Pokok
Bahasan : TASAWUF
Judul : Ziarah, Musyawaroh, Isiqoroh & Nazar
Nara
Sumber : Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Dan
hendaknya kamu berziarah ke makam Rasululloh SAW. setelah beliau wafat. Ziarah
ke makam Rasululloh menurut sebagian ulama adalah wajib dan ada sebagian ulama
yang mengatakan hanya sunnah muakadah saja.
Tidak
jauh dari makam Rasululloh, ada makam sohabat-sohabat beliau seperti Syaidina
Abubakar Assidiq dan Syadina Umar Ibnu Khotob. Kita dianjurkan pula untuk
berziarah kemakam sohabat-sohabat beliau tersebut. Akan tetapi ada dari
golongan tertentu seperti syiah yang tidak mau untuk berziarah ke makam
sohabat-sohabat beliau.
Rasululloh
dan Nabi-nabi yang lain hidup di dalam kuburnya seperti layaknya kita hidup di
dunia ini. Bila kita meziarahi makamnya beliau senang dan menjawab salam yang
kita ucapkan.
Terbilang
tidak sopan atau kurang adab hukumnya, orang yang pergi ke tanah suci akan
tetapi tidak menyempatkan diri untuk berziarah ke makam Nabi tanpa ada udzur
yang nyata seperti sakit.
Ketahui
oleh kamu, sesungguhnya andaikan kamu datang berziarah ke makam Nabi dengan
menggunakan kepala kamu (bukan dengan kaki) untuk berjalan dan kamu datang dari
negeri yang jauh, maka hal tersebut belum dapat membayar ni’mat hidayah yang Alloh
anugrahkan kepada kita.
Apabila
kita akan menikah atau akan mengadakan perjalanan, maka hendaknya kita
bermusyawarah dengan orang yang mengerti dengan permasalahannya tersebut, dan
orang yang kita ajak bermusyawarah hendaknya orang yang dapat kita percaya
tentang kejujurannya, amanahnya dan ma’rifahnya.
Apabila
hasil musyarawah yang kita lakukan pas atau cocok dengan apa yang kita
inginkan, maka jangan langsung dilaksanakan, akan tetapi kerjakan shalat
Istiqoroh terlebih dahulu untuk memohon petunjuk kepada Alloh agar dipilihkan
yang terbaik untuk kita. Lakukan shalat Istiqoroh 1 kali, 2 kali sampai
beberapa kali dan jangan lupa membaca doa yang sudah mashur (doa yang sudah
lazim dibaca). Laksanakan shalat Istiqoroh beberapa kali hingga kita yakin
dengan petunjuk yang Alloh berikan, baik berupa mimpi ataupun petunjuk-petunjuk
yang lainnya.
Hadist
Nabi: “Tidak sia-sia orang yang Istiqoroh dan tidak menyesal orang yang
bermusyawarah.”
Jika
kamu ingin shalat sunnah atau shodaqoh karena nazar yang kamu ucapkan, setelah
apa yang kita inginkan tercapai, maka segera laksanakan jangan ditunda-tunda
lagi. Amalan sunnah yang dinazarkan maka hukumnya akan menjadi wajib dikerjakan
bila nazarnya telah tercapai.
Jangan
kita biasakan bernazar, karena Al Imam Gojali, berkata: “Orang yang banyak
mengucapkan nazar adalah tanda dari orang yang pelit.” Karena mereka baru akan
mengerjakan suatu amalan soleh apabila nazarnya telah tercapai. Seperti baru
akan mengelurkan shodaqoh bila apa yang diinginkannya tercapai.
Setan
akan membujuk kita untuk mengucapkan nazar, yang dengan nazar tersebut nantinya
akan menjerumuskan kita, sehingga kita tidak bershodaqoh atau mengerjakan
shalat sunnah karena apa yang kita inginkan belum tercapai.
Sumpah
tidak akan memberikan bantuan kepada orang yang biasa kita bantu atau
memutuskan tali silaturahmi kepada saudara kita atau meninggalkan suatu
pekerjaan yang baik karena ada ganjalan di hati, maka hendaknya gugurkan atau
langgar sumpah tersebut dan kerjakan kembali amalan baik yang biasa kita
kerjakan.
Menggugurkan
nazar atau sumpah , maka hendaknya kita membayar khafarat. Hadist Nabi:
“Janganlah kamu mengucapkan sumpah, meskipun kamu benar.” Terkecuali ada
kondisi yang mengaruskan kita untuk bersumpah, misalnya di muka pengadilan.
Jangan
kamu bersumpah hanya karena ‘dzon’
(sangkaan/dugaan) saja, tanpa ada keyakinan. Dan jangan pula mengucapkan sumpah
bila ada perasaan ‘shaq’ (keraguan)
di hati.
Dalam
hukum Islam, sumpah dapat digunakan untuk memutuskan perkara. Hal tersebut
pernah terjadi pada masa pemerintahan Syaidina Ali. Syaidina Ali kehilangan
pedangnya dan beliau melihat pedangnya berada di tangan seorang yahudi. Sebagai
pemimpin yang adil, beliau tidak langsung merebut pedang tersebut, akan tetapi
melaporkannya kepada pihak yang berwenang, sehingga kasusnya disidangkan. Dalam
sidang, hakim menanyakan kepada Syadina Ali, apakah ia memiliki saksi atas
tuduhannya tersebut. Syaidina Ali tidak dapat menunjukkan saksi. Kemudian hakim
bertanya kepada orang yahudi, apakah ia berani bersumpah bahwa pedang yang
berada padanya adalah benar-benar miliknya. Yahudi tersebut berani mengucapkan
sumpah di hadapan hakim. Setelah mendengar sumpah dari yahudi tersebut, hakim
memutuskan memenangkan orang yahudi tersebut. Padahal pada kenyataannya pedang
yang berada padanya adalah benar-benar milik dari Syaidina Ali. Orang yahudi
yang memenangkan perkara tersebut terkejut dan takjub dengan keputusan hakim
yang memenangkan dirinya, padahal yang menjadi lawan dipersidangannya adalah
seorang Amirulmu’munin. Karena kagum dengan keadilan dari Islam, maka ia
memutuskan untuk memeluk agama Islam.
Dalam
keputusannya hakim tidak menyelidiki apakah orang yang mengucapkan sumpahnya
telah berbohong atau tidak, karena urusan yang berada di dalam hati orang yang
mengucapkan sumpah adalah urusannya kepada Alloh.
Cara
membayar khafarat atas menggugurkan sumpah/nazar adalah dengan membebaskan
seorang budak, atau memberikan pakaian kepada 10 orang miskin, atau memberi
makan 10 orang miskin, tiap orang mendapat 1 mud’ atau 1 liter makanan pokok. Apabila tidak sanggup atau tidak
mampu untuk melaksanakan salah satu dari yang diatas, maka dapat dibayar dengan
puasa selama 3 hari.
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum
dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al
Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan
menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran
Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri.
Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini
mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena
keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya
Jawab dalam Blog ini.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al
Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada
al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima
kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir
untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini.
Afwan
Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman
yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak
mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga
mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam
menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di
maklum, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Diterbitkan
dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis
Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui
E-mail: hsn_5805@yahoo.co.id
Ingin
mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook
Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY:
http://www.facebook.com/groups/alkifahi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar