Senin, 10 Agustus 2015

TASAWUF - Juhud



Pokok Bahasan     :  TASAWUF
Judul                    :  JUHUD
Nara Sumber        :  Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf


Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Hendaknya kamu bersifat juhud, yaitu berpaling dari dunia, jangan to’ma/ serakah terhadap dunia. Semua waktu dan tenaga kita habiskan untuk mencari dunia.

Bila kita bersifat juhud, kita akan hidup bahagia dunia dan akhirat. Sikap juhud juga dapat menampakkan innayah/ pertolongan Alloh kepada kita. Sifat juhud juga dapat menampakkan alamat/ tanda kewalian. Orang akan menjadi WaliyAlloh bila ia sudah dapat juhud terhadap dunia.

Adapun yang namanya juhud bukan berarti ia tidak punya uang ataupun miskin, bukan berarti ia tidak mencari dunia. “Tidak dikatakan orang itu juhud bila ia tidak punya harta. Sesungguhnya orang juhud itu yang mana hartanya tidak membimbangkan ia punya hati.” Dunianya berlimpah, ia bergelimang harta, tetapi hartanya itu tidak membimbangkan hatinya, ia tetap ibadah, shalat lima waktu dan tuma’ninahnya, shalat-shalat sunnah, silaturahmi, berkumpul dengan ulama-ulama sholihin di majlis-majlis ilmu, membantu kegiatan keagamaan, dll. Dunianya dia gunakan untuk menghantarkannya dekat kepada Alloh. Bukan sebaliknya dunianya membimbangkan hatinya, bimbang dengan tokonya, bimbang takut mobilnya dicuri, takut rumahnya kemalingan, dll. “Hendaknya harta hanya ada di kantong, jangan ada di hati.” 

Meskipun dia punya harta sama seperti ‘Qorun’, tetap bisa dikatakan juhud selama ia punya hati tidak dibimbangkan dengan hartanya. Sebagaimana cinta kepada dunia adalah pokok dari segala kesalahan dan kecelakaan.

Kita tidak perlu menjauhi dunia, Nabi memuji dunia sebagaimana dalam hadist: “Jangan kamu cerca dunia, maka dunia itu sebaik-baiknya tunggangan bagi si-mu’min untuk menuju kebahagian akhirat.”  Dengan dunia kita dapat pergi haji, membangun pesantren, membangun masjid, menyekolahkan anak, dll. Dengan dunialah kita mendapatkan kebaikan dan dengan dunia kita dapat selamat dari kejahatan.

Syech Imam Al Gozali, berkata: “Tanda-tanda orang yang akan mengalami su’ul khotimah adalah semakin tambah harta semakin kikir, semakin tambah ilmu semakin sombong.”

“Pengusaha yang jujur kelak akan dikumpulkan di hari Qiamat bersama Shidiqin (orang yang benar kata dan perilakunya) dan Syuhada (orang yang mati Syahid).”

Kebencian seseorang kepada dunia adalah pokok dari segala ke-toat-an dan kebaikan. Hendaknya dalam berdoa meminta ridzki yang halal dan barokah.

Ada seorang lelaki yang mendapatkan malam Lailatul Qodar selama 20 tahun berturut-turut, ia menyampaikannya kepada keluarganya dengan maksud tahadus bi’ni’mah, kabar tersebut sampai di telinga anaknya, anaknya menemuinya dan berkata: “Wahai abi, aku mendengar dari ummi, bahwa engkau mendapatkan malam Lailatul Qodar selama 20 tahun, tolong doakan aku wahai abi, agar aku dapat hidup makmur berkecukupan.” Si-bapak menjawab: “Engkau anak yang tidak baik, selama aku mendapatkan malam Lailatul Qodar selama 20 tahun, aku tidak pernah meminta Syurga apalagi dunia. Cukup bagi kamu dari ayat-ayat Alloh akan membuat kamu menjadi orang yang juhud di alam dunia.”

Sesungguhnya Alloh menamakan ini dunia di beberapa tempat dalam Al Qur’an bahwa dunia ini adalah kesenangan yang menipu dan mengelabui. Syaidina Hasan Al Basry berkata: “Dunia adalah kesenangan yang menipu dan mengelabui seperti kebun yang sedang menghijau dan permainan tangan.”

Ada seorang sohabat Nabi yang begitu terpana melihat kebun qurma miliknya, sehingga menyebabkan ia luput dari shalat berjama’ah bersama Rasululloh. Sadar bahwa dunia telah membuatnya lupa, maka ia menjumpai Rasululloh dan ia berkata: “Wahai Rasululloh saat ini juga kebun qurma (yang paling bagus, yang paling mahal) milikku yang ada di Madinah, aku waqafkan di jalan Alloh.”

Abu Tholib Al Makki Al Maliki berkata: “Dunia yang menipu adalah nama bagi bangkai yang busuk.”  Sungguh Alloh sudah membatasi dunia ini dalam permainan dan senda gurau belaka, yang mana tidak akan menoleh kepada keduanya orang yang akalnya waras, dan tidak akan beranjak kepada keduanya kecuali orang yang Qobii (buruk) dan Jahil (bodoh).

Kehidupan dunia ini adalah permainan/ sandiwara/ senda gurau saja. Dunia ini lebih dapat menyihir orang dari pada ahli sihirnya Fir’aun. Kehidupan dunia yang diisi dengan toat kepada Alloh terbilang dari urusan-urusan akhirat.

Tidak semua kehidupan dunia tercela, dunia yang dapat mendekatkan diri kepada Alloh adalah ladang untuk akhirat dan kehidupan dunia yang dapat melupakan toat kepada Alloh adalah suatu penyesalan di akhirat kelak.

Ketahuilah oleh kamu sesungguhnya juhud di alam dunia ini bagi orang yang menjalankannya adalah suatu ni’mat yang datangnya segera, sebelum mendapatkan ni’mat-ni’mat yang banyak dari Alloh di akhirat kelak.

Sungguh sangat sulit bagi seseorang untuk dapat bersikap juhud apalagi di akhir zaman seperti sekarang ini, kecuali bagi orang-orang yang Alloh lapangkan ia punya dada dengan jalan Alloh pancarkan nur (cahaya) ma’rifah kepada Alloh dan yaqin. Nabi Muhammad SAW. bersabda: “Nur/Cahaya Alloh bila sudah masuk ke dalam hati seseorang mu’min, maka Alloh lapangkan ia punya hati seluas-luasnya.”  Sohabat bertanya kepada Rasululloh: “Adakah alamat/ ciri-ciri dari orang yang sudah Alloh lapangkan ia punya hati?”  Rasululloh menjawab: “Ya, Seorang mu’min yang Alloh sudah pancarkan nur di hatinya, ia akan menjauh dari negeri tipuan, yaitu dunia. Dan ia kembali ke negeri akhirat yang kekal dan abadi.”

Dalam hadist yang lain Rasululloh bersabda: “Juhud di alam dunia ini akan menyamankan/ menenangkan kita punya hati dan badan.”  Kita tidak perlu terlalu sibuk mengejar dunia, karena Alloh sudah menentukan bagian kita di alam dunia ini. Ada waktu bagi kita untuk ibadah kepada Alloh, mengaji, mencari nafkah, istirahat, tidak semua waktu kita habis untuk mengejar/ mencari dunia. Dunia sudah Alloh atur, jika rizki kita segitu, betapa keraspun kita mengejar/ mencarinya akan tetap segitu. Kita tetap mencari dunia, akan tetapi kita tidak habiskan seluruh waktu kita dalam mencari dunia, sehingga melupakan urusan akhirat.

Jika kita lebih condong/ mengutamakan kepada dunia, maka hal ini dapat menimbulkan kegelisahan, keresahan, kebingungan dan keresahan kita punya hati. Dalam sebuah hadist Rasululloh bersabda: “Juhudlah kamu di alam dunia niscaya Alloh akan cinta kepada kamu. Dan juhudlah kamu kepada sesuatu yang ada di tangan orang, niscaya manusia akan cinta kepada kamu.”  Jangan selalu berharap terhadap pemberian orang, selalu menadah dan meminta, sehingga pada akhirnya orang tidak senang kepada kita.

Syaidina Umar bin Abdul Aziz, saat meninggal ia meninggalkan anak sebanyak 15 orang anak laki dan perempuan, saat ia akan menemui ajal banyak orang yang menjenguknya, orang yang menjenguknya bertanya kepadanya: “Apa yang engkau tinggalkan/ wariskan kepada anak-anakmu untuk masa depannya kelak?”  Syaidina Umar Abdul Aziz berkata: “Taqwa kepada Alloh.”  Dia seorang khalifah, baitul mall ada di tangannya, dia dapat saja menghimpun kekayaan untuk di wariskan kepada anak-anaknya, tetapi yang ia wariskan hanya taqwa kepada Alloh saja, tanpa meniggalkan warisan harta kepada mereka. Kemudian Umar Abdul Aziz berkata kembali: “Jika anak-anakku termasuk orang-orang  Sholihin, maka Alloh yang akanmenanggung segala kebutuhan/ ridzki orang-orang sholeh. Andaikata mereka bukan termasuk dalam golongan orang-orang sholeh, maka tidak aku tinggalkan harta kepada mereka yang akan membantu mereka untuk berbuat maksiat kepada Alloh.”  Hartanya tidak di wariskan kepada anak-anaknya, tetapi ia gunakankan untuk membantu para fuqoro wal masakin.

Asal atau dasar pokok dari juhud adalah jika orang mengetahui bahwa dunia itu hina dalam pandangan/ sisi Alloh. Andaikata dunia ini ada nilainya di sisi Alloh senilai 1 sayap nyamuk saja, niscaya Alloh pasti tidak akan memberi minum kepada orang kafir setegukpun juga. Karena tidak ada nilainya, maka Alloh memberikan dunia kepada orang kafir, bila orang mu’min Alloh berikan dunia pantas bagi mereka, tetapi karena dunia tidak ada nilainya di sisi Alloh maka orang kafirpun Alloh berikan dunia, bahkan terkadang harta mereka berlebih.

Dunia itu Alloh laknat/ kutuk dan Alloh laknat/ kutuk juga apa yang ada di dalamnya atau isi dari dunia. Kecuali apa yang digunakan untuk mencapai ridho Alloh dari keduniaan tadi. Adapun dunia yang digunakan untuk berfoya-foya apalagi untuk durhaka dan bermaksiat kepada Alloh, maka dunia yang semacam itu yang dilaknat/ dikutuk.

Siapa orang yang mengambil dunia melebihi dari kebutuhannya, berarti tanpa di sadari ia telah menuju kepada kebinasaannya tanpa dia sadari. Dunia dapat membuat ia lalai sehingga tanpa sadar ia menuju kepada kebinasaannya.

Buah/ hasil dari ma’rifah yang dimaksud disini, yaitu meninggalkan kecondrongan kepada dunia, dibahtinnya ia tidak condrong kepada dunia, sehingga dia tidak mencari dunia semaksimal mungkin, dia hanya mencari dunia untuk kebutuhan dirinya dan keluarganya. Dan dia meninggalkan bersenang-senang dengan sahwat dunia pada zohir(kelihatan)-nya. Ia tidak menumpuk-numpuk kekayaan, tetapi kekayaannya dia gunakan untuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Alloh, menyantuni fuqoro wal masakin, menyantunin anak-anak yatim, membantu kegiatan-kegiatan keagamaan, dll.

Derajat Juhud yang paling rendah adalah menghindari dunia agar tidak jatuh/ terjerembab untuk berbuata maksiat kepada Alloh dan tidak pula meninggalkan toat kepada Alloh. Sedangkan derajat juhud yang paling tinggi adalah ia tidak mengambil dunia sedikitpun juga. Jangan salah pengertian, yang dinamakan dunia adalah apa yang lebih dari kebutuhan kita. Setelah kebutuhan dirinya dan keluarganya terpenuhi, sisanya ia dishodaqohkan, diinfaqkan, dijariahkan kepada fuqoro wal masakin ataupun orang yang membutuhkan.

Ada seorang lelaki menemui Ja’far Shodiq RA. dan ia berkata bahwa ia kehilangan kantong uang yang didalamnya ada uang sebanyak 1.000 dinnar (1 dinnar = 4 gram emas). Orang lelaki tersebut berkata, bahwa tidak ada yang datang ketempat ini setelah aku kecuali kamu. Karena ia dituduh mengambil uang tersebut, Ja’far Shodiq RA. tidak marah ataupun membela diri atas tuduhan orang tadi, kemudian dia memberikan uang sebanyak 1.000 dinnar kepada orang lelaki tersebut. Setelah mendapatkan uang pengganti, lelaki tersebut kembali ke rumahnya, ia merasa senang karena uang yang hilang telah kembali dan ia merasa tuduhannya benar, terbukti dengan diganti uangnya. Ternyata di rumahnya, lelaki tersebut menemukan kantong uang yang telah disangkanya hilang, ia merasa telah berbuat salah kepada Ja’far Shodiq RA. Kemudian lelaki tersebut kembali menjumpai Ja’far Shodiq RA. untuk meminta maaf, karena tuduhannya tidak benar dan bermaksud mengembalikan uang milik Ja’far Shodiq RA. Ja’far Shodiq berkata kepada orang tersebut: “Segala sesuatu yang telah aku keluarkan tidak akan kembali kepadaku, silahkan ambil uang yang telah aku keluarkan.”

Nabi Ibrahim AS. suatu saat ditimpa kesulitan, ia butuh akan suatu hajat, ia datang menjumpai temannya bermaksud meminta tolong kepada temannya, akan tetapi ternyata temannya tidak dapat membantunya. Karena hajatnya tidak terpenuhi, maka kembalilah ia ke rumah dalam keadaan resah dan gelisah, maka Alloh mewahyukan kepada Nabi Ibrahim AS.: “Wahai Ibrahim, andaikata engkau meminta kepada-KU, niscaya AKU berikan.” Ibrahim AS. berkata: “Ya Rabbi, aku tahu betul kebencian-MU kepada dunia, maka aku takut meminta dunia kepada-MU.”  Alloh mewahyukan kepada Nabi Ibrahim AS.: “Apa yang kita butuhkan bukan termasuk dunia.”  Hajat/kebutuhan bukan termasuk dunia.

Bukan berarti untuk menjadi juhud kita tidak boleh mencari dunia, kita cari dunia untuk kebutuhan kita dan anak istri kita, berapapun besarnya kebutuhan kita itu bukan termasuk dunia, setiap orang mempunyai kebutuhan yang berbeda, dan kelebihan dari apa yang kita butuhkan kita salurkan di jalan Alloh.

Derajat yang paling tinggi dari juhud adalah ia tidak mengambil sedikitpun juga dari dunia, hingga ia tahu betul bahwa mengambil dunia lebih dari kebutuhannya lebih Alloh sukai dari pada meninggalkannya. Jika ia sudah mendapatkan keyaqinan bahwa apabila ia mengambil dunia yang lebih dari kebutuhannya, lebih Alloh sukai, maka baru ia ambil. Sampai saatnya Alloh telah menentukan bahwa ia akan ada kebutuhan untuk perjuangan kaum muslimin, sehingga dengan harta yang berlebih yang ada padanya, ia dapat membantu perjuangan kaum muslimin.

Diantara dua tingkatan derajat juhud ini, masih banyak tingkatan derajat juhud yang lainnya lagi. Dalam kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Gozali banyak disebutkan tingkatan-tingkatan derajat dari juhud.

Ada beberapa ciri dari orang yang bersifat juhud, diantaranya:
-        Ia tidak bergembira dengan apa yang ada padanya, sehingga tidak menjadikan ia sombong atas dunia yang ada padanya.
-        Ia tidak bersusah hati atas sesuatu yang tidak ada padanya dari pada dunia.
-        Tidak membimbangkan hatinya untuk beribadah kepada Alloh dalam mencari dunia.
-        Tidak bersenang-senang dia dengan dunia yang membuatnya lupa terhadap sesuatu yang lebih baik di sisi Alloh, yaitu ibadah kepada Alloh. Silahkan kita bersenang-senang dengan harta yang kita miliki, akan tetapi jangan sampai melalaikan kewajiban kita untuk beribadah kepada Alloh.

Anjuran dari pengarang ini kitab, hendaknya kamu mengeluarkan dari hati kamu kecintaan pada Dinnar dan Dirham (uang, baik uang Dinnar, Dirham, Rupiah, Dollar dll.), hingga menjadilah keduanya (uang tadi)kedudukan nilainya di hati kamu seperti batu dan tanah liat. Uang hanya ada di kantong jangan sampai ada di hati, sehingga pada saatnya ada kepentingan umat yang membutuhkannya maka menjadi mudah dan ringan untuk mengeluarkannya. Jadikan diri kita sebagai kasir, sehingga apabila ada orang yang membutuhkannya, siapapun dia, maka sangat mudah dan ringan bagi kita mengeluarkannya.

Dalam sebuah Hadist Qudsy Alloh berfirman: “Harta (berupa uang dan lain-lainnya) adalah harta-KU, Orang-orang kaya sebagai wakil-wakil-KU, dan orang faqir adalah keluarga-KU. Andaikan ada dari wakil-wakil-KU yang pelit/ kikir/ bahil terhadap keluarga-KU, pasti AKU akan adzab mereka tanpa di tunda.”
Kita hanya sebagai wakil Alloh, dititipkan harta kepada kita, kita jangan berlaku pelit/kikir karena disana ada yang membutuhkan untuk kepentingan agama ataupun untuk kepentingan pribadi karena ia susah dan lain-lain, hendaknya kita bantu, jangan kita berlaku pelit/kikir.

Dalam sebuah Hadist Qudsy yang lain Alloh berfirman: “Hai dunia (dinnar, dirham, dollar, rupiah dll.), siapa orang yang berkhidmat kepada AKU (melayani kepentingan AKU) di muka bumi ini, maka layani (bantu/ permudah segala urusan) dia. Dan siapa orang yang berkhidmat kepadamu(dunia, bukan berkhidmat kepada Alloh), maka jadikan dia sebagai budaq/ khodam/ hamba kamu.”
Orang yang berkidmat kepada dunia, dia selalu memikirkan dunia, takut kehilangan hartanya sehingga ia diperbudaq oleh dunia. Dunia lebih berbahaya, karena dia lebih mampu menyihir orang sehingga lupa daratan dari pada ahli-ahli sihir Fir’aun.

Nabi bersabda dalam sebuah Hadist: “Kefaqiran tidak aku takuti terhadap umatku, tetapi yang aku takkuti adalah dihamparkannya dunia kepada umatku, sebagaimana telah Alloh hamparkan dunia kepada umat-umat sebelumnya, sehingga mereka saling berlomba-lomba dalam mencari dunia sebagaimana telah berlomba-lombanya dalam mencari dunia orang-orang sebelum kamu, yang pada akhirnya Alloh telah hancurkan orang-orang sebelum kamu.”

Jangan sampai ada di hati kita kesenangan dengan kedudukan/ jabatan di sisi manusia, saat ini banyak orang yang bersedia mengeluarkan banyak uang untuk memperoleh jabatan baik formal maupun informal. 
Imam Abu Hanifah, adalah seorang yang alim di zamannya, dia menguasai hukum-hukum Islam, sehingga raja bermaksud mengangkatnya menjadi hakim (Qody), akan tetapi dia menolak jabatan yang diberikan oleh raja, sehingga raja murka dan ia dimasukan ke dalam penjara. Jangan suka mencari-cari jabatan, serahkan semuanya kepada Alloh. Kita keluarkan dari hati kita cinta terhadap kedudukan/ jabatan di sisi manusia, sehingga sama saja di hati kamu, bila ada yang memuji kamu maka tidak menjadikan kamu angkuh dan sombong dan bila ada yang mencela kamu tidak membuat kamu menjadi susah hati. Disaat mereka mendekat/ menghampiri kita, tidak membuat kita menjadi bangga dan disaat mereka meninggalkan/ menjauh dari kita tidak membuat resah dan susah hati kita.

Orang yang senang pada pangkat/ kedudukan/ kemulyaan akan membahayakan dirinya dari pada kecintaan kepada harta. Mencintai harta adalah sumber dari segala kesalahan, tetapi bila cinta pada pangkat/ jabatan maka akan lebih berbahaya lagi. Jangan sampai kita menjadi gila kehormatan, ingin dipuji, ingin di panggil ustdz atau kyai misalnya, jangan meminta orang untuk memanggil kita ustdz/ kyai atau jabatan lainnya, tetapi bila orang memanggil kita dengan sebutan tersebut karena menilai kita pantas memakainya maka itu kehormatan untuk kita. Jangan membuat hati kita susah karena orang tidak memanggil sesuai dengan jabatan/ pangkat kita.

Kecintaan kepada keduanya (harta/uang dan jabatan/kedudukan), maka itu menunjukkan kecintaan kepada dunia.

Ada suatu riwayat tentang Syech Ibnu Hajjar, beliau betul-betul menjauh dari dunia, dia tidak silau dengan gemerlap dunia, padahal orang yang seangkatan/ se-zaman dengan dia hidup dengan berlimpah ruah harta. Suatu saat istri dari Syech Ibnu Hajjar ingin mandi di tempat pemandian khusus untuk perempuan, kemudian Syech Ibnu Hajjar berkata kepada istrinya: Bila engkau ingin pergi ke tempat pemandian hendaknya sabar, aku akan mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk biaya masuknya. Setiap Alloh berikan rizki kepadanya, maka ia sisihkan sedikit untuk istrinya, sehingga terkumpullah uang sebanyak setengah real. Kemudian uang tersebut diberikan kepada istrinya untuk biaya masuk ke tempat pemandian. Sesampainya istri dari Syech Ibnu Hajjar ke tempat pemandian, ternyata ia dicegah masuk oleh penjaga dari tempat pemandian tersebut, karena tempat tersebut telah disewa oleh istri dari Syech Muhammad Romli dan rombongannya. Syech Muhammad Romli adalah orang yang “merojih” (menyeleksi) mana qoul yang lebih mu’tamat antara qoul Imam Nawawi dan qoul Imam Rofi’i. Karena tidak dapat masuk ke tempat pemandian, maka pulanglah istri dari Syech Ibnu Hajjar, dia mengatakan kepada suaminya bahwa tempat pemandian telah di sewa oleh istri dari Syech Romli dan rombongannya dan dia telah membayar sebanyak 25 real. Mendengar perkataan istrinya, Syech Ibnu Hajjar barkata, aku tidak menginginkan dunia, aku ridho dengan apa yang Alloh berikan kepadaku. Wahai istriku bila kamu menginginkan dunia, ikutlah dengan ku ke sumur zam-zam. Setelah sampai di sumur zam-zam, Syech Ibnu Hajjar menurunkan ember ke dalam sumur zam-zam, setelah diangkat maka terlihatlah ember tersebut telah berisi penuh dengan uang dinnar, kemudian Syech Ibnu Hajjar berkata kepada istrinya, apakah uang dinnar sebanyak ini cukup bagimu, istrinya menjawab: tidak. Maka Syech Ibnu Hajjar kembali menurunkan ember ke dalam sumur zam-zam untuk yang kedua kalinya dan setelah di tarik maka kembali ember tersebut telah penuh dengan uang dinnar, kemudian ia kembali bertanya kepada istrinya apakah uang ini sudah cukup untukmu? Istrinya menjawab: tidak. Maka kembali Syech Ibnu Hajjar menurunkan ember ke dalam sumur zam-zam untuk yang ketiga kalinya dan setelah diangakat, kembali ember tersebut telah penuh dengan uang dinnar. Kemudian Syech Ibnu Hajjar berkata kepada istrinya: Aku lebih memilih kepada kefaqiran, aku lebih memilih apa yang ada di sisi Alloh, aku tidak memilih dunia, dunia semuanya sama, dunia akan berlalu dan umurnya pun tidak lama. Sekarang aku kasih dua pilihan kepadamu wahai istriku, pilihan yang pertama uang dinnar yang banyak ini kau kembalikan seluruhnya ke sumur zam-zam dan engkau pulang bersamaku, karena aku lebih memilih kefaqiran. Atau engkau pilih pilihan yang kedua, engkau ambil semua uang dinnar tersebut dan engkau kembali ke rumah orang tuamu, artinya engkau aku talaq/ ceraikan, karena engkau memilih dunia. Istrinya tidak mau diceraikan, tetapi tidak maupula membuang uang dinnar tersebut kembali ke sumur zam-zam. Istrinya berkata: Berikan kepadaku kesempatan untuk bersenang-senang dengan uang dinnar seperti manusia yang lainnya. Syech Ibnu Hajjar berkata: Tidak, aku tidak izinkan engkau untuk bersenang-senang dengan dunia. Istrinya kembali membujuk, kembalikan satu ember saja, atau bila tidak kembalikan dua ember saja dan sisakan satu ember untuk kita. Syech Ibnu Hajjar berkata: Tidak, aku tidak izinkan. Istrinya kembali membujuk, bagaimana jika 1 (satu) dinnar saja untuk aku bersenang-senang dengannya? Tidak, aku tidak izinkan kamu walau hanya mengambil 1 dinnar saja. Pilihannya cuma 2, kamu kembalikan seluruh uang dinnar itu ke sumur zam-zam atau kau ambil uang dinnar itu dan kembali ke rumah orang tuamu. Karena dalam hati istrinya masih ada nur ke sholehan, maka ia lebih memilih mengembalikan seluruh uang dinnar tersebut ke dalam sumur zam-zam dan tetap memilih mendampingi Syech Ibnu Hajjar. Istrinya berkata: Aku sudah mendampingimu cukup lama dan engkau telah menampakkan karomah kepadaku bahwa engkau adalah seorang Waliyullah Besar, maka aku lebih memilih tinggal bersamamu dan meninggalkan kesenangan dunia.

Asal mula/ pokok kecintaan pada kedudukan/ pangkat adalah ingin di agung-agungkan/ diangkat-angakat. Ada orang yang senang bila diagung-agungkan atau diangkat-angkat, dia akan marah bila tidak diagung-agungkan padahal itu akan menjerumuskan dia, karena akan membuatnya menjadi sombong dan lupa daratan. Keagungan/ Kebesaran adalah terbilang dari sifat-sifat Alloh, jangan sampai kita mempunyai keinginan untuk di agung-agungkan/ dimulyakan, biarkan mengalir apa adanya seperti air, jika ahlaq kita baik, sholeh, berilmu maka suatu saat Alloh yang akan mulyakan kita.

Sifat Azomah (mengagungkan diri) berarti melucuti sifat Ketuhanan. Hanya Alloh yang berhaq menyandang sifat Azomah, Qibir (sombong), bila ada orang mempunyai sifat ingin di agung-agungkan/ dimulyakan, maka berarti dia telah melucuti sifat Ketuhanan atau menantang Alloh. Kita tidak perlu mencari-cari kehormatan, bila kita rendah hati maka orang lain akan menghormati kita, maka itu adalah kehormatan dari Alloh.

Asal mula/ pokok kecintaan pada harta adalah kita senang untuk bermegah-megahan atau bersenang-senang dengan syahwat/nafsu dunia itu termasuk sifat-sifat binatang.
Nabi bersabda dari Alloh SWT. dalam sebuah Hadist Qudsy: “Keagungan/kebesaran adalah pakaian/kain AKU, Kesombongan adalah Selendang AKU. Siapa saja yang melucuti satu dari dua sifat-KU berarti dia sudah menantang AKU, maka AKU hemapaskan kelak ke api neraka jahanam.”  Kita hendaknya bersikap rendah hati, jangan angkuh dan sombong, suatu saat Alloh akan gerakan hati orang untuk dapat menghormati kita.

Nabi bersabda dalam sebuah hadist: “Tidaklah dua ekor serigala yang sedang lapar di lepas di kandang kambing dapat lebih merusak bagi si-kambing dari pada kecintaan kemulyaan di dalam agama seorang muslim.”  Kita dapat membayangkan 2 ekor serigala yang sedang kelaparan, yang dilepas di dalam kandang kambing tentulah akan merusak kambing yang ada di dalamnya, dia akan mengoyak-ngoyak kambing dengan buasnya. Akan tetapi cinta pada harta dan cinta pada kemulyaan itu jauh lebih berbahaya dari keimananan diri seorang muslim.

Hendaknya kamu memilih dan mengutamakan menyedikitkan menyimpan harta/dunia, sekedar kebutuhan dan jangan berlebihan, membatasi atas sesuatu yang mesti tidak boleh tidak dari padanya, kita perlu memenuhi kebutuhan kita, memberi nafkah anak istri kita. Kita perlu mencari dunia, tapi hendaknya kita batasi sekedar untuk kebutuhan kita, anak istri kita. Kebutuhan makannya cukup gizinya, kebutuhan pakaian yang pantas untuk menutup aurot. Kurangi segala perabot-perabot rumah tangga kita yang mewah, biar hidup sesederhana mungkin.

Bila orang-orang sholeh dahulu, bila usia mereka sudah masuk 40 tahun, maka tempat tidurnya dia singkirkan karena dia tidak mau enak-enak tidur, istrinya di pulangkan ke rumah orang tuanya karena dia akan fokus untuk ibadah kepada Alloh.

Hati-hati kamu menuruti/ mengumbar hawa nafsu syahwat/ keinginan kamu yang sifatnya duniawiyah. Meskipun dibolehkan/halal, tetapi lihat siapa kita dan kemampuan kita. Tahan kita punya nafsu, berfikirlah yang masak-masak sebelum bertindak.

Jangan kamu mengumbar dan menuruti hawa nafsu duniawi kamu, tetapi kamu mengaku-ngaku sebagai orang yang juhud di alam dunia ini, menghindar dari keduniaan. Dan kamupun berhujjah/ berdalil/ berargumentasi dengan dalil/ argumentasi yang bahtil/ tidak benar dari ayat-ayat Al Qur’an, Hadist dan lainnya. Salah dalam menggunakan dalil, ayat Al Qur’an ataupun Hadistnya betul, tetapi salah dalam memposisikan ayat Qur’an dan Hadist tersebut. Seperti misalnya orang menjadi tergiur ingin kawin lagi, karena dengan alasan mengikuti sunnah Rasul, padahal asal hukum dari nikah bukan sunnah melainkan mubbah. Jangan mengumbar nafsu dengan beralasan sunnah Rasul. Ulama-ulama lebih mengerti, hendaknya kita instropeksi diri, siapa kita, bagaimana kemampuan kita, apakah kita sudah mengusai ilmu munakahad? Jadi jangan berhujjah dengan dalil Al Qur’an, Hadist dan lain-lain, tetapi kita salah dalam memposisikan dalil ayat Al Qur’an dan Hadist tersebut.

Kamu mencari-cari ta’wilat atau arti-arti yang jauh dari kebenaran ayat-ayat Qur’an dan Hadist, untuk membenarkan alasan mengumbar hawa nafsu kamu. Dalil ayat Qur’an dan Hadistnya benar, tetapi salah dalam menyetelnya/ memposisikannya. Bukan maqom kita untuk menta’wilkan/ mengartikan ayat dan hadist, lihat dari ta’wilat-ta’wilat yang sudah dijelaskan oleh ulama-ulama.

Rasululloh SAW. berpaling demikian pula dengan Abiya-anbiya sebelum Nabi Muhammad SAW. dan imam-imam kita serta sohabat-sohabat Nabi, mereka menjauhkan diri dari bersenang-senang dengan keduniaan. Seperti contohnya Imam Abdul Aziz, dia punya gaji yang cukup sebagai khalifah, dia mampu untuk menghimpun harta dari jalan yang halal, dia mampu untuk dapat bersenang-senang dengan harta yang dia dapat dari jalan yang halal, akan tetapi sampai akhir hayatnya di mempunyai harta sangat minim untuk keluarganya, sangat jauh dari kebutuhan.

Tidak mengapa bila kamu tidak mampu untuk bersikap juhud di alam dunia, kamu secara tulus (tidak munafik) mengatakan bahwa kamu gemar pada dunia. Kita mengaku bahwa kita gemar kepada dunia itu tidak dosa, terkecuali bila kita mencari dunia dan bersenang-senang dengan dunia itu dengan cara yang haram. Ukuran/ timbangannya adalah syara/ agama, lihat baik/ pantas tidak bila kita lakukan?

Juhud maqom yang lebih bagus/ mulia dari pada mengumpulkan harta dari jalan yang halal. Andaikata kita bermotivasi dalam mencari dunia untuk membantu perjuangan Islam, itu bagus. Tetapi juhud jauh lebih bagus/ mulia dari pada itu. Terkadang orang yang sudah sibuk terhadap dunia menjadi lupa, sehingga tidak sempat ibadah dengan tuma’nina sebagaimana ibadah sewaktu ia sebelum kaya.

Andaikata Alloh wajibkan kepada kita selaku hambanya untuk berluas-luasan dalam mencari dunia sebanyak-banyaknya, bagaimana kemampuan kita untuk mencari dunia sebanyak-banyaknya, tentulah kita tidak akan mampu mencari dunia sebanyak-banyaknya. Nanti di akhir zaman rezki yang halal sangatlah sulit di dapat, sehingga banyak orang yang mengumpulkan harta dengan menghalalkan segala cara. Bagaimana kita punya kemampuan untuk menghimpun dunia sebanyak-banyaknya di zaman/ masa/ waktu yang jarang sekali/ sangat sulit pada itu masa untuk dapat membeli sesuatu untuk menutup aurot dari hasil rizky yang halal. Sekedar untuk menutupi kelaparan kita saja sudah sulit, apalagi untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. Begitulah kondisi/ keadaan di akhir zaman, uang yang halal sedikit dan kawan yang bisa dipercayapun jarang sekali.



CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri. Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya Jawab dalam Blog ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini. 
Afwan Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di maklum, terima kasih. 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Diterbitkan dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui E-mail:  hsn_5805@yahoo.co.id

Ingin mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY: http://www.facebook.com/groups/alkifahi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar