar ujian/ cobaan/ bala/ musibah/ penyakit yang menimpa kita cepat Alloh angkat, maka doa semacam itu tidak menodai/ membuat cacat ridho kita. Bukan berarti kita tidak ridho apabila disaat kita sedang mengalami kesusahan, doa kita melebihi dari saat kita tidak sedang mengalami kesusahan. Bahkan Nabi disaat sedang dalam kondisi terdesak, beliau berdoa sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi hingga terlihat kedua bulu ketiaknya.

Bahkan bila kita berdoa kepada Alloh dengan bersungguh-sungguh dan mendesak-desak Alloh, maka itu terbilang dari pada ridho. Alloh marah dan murka jika kamu meninggalkan permohonan/ doa kepada Alloh di saat kamu sedang mengalami kesulitan. Sebaliknya manusia di saat diminta dia akan marah. Bagaimana mungkin dibilang tidak ridho, bila kita berdoa agar dicabut bala/ penyakit yang menimpa kita. Diantara fungsi Doa bagi seorang mu’min adalah sebagai:
-        Doa sebagai sarana untuk mengutarakan isi hati seorang mu’min kepada Alloh atas kesulitannya.
-        Doa sebagai ekspresi seseorang bahwa dirinya benar-benar bertauhid kepada Alloh. Berdoalah kepada Alloh, berziarahlah kepada maqom-maqom aulia-sholihin dan minta doa kepada para aulia-sholihin yang masih hidup, hal ini bagus dilakukan. Jangan lari ke dukun atau meminta kepada makam-makam tua yang tidak jelas siapa orang yang dimakamkan disitu.
-        Doa sebagai “lisanan ubudiyah” menunjukkan bahwa lisannya betul-betul menghambakan diri kepada Alloh, tidak kepada lainnya.
-        Doa sebagai tanda/ alamat bahwa dia betul-betul tidak mampu untuk mengatasi ujian/ cobaan yang ada dalam dirinya.
-        Doa juga menunjukkan bahwa dia dalam keadaan terpaksa/ darurat/ terdesak, dia dalam keadaan hina, dan dia dalam keadaan butuh kepada Alloh.

Siapa orang yang membuktikan dirinya dengan sifat-sifat seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa dia betul-betul meng-Esa-kan Alloh, bahwa dia menghambakan diri kepada Alloh, maka dia akan tahu Alloh dan dia akan sampai pada Ridho Alloh. Dan dia pun akan mendapatkan kedekatan diri kepada Alloh.

Dalam Hadist Nabi Muhammad SAW., Doa didefinisikan sebagai:
-        Sesungguhnya doa adalah saripatinya ibadah.
-        Doa adalah senjatanya orang mu’min.
Senjata yang lebih ampuh dari pada senjata konfensional/ senjata yang nyata/ terlihat. Senjata yang dapat melindungi kita dari segala macam kejahatan manusia maupun kejahatan bangsa jin.
-        Doa juga menjadi cahaya di langit dan di bumi.
Jika kita berdoa maka akan menjadi cahaya di langit dan di bumi.

Sesungguhnya orang yang tidak berdoa/ tidak memohon/ tidak meminta kepada Alloh, Alloh murka dan marah kepadanya. Sekalipun tali terompah/ tali sandal (yang tidak ada nilainya) kita putus, maka hendaklah minta kepada Alloh, apalagi persoalan/ permasalahan yang lebih berat lagi dari pada itu.

Ada satu kisoh seorang sohabat yang biasa berjamaah dengan Nabi, tetapi setelah salam dia tidak ikut berdoa bersama Nabi, melainkan langsung pergi. Nabi memperhatikan hal tersebut, dan suatu saat Nabi menegur sohabat tersebut, “Apakah engkau tidak mempunyai hajat/ permintaan kepada Alloh?” Sohabat tersebut menjawab: “Wahai Rasul, aku mempunyai hajat yang banyak, mungkin melebihi dari hajat-hajat sohabat-sohabat yang lainnya. Akan tetapi aku tidak dapat berlama-lama duduk di sini berdoa bersamamu, karena istriku sedang menunggu aku di rumah. Karena kain penutup aurot yang aku pakai ini hanya satu-satunya dan juga akan dipakai istriku untuk sholat. Jika aku berlama-lama disini meng-amini doamu, maka istriku di rumah tidak dapat sholat.” Akhirnya Nabi doa-kan ini sohabat, sehingga terangkat dia punya ridzki. Dari kisoh ini membuktikan bahwa Nabi menegur orang yang tidak mau berdoa.

Alloh berfirman: “Maha suci Alloh yang Maha Agung Kekuasaan-Nya, Alloh memiliki 99 Nama (bahkan lebih dari itu) seperti yang tercantum dalam Al Qur’an, maka berdoalah kamu dengan-Nya (dengan Asmahul Husna).” Dalam satu kitab ada seorang yang sakit yang sedang merintih dengan suara: “Ah…ah…”  Ada yang menegurnya: “Janganlah kamu merintih.” Ada seorang ulama yang mendengar, berkata: “Jangan kamu tegur ia, karena ia sedang menyebut nama Alloh, “Ah…” adalah termasuk salah satu dari nama-nama Alloh.

Dalam Al Qur’an Alloh berfirman: “Berdoalah kamu kepada-KU, niscaya AKU kabulkan doamu.” Jika mengalami kesusahan hendaknya berdoa kepada Alloh, Insya Alloh akan terangkat segala kesusahan kita. Jika kita sudah berdoa ternyata kesusahan kita belum terangkat, maka hendaklah kita instropeksi diri, adakah kesalahan/ dosa kita kepada Alloh, sehingga Alloh belum mengabulkan doa kita.

Al Qur’an Sebagai Petunjuk, Rahmat dan Kabar Gembira Bagi Orang Muslim
Sesungguhnya ilmu-ilmu itu sebagian besarnya tersimpan di dalam Al Qur’an. Tinggal bisakah kita menggali ilmu-ilmu yang tersimpan di dalam Al Qur’an tersebut? Untuk mengeluarkan ilmu-ilmu yang ada dalam Al Qur’an memerlukan alat-alat berupa ilmu seperti penguasaan bahasa Arab, dan ilmu-ilmu lainnya.

Dalam Al Qur’an tidak tertinggal dari ilmu-ilmu tadi yang kecil-kecil/ halus, yang besar, yang tersembunyi/ tidak nyata, dan tidak ada yang bertentangan/ kontradiksi di dalam Al Qur’an itu antara satu ayat dengan ayat lainnya, surah dengan surah lainnya.

Dalil/ bukti bahwa sebagian besar ilmu ada di dalam Al Qur’an: “Kami tidak alfakan/ tinggalkan sesuatu apapun juga di dalam Al Qur’an.” Qur’an memenuhi seluruh keterangan mengenai hukum-hukum, hukum apa saja ada dalam Al Qur’an.

Al Qur’an juga menunjukkan bahwa Hadist Nabi, Ijma Ulama (Konsensus Ulama), Qiyas Ulama, menjadi hujjah dalam Syariat Nabi Muhammad SAW. Semuanya yang tiga ini (Hadist, Ijma & Qiyas) adalah “Maujudul fil Qur’an”, semuanya ada di dalam Al Qur’an, cuma kita tidak mengerti/ faham, hanya ulama-ulama yang mengerti dan memahami isi Al Qur’an.

Ibnu Mas’ud pernah berkata: “Mengapa aku ini tidak mengutuk dan melaknat apa yang Alloh laknat dalam kitabnya. Tiba-tiba datang kepadanya seorang perempuan dan berkata kepada Ibnu Mas’ud: “Hai anak dari seorang ibu (Ibnu Mas’ud), semalam aku telah membaca seluruh isi Al Qur’an, ternyata tidak aku dapati laknat/ kutukan Alloh terhadap orang yang suka men-tato dan yang minta di tato. Hal semacam ini tidak ada di Qur’an, banyak orang sekarang yang bila di nasehati atau diberikan peringatan tentang Halal-Haram terkadang mereka bertanya mana dalil Qur’an-nya? Mana Hadist-nya? Apakah Hadistnya Soheh atau tidak? Bila kita tidak mempunyai ilmu yang cukup, maka kita dapat menjawabnya dengan cara yang bodoh pula, misalnya: “Singkong halal atau tidak? Jawabannya Halal. Apakan ada dalilnya dalam Al Qur’an dan Hadist?” 
Ibnu Mas’ud kemudian berkata: “Andaikata kamu membaca dengan cermat/ teliti/ tartil, maka kamu akan mendapatkan tentang kutukan Alloh terhadap orang yang suka men-tato dan yang minta di tato. Kemudian Ibnu Mas’ud memaca ayat: “Apa yang Nabi bawa silahkan realisasikan/ jalankan dalam kehidupan kamu.”  Dari ayat inilah dapat timbul bermacam-macam hukum. Dalam Al Qur’an memang tidak ketemu ayat yang menyatakan bahwa Alloh melaknat/ mengkutuk terhadap orang yang suka men-tato dan yang minta di tato, tetapi ada hadist Nabi yang melarang men-tato dan minta di tato. Jadi apabila ada permasalahan atau mengenai hukum yang tidak ada dalam Qur’an, maka dapat merujuk kepada Hadist Nabi. Jadi jangan hanya berpegang pada Al Qur’an saja, sehingga pernah ada golongan/ kaum “ingkaru-sunnah”, yaitu golongan yang hanya mau berpegang pada Al Qur’an saja.

Dalam suatu hikayat Imam Syafi’i sedang duduk di Masjidil Harom, kemudian dia berkata kepada orang banyak yang berada di hadapannya: “Kalian tidak akan bertanya kepada aku tentang sesuatu permasalahan agama melainkan aku jawab dari sesuatu permasalahan tadi langsung dari kitab Alloh.”  Ada seorang jama’ah yang merespon perkataan dari Imam Syafi’i tersebut: “Apa pendapat kamu hai Iman Syafi’i, tentang seseorang yang sedang Ikhrom kemudian ia membunuh jambur (kumbang)?” Imam Syafi’i menjawab: “Tidak ada beban apa-apa, tidak ada kewajiban apa-apa untuk membayar dam, tidak ada sangsinya.”  “Mana dalilnya dari kitab Alloh (Al Qur’an)?” Di dalam Al Qur’an tidak akan ketemu kata-kata tentang “jambur”. Kemudian Imam Syafi’i membacakan ayat Al Qur’an: “Apa yang Nabi bawa silahkan realisasikan/ jalankan dalam kehidupan kamu.”  Dan Nabi pernah berkata dalam Hadist: “Hendaknya kamu berpegang pada sunnahku dan berpegang pada sunnah Kulafaurrasiddin (4 pemimpin setelah wafatnya Nabi, yaitu Syaidina Abubakar RA., Syaidina Umar RA., Syaidina Utsman RA. dan Syaidina Ali KA. ) setelah aku.” Dan setelah dicari akhirnya diketemukan perkataan dari Syaidina Umar RA.: “Orang yang sedang Ikhrom dibolehkan membunuh jambur/ kumbang dan tidak kena sangsi/ hukum.”
Yang dilarang dibunuh saat sedang ikhrom (baik haji/umroh) adalah binatang liar, sedangkan binatang yang jinak (binatang ternak) semacam kambing, qibas, onta dll. tidak ada larangan bagi kita untuk membunuh/ menyembelihnya, begitu juga dengan serangga semacam lalat, kumbang, nyamuk dll.

Jadi intinya semua permasalahan ada di dalam Al Qur’an, bila tidak ada dalam Qur’an maka ada ayat Qur’an yang menyuruh kita untuk merujuk pada hadist: “Apa yang Nabi bawa silahkan realisasikan/ jalankan dalam kehidupan kamu”. Apabila masih tidak diketemukan dalam hadist, maka ada Hadist Nabi yang menyatakan: “Hendaknya kamu berpegang pada sunnahku dan berpegang pada sunnah Kulafaurrasiddin setelah aku”.

“Dan Kami (Alloh) telah menurunkan atas mu (wahai Muhammad SAW.) kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk Alloh dan Rahmat Alloh dan sebagai kabar gembira bagi orang-orang muslimin.”


CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri. Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya Jawab dalam Blog ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini. 
Afwan Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di maklum, terima kasih. 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Diterbitkan dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui E-mail:  hsn_5805@yahoo.co.id

Ingin mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY: http://www.facebook.com/groups/alkifahi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar