Pokok
Bahasan : TASAWUF
Judul : Ridho Dengan Ketentuan Alloh (Bagian-2)
Nara
Sumber : Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Tidak
terbilang dari pada ridho, sesuatu yang didapati oleh sebagian orang-orang
bodoh, yaitu dia merasa nyaman dan tenang di saat meninggalkan
perintah-perintah/ kewajiban-kewajiban Alloh dan mengerjakan perbuatan yang Alloh
larang. Disaat mendapatkan kesulitaan/ musibah/ cobaan/ ujian/ malapetaka kita
harus ridho, tidak resah dan gelisah, tetapi tetap tenang hati kita. Tetapi
disaat seseorang mengerjakan apa yang Alloh larang dan meninggalkan apa yang Alloh
perintahkan, hatinya tidak resah dan gelisah, maka ini bukan terbilang dari
pada ridho.
Alasan
mengapa orang tidak boleh merasa nyaman dan tenang di saat meninggalkan apa
yang Alloh perintahkan dan mengerjakan apa yang Alloh larang, karena pekerjaan
maksiat yang melanggar hukum-hukum Alloh dan meninggalkan perbuatan toat/
ibadah kepada Alloh, adalah terbilang dalam sesuatu yang akan membuat murka Alloh.
Bagaimana
mungkin dia bisa ridho, nyaman dan tenang dengan sesuatu prilaku yang Alloh
tidak ridho dengan itu prilaku. Bagaimana mungkin Alloh ridho dengan perbuatan
yang membuat-Nya murka, seperti dia berjudi, berzina, bercampur antara
laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya dalam satu tempat untuk berjoget
dan lain sebagainya, seperti yang kita lihat saat ini di televisi-televisi,
padahal banyak yang kita lihat perempuannya memakai jilbab. Syech Yusuf dalam bait syairnya
berkata: “Campur gaulnya perempuan dan
laki-laki yang bukan mahromnya, dalam syariat yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
adalah terbilang prilaku yang paling buruk.”
Alloh
berfirman: “Bila kamu
kufur (tidak mau mengikuti ajakan Alloh dan Rasulnya), Alloh Maha Kaya dan
tidak butuh kepada kamu, dan Alloh tidak ridho kekufuran atas hambanya.” Semuanya tidak beriman, tidak menjadi
kekurangan bagi Alloh. Semua kejadian yang terjadi di dunia adalah ketentuan
(Irodath) dari Alloh, tetapi ada ketentuan yang Alloh ridho dan Alloh tidak
ridho. Seperti yang pernah terjadi di televisi mengenai rencana dari keluarga
seorang mubaligh yang akan membangun makam untuk mubaligh yang telah meninggal
tersebut lebih tinggi dari makam-makam biasanya, mereka berhujah bahwa ini
sudah menjadi ketentuan Alloh. Mereka tidak mengetahui bahwa ada ketentuan Alloh
yang Alloh Ridhoi dan ada ketentuan Alloh
yang Alloh tidak Ridhoi. Jadi semua kejadian adalah ketentuan Alloh, tetapi ada
yang Alloh Ridhoi dan ada yang tidak Alloh Ridhoi. Untuk membangun sebuah makam
ada aturannya, Rasululloh sudah memberikan petunjuk, jadi tidak bisa semau kita
sendiri.
Jika
kamu syukur kepada Alloh, maka ke-syukuran tadi membuat Alloh ridho kepada
kamu. Bila kamu kufur Alloh tidak Ridho pada kekufuran dan Alloh tidak butuh
pada kamu semuanya.
Sesungguhnya
ridho orang yang malang, yang salah dalam menempatkan alasan/ dalil/
argumentasi, ia ridho/ senang dengan nafsunya dalam mengerjakan yang Alloh
larang dan meninggalkan yang Alloh perintahkan. Dia menduga/ menyangka bahwa Alloh
ridho dengan apa yang dilakukannya, dia menyangka bahwa dia tidak shalat sudah
ketentuan Alloh, dia tidak membayar zakat sudah ketentuan Alloh, dia berbuat maksiat
sudah menjadi ketentuan Alloh.
Ridho
kepada Alloh, nyaman dan senang kepada Alloh atas sesuatu yang datangnya dari
pada Alloh. dan Ridho kepada nafsu, nyaman dan senang terhadap prilaku nafsu
kita, berbuatan yang didorong oleh nafsu kita. Jauh sekali akan berhimpun di
satu tempat antara keduanya, yaitu Ridho Alloh dengan Ridho nafsu kita, ‘jauh
panggang dari api’. Jadi jauh sekali kita menuruti hawa nafsu kita dan Alloh
ridho atas perbuatan kita itu.
Imam Gojali
berkata:
“Yang namanya ridho adalah bahwa kamu
ridho dengan apa yang Alloh lakukan terhadap kamu dari segala hal yang tidak
menyenangkan kamu pada bahtin kamu, dan kamu melakukan sesuatu yang membuat Alloh
ridho dengan perbuatan zhohir kamu.”
Meskipun ditimpa musibah dan cobaan, tetapi kita tetap shalat,
ibadah-ibadah lainnya, hadir di majlis-majlis ilmu dan lain sebagainya yang
akan membuat tambah ketaqwaan kita kepada Alloh. Bila kita ditimpa musibah dan
cobaan, kemudian kita tinggalkan ibadah kita kepada Alloh, kita mendatangi
dukun-dukun, atau mendatangi kuburan-kuburan tua, menyimpang dari toriqoh/
ajaran yang benar, maka itu berarti kita belum dapat disebut ridho terhadap
ketentuan Alloh.
Bila
seorang hamba ingin mengetahui apakah dia ridho atau tidak ridho terhadap
ketentuan Alloh, hendaknya dia cari tahu apakah dia ridho atau tidak ridho,
disaat turunnya musibah (kematian, menurunnya usaha dll.) menimpa kita. Bila
saat ditimpa musibah dan cobaan dia tetap tenang, nyaman, tidak resah dan
gelisah, tidak mengeluh kesana-kemari, maka dia dapat disebut ridho terhadap
ketentuan Alloh. Bila datang musibah dan cobaan yang menimpa dia, seperti
kemerosotan usaha yang menyebabkan dia jatuh miskin, bertambah parahnya dia
punya penyakit dll., maka dari sanalah dapat dilihat apakah dia dapat sabar/
ridho dengan ketentuan Alloh tersebut atau tidak? Bila dalam suasana/ kondisi
yang biasa-biasa saja, tidak ada tantangan berupa musibah atau cobaan, maka
tidak dapat dilihat/ diukur tingkat kesabaran/ keridhoan kita.
Sering
kali kamu mendengar dari orang-orang sekarang “safalah” (orang yang rendah
karena tidak beriman atau sangat tipis imannya kepada Alloh), disaat ditanya
kepada mereka: “Mengapa kalian semua tidak mau mengerjakan ibadah/ toat kepada Alloh,
tetapi sebaliknya kamu mengerjakan hal-hal yang Alloh haramkan?” Mereka
menjawab: “Ini adalah sesuatu yang sudah Alloh tentukan dan hukumkan kepada
kami. Kami tidak mempunyai jalan keluar untuk menghindar dari ketentuan Alloh,
kami tidak diberikan kemampuan ikhtiar oleh Alloh untuk memilih. Kami adalah
hamba yang terpaksa, kami tidak ingin melakukan maksiat dan meninggalkan toat.
” Mereka ini termasuk kelompok/ kaum/
Mahzab Jabariah, kaum yang merasa terpaksa, ini adalah golongan yang sesat dan
salah. Padahal Alloh memberikan kepada kita ikhtiar untuk memilih mana yang
baik dan mana yang tidak baik. Dengan mereka berkata seperti itu, maka
seolah-olah mereka berkata bahwa tidak ada faedahnya/ manfaatnya Alloh mengutus
rasul-rasul dan menurunkan bermacam kitab-kitab. Sungguh sangat aneh, bagaimana
mungkin dapat timbul hujjah-hujjah/ alasan-alasan/ argumentasi-argumentasi
seperti itu dari orang-orang yang mangaku beriman kepada Alloh, kepada Rasul
dan lainnya. Mereka berhujjah dengan memberatkan dan menyalahkan Tuhanya.
Seolah-olah mereka berkata: “Tidak ada manfaatnya wahai Tuhan KAU utus
rasul-rasul kepada kami, tidak ada manfaatnya KAU turunkan Al Qur’an, maka
tidak layak pula bagi kami mendapatkan hukuman karena kami adalah hamba yang
terpaksa. Sungguh tidak layak dan tidak pantas bagi orang yang mengaku beriman
berhujjah/ berargumen seperti ini.
Ada
kisoh menarik saat Syaidina Umar menyuruh pembantu/ budaqnya untuk
mengembalakan 100 ekor kambing/ domba miliknya, ternyata pada saat pulang
kambing/ domba milik Syaidina Umar berkurang 1 ekor tinggal 99 ekor. Syaidina
Umar bertanya kepada budaqnya, “Kemana kambing yang 1 ekor lagi?” “Tuan kambing
yang 1 ekor dimakan serigala.” “Bagaimana mungkin dapat dimakan serigala?” “Disaat itu aku tertidur.” Syaidina Umar
marah mendengar jawaban budaqnya tersebut, kemudian budaqnya berkata lagi:
“Wahai Tuan ini adalah sudah ketentuan (Qodho) Alloh”, mendengar penjelasan
budaqnya Syaidina Umar melayangkan tamparannya kemuka budaqnya, kemudian
Syaidina Umar berkata: “Ini-pun ketentuan (Qodho) Alloh.” Jadi jangan berhujjah semacam itu. Yang
baik-baik nisbahkan kepada Alloh dan yang tidak baik jangan di nisbahkan kepada
Alloh. Pada hakekatnya memang betul seperti itu, tetapi hukum kita berpegang
pada hal yang nyata.
Bagi
Alloh hujjah Baliqoh yang memberikan pengaruh besar, yang mengalahkan hujjah
siapapun juga. Hujjah Baliqoh adalah alasan yang akan membungkam seluruh
alasan-alasan makhluk lainnya. Bagimana mungkin seorang mu’min ridho kepada
nafsunya, bahwa dia menyerupai orang-orang musyrikin, bahwa orang musyrikin
berhujjah: “Andaikata Alloh mau dan berkendak, maka kami tidak akan
mensekutukan Alloh, bapak-bapak kamipun tidak akan menyembah berhala dan kami
tidak akan mengharamkan sesuatu yang Alloh halalkan.” Tidakkah dia mendengar
apa yang Alloh tolak atas mereka dengan itu hujjah, ketika Alloh berfirman
kepada Nabi-Nya. Ketika orang musyrikin berkata kepada Nabi Muhammad SAW.:
“Katakan olehmu hai Muhammad, apakah kamu mempunyai pengetahuan (pengertian)
sehingga kamu mengeluarkan/ menyampaikan alasan itu kepada kami, tidaklah ini
hanya sebagai sangkaan dan dusta kamu saja kepada umat, Alloh dan
Rasul-Nya.”
Sesungguhnya
bila nanti saatnya mereka kaum musyrikin meninggal dunia, kembali kepada Alloh,
maka tidak ada kesempatan/ peluang baginya untuk berhujjah/ berdalil/
berargumentasi untuk membela diri dengan hujjah yang ‘bathillah’ untuk
membebaskan mereka dari adzab dan murka Alloh, seperti yang Alloh hikayatkan
dalam Al Qur’an: “Andaikata Alloh mau dan berkendak, maka kami tidak akan
mensekutukan Alloh, bapak-bapak kamipun tidak akan menyembah berhala dan kami
tidak akan mengharamkan sesuatu yang Alloh halalkan.”
Tidak
ada lagi kesempatan bagi mereka (kaum musyrikin) untuk berhujjah, bahkan mereka
akan berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai dan dikalahkan oleh kejahatan
kami dan kami dahulu terbilang orang-orang yang sesat. Sekarang kami dapat
melihat dan kami dapat mendengar, betapa dahsyatnya Kekuasaan-MU dan betapa
menakutkannya Adzab-MU, Wahai Alloh kembalikan kami ke alam dunia untuk kami
dapat beramal sholeh. Sesungguhnya kami terbilang orang-orang yang meyakini
akan Keesaan-MU, Kekuasaan-MU dan Adzab-MU. ”
Ketahuilah
oleh kamu sesunggunya doa yang dilakukan secara terus-menerus tidak ada
henti-hentinya, agar ujian/ cobaan/ bala/ musibah/ penyakit yang menimpa kita
cepat Alloh angkat, maka doa semacam itu tidak menodai/ membuat cacat ridho
kita. Bukan berarti kita tidak ridho apabila disaat kita sedang mengalami
kesusahan, doa kita melebihi dari saat kita tidak sedang mengalami kesusahan.
Bahkan Nabi disaat sedang dalam kondisi terdesak, beliau berdoa sambil
mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi hingga terlihat kedua bulu ketiaknya.
Bahkan
bila kita berdoa kepada Alloh dengan bersungguh-sungguh dan mendesak-desak Alloh,
maka itu terbilang dari pada ridho. Alloh marah dan murka jika kamu
meninggalkan permohonan/ doa kepada Alloh di saat kamu sedang mengalami
kesulitan. Sebaliknya manusia di saat diminta dia akan marah. Bagaimana mungkin
dibilang tidak ridho, bila kita berdoa agar dicabut bala/ penyakit yang menimpa
kita. Diantara fungsi Doa bagi seorang mu’min adalah sebagai:
-
Doa
sebagai sarana untuk mengutarakan isi hati seorang mu’min kepada Alloh atas
kesulitannya.
-
Doa
sebagai ekspresi seseorang bahwa dirinya benar-benar bertauhid kepada Alloh.
Berdoalah kepada Alloh, berziarahlah kepada maqom-maqom aulia-sholihin dan
minta doa kepada para aulia-sholihin yang masih hidup, hal ini bagus dilakukan.
Jangan lari ke dukun atau meminta kepada makam-makam tua yang tidak jelas siapa
orang yang dimakamkan disitu.
-
Doa
sebagai “lisanan ubudiyah” menunjukkan bahwa lisannya betul-betul menghambakan
diri kepada Alloh, tidak kepada lainnya.
-
Doa
sebagai tanda/ alamat bahwa dia betul-betul tidak mampu untuk mengatasi ujian/
cobaan yang ada dalam dirinya.
-
Doa
juga menunjukkan bahwa dia dalam keadaan terpaksa/ darurat/ terdesak, dia dalam
keadaan hina, dan dia dalam keadaan butuh kepada Alloh.
Siapa
orang yang membuktikan dirinya dengan sifat-sifat seperti yang telah disebutkan
di atas, bahwa dia betul-betul meng-Esa-kan Alloh, bahwa dia menghambakan diri
kepada Alloh, maka dia akan tahu Alloh dan dia akan sampai pada Ridho Alloh.
Dan dia pun akan mendapatkan kedekatan diri kepada Alloh.
Dalam
Hadist Nabi Muhammad SAW., Doa didefinisikan sebagai:
-
Sesungguhnya
doa adalah saripatinya ibadah.
-
Doa
adalah senjatanya orang mu’min.
Senjata yang lebih ampuh dari pada
senjata konfensional/ senjata yang nyata/ terlihat. Senjata yang dapat
melindungi kita dari segala macam kejahatan manusia maupun kejahatan bangsa
jin.
-
Doa
juga menjadi cahaya di langit dan di bumi.
Jika kita berdoa maka akan menjadi
cahaya di langit dan di bumi.
Sesungguhnya
orang yang tidak berdoa/ tidak memohon/ tidak meminta kepada Alloh, Alloh murka
dan marah kepadanya. Sekalipun tali terompah/ tali sandal (yang tidak ada
nilainya) kita putus, maka hendaklah minta kepada Alloh, apalagi persoalan/
permasalahan yang lebih berat lagi dari pada itu.
Ada
satu kisoh seorang sohabat yang biasa berjamaah dengan Nabi, tetapi setelah
salam dia tidak ikut berdoa bersama Nabi, melainkan langsung pergi. Nabi
memperhatikan hal tersebut, dan suatu saat Nabi menegur sohabat tersebut,
“Apakah engkau tidak mempunyai hajat/ permintaan kepada Alloh?” Sohabat
tersebut menjawab: “Wahai Rasul, aku mempunyai hajat yang banyak, mungkin
melebihi dari hajat-hajat sohabat-sohabat yang lainnya. Akan tetapi aku tidak
dapat berlama-lama duduk di sini berdoa bersamamu, karena istriku sedang
menunggu aku di rumah. Karena kain penutup aurot yang aku pakai ini hanya
satu-satunya dan juga akan dipakai istriku untuk sholat. Jika aku berlama-lama
disini meng-amini doamu, maka istriku di rumah tidak dapat sholat.” Akhirnya
Nabi doa-kan ini sohabat, sehingga terangkat dia punya ridzki. Dari kisoh ini
membuktikan bahwa Nabi menegur orang yang tidak mau berdoa.
Alloh
berfirman: “Maha suci Alloh yang Maha Agung Kekuasaan-Nya, Alloh memiliki 99
Nama (bahkan lebih dari itu) seperti yang tercantum dalam Al Qur’an, maka
berdoalah kamu dengan-Nya (dengan Asmahul Husna).” Dalam satu kitab ada seorang
yang sakit yang sedang merintih dengan suara: “Ah…ah…” Ada yang menegurnya: “Janganlah kamu
merintih.” Ada seorang ulama yang mendengar, berkata: “Jangan kamu tegur ia,
karena ia sedang menyebut nama Alloh, “Ah…” adalah termasuk salah satu dari
nama-nama Alloh.
Dalam
Al Qur’an Alloh berfirman: “Berdoalah kamu kepada-KU, niscaya AKU kabulkan
doamu.” Jika mengalami kesusahan hendaknya berdoa kepada Alloh, Insya Alloh
akan terangkat segala kesusahan kita. Jika kita sudah berdoa ternyata kesusahan
kita belum terangkat, maka hendaklah kita instropeksi diri, adakah kesalahan/
dosa kita kepada Alloh, sehingga Alloh belum mengabulkan doa kita.
Al Qur’an Sebagai
Petunjuk, Rahmat dan Kabar Gembira Bagi Orang Muslim
Sesungguhnya
ilmu-ilmu itu sebagian besarnya tersimpan di dalam Al Qur’an. Tinggal bisakah
kita menggali ilmu-ilmu yang tersimpan di dalam Al Qur’an tersebut? Untuk
mengeluarkan ilmu-ilmu yang ada dalam Al Qur’an memerlukan alat-alat berupa
ilmu seperti penguasaan bahasa Arab, dan ilmu-ilmu lainnya.
Dalam
Al Qur’an tidak tertinggal dari ilmu-ilmu tadi yang kecil-kecil/ halus, yang
besar, yang tersembunyi/ tidak nyata, dan tidak ada yang bertentangan/
kontradiksi di dalam Al Qur’an itu antara satu ayat dengan ayat lainnya, surah
dengan surah lainnya.
Dalil/
bukti bahwa sebagian besar ilmu ada di dalam Al Qur’an: “Kami tidak alfakan/
tinggalkan sesuatu apapun juga di dalam Al Qur’an.” Qur’an memenuhi seluruh
keterangan mengenai hukum-hukum, hukum apa saja ada dalam Al Qur’an.
Al
Qur’an juga menunjukkan bahwa Hadist Nabi, Ijma Ulama (Konsensus Ulama), Qiyas
Ulama, menjadi hujjah dalam Syariat Nabi Muhammad SAW. Semuanya yang tiga ini
(Hadist, Ijma & Qiyas) adalah “Maujudul fil Qur’an”, semuanya ada di dalam
Al Qur’an, cuma kita tidak mengerti/ faham, hanya ulama-ulama yang mengerti dan
memahami isi Al Qur’an.
Ibnu
Mas’ud pernah berkata: “Mengapa aku ini tidak mengutuk dan melaknat apa yang Alloh
laknat dalam kitabnya. Tiba-tiba datang kepadanya seorang perempuan dan berkata
kepada Ibnu Mas’ud: “Hai anak dari seorang ibu (Ibnu Mas’ud), semalam aku telah
membaca seluruh isi Al Qur’an, ternyata tidak aku dapati laknat/ kutukan Alloh
terhadap orang yang suka men-tato dan yang minta di tato. Hal semacam ini tidak
ada di Qur’an, banyak orang sekarang yang bila di nasehati atau diberikan
peringatan tentang Halal-Haram terkadang mereka bertanya mana dalil Qur’an-nya?
Mana Hadist-nya? Apakah Hadistnya Soheh atau tidak? Bila kita tidak mempunyai
ilmu yang cukup, maka kita dapat menjawabnya dengan cara yang bodoh pula,
misalnya: “Singkong halal atau tidak? Jawabannya Halal. Apakan ada dalilnya
dalam Al Qur’an dan Hadist?”
Ibnu
Mas’ud kemudian berkata: “Andaikata kamu membaca dengan cermat/ teliti/ tartil,
maka kamu akan mendapatkan tentang kutukan Alloh terhadap orang yang suka
men-tato dan yang minta di tato. Kemudian Ibnu Mas’ud memaca ayat: “Apa yang Nabi bawa silahkan realisasikan/
jalankan dalam kehidupan kamu.” Dari
ayat inilah dapat timbul bermacam-macam hukum. Dalam Al Qur’an memang tidak
ketemu ayat yang menyatakan bahwa Alloh melaknat/ mengkutuk terhadap orang yang
suka men-tato dan yang minta di tato, tetapi ada hadist Nabi yang melarang
men-tato dan minta di tato. Jadi apabila ada permasalahan atau mengenai hukum
yang tidak ada dalam Qur’an, maka dapat merujuk kepada Hadist Nabi. Jadi jangan
hanya berpegang pada Al Qur’an saja, sehingga pernah ada golongan/ kaum
“ingkaru-sunnah”, yaitu golongan yang hanya mau berpegang pada Al Qur’an saja.
Dalam
suatu hikayat Imam Syafi’i sedang duduk di Masjidil Harom, kemudian dia berkata
kepada orang banyak yang berada di hadapannya: “Kalian tidak akan bertanya kepada aku tentang sesuatu permasalahan
agama melainkan aku jawab dari sesuatu permasalahan tadi langsung dari kitab Alloh.” Ada seorang jama’ah yang merespon perkataan
dari Imam Syafi’i tersebut: “Apa pendapat kamu hai Iman Syafi’i, tentang
seseorang yang sedang Ikhrom kemudian ia membunuh jambur (kumbang)?” Imam
Syafi’i menjawab: “Tidak ada beban apa-apa, tidak ada kewajiban apa-apa untuk
membayar dam, tidak ada sangsinya.”
“Mana dalilnya dari kitab Alloh (Al Qur’an)?” Di dalam Al Qur’an tidak
akan ketemu kata-kata tentang “jambur”. Kemudian Imam Syafi’i membacakan ayat
Al Qur’an: “Apa yang Nabi bawa silahkan
realisasikan/ jalankan dalam kehidupan kamu.” Dan Nabi pernah berkata dalam Hadist:
“Hendaknya kamu berpegang pada sunnahku dan berpegang pada sunnah Kulafaurrasiddin (4 pemimpin setelah wafatnya Nabi,
yaitu Syaidina Abubakar RA., Syaidina Umar RA., Syaidina Utsman RA. dan
Syaidina Ali KA. ) setelah aku.” Dan setelah dicari akhirnya diketemukan
perkataan dari Syaidina Umar RA.: “Orang
yang sedang Ikhrom dibolehkan membunuh jambur/ kumbang dan tidak kena sangsi/
hukum.”
Yang
dilarang dibunuh saat sedang ikhrom (baik haji/umroh) adalah binatang liar,
sedangkan binatang yang jinak (binatang ternak) semacam kambing, qibas, onta
dll. tidak ada larangan bagi kita untuk membunuh/ menyembelihnya, begitu juga
dengan serangga semacam lalat, kumbang, nyamuk dll.
Jadi
intinya semua permasalahan ada di dalam Al Qur’an, bila tidak ada dalam Qur’an
maka ada ayat Qur’an yang menyuruh kita untuk merujuk pada hadist: “Apa yang Nabi bawa silahkan realisasikan/
jalankan dalam kehidupan kamu”. Apabila masih tidak diketemukan dalam
hadist, maka ada Hadist Nabi yang menyatakan: “Hendaknya kamu berpegang pada sunnahku dan berpegang pada sunnah
Kulafaurrasiddin setelah aku”.
“Dan Kami (Alloh)
telah menurunkan atas mu (wahai Muhammad SAW.) kitab (Al Qur’an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk Alloh dan Rahmat Alloh dan
sebagai kabar gembira bagi orang-orang muslimin.”
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum
dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al
Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan
menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran
Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri.
Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini
mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena
keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya
Jawab dalam Blog ini.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al
Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada
al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima
kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir
untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini.
Afwan
Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman
yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak
mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga
mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam
menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di
maklum, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Diterbitkan
dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis
Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui
E-mail: hsn_5805@yahoo.co.id
Ingin
mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook
Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY:
http://www.facebook.com/groups/alkifahi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar