Pokok
Bahasan : TASAWUF
Judul : Menjauhi dari yang Haram dan Sub’hat
Nara
Sumber : Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Hendaknya
kamu menjauhi dari perbuatan yang Haram dan Sub’hat (tidak jelas antara halal
dan haramnya atau meragukan). Hadist Nabi: “Seluruh daging yang tumbuh dari
barang yang haram, maka neraka jahanam lebih layak baginya.”
Hadist
Nabi: “Siapa orang yang menjaga diri dari perbuatan Sub’hat, maka orang
tersebut sudah membebaskan diri dari keselamatan agamanya dan harga dirinya.
Siapa orang yang mengerjakan atau melakukan suatu perbuatan yang Sub’hat, maka
ia akan terjerembab atau terjerumus kedalam perbuatan yang Haram.
Dalam
suatu riwayat, Imam Abu Hanifah berniaga atau berdagang pakaian atau kain
dengan cara mencicil atau kredit. Saat dalam perjalanan turun hujan lebat,
beliau berteduh di depan atau di emperan rumah seseorang. Pemilik rumah yang
mengetahui bahwa ada yang berteduh di depan rumahnya segera membukakan pintu
dan mempersilahkannya masuk. Pada saat Imam Abu Hanifah melihat pemilik rumah,
beliau langsung bergegas meninggalkan rumah tersebut, meskipun hujan belum
berhenti. Rupanya Imam Abu Hanifah mengenali bahwa pemilik rumah tersebut
adalah salah seorang yang berhutang kepadanya, beliau tidak mau mengambil
manfaat dari orang yang berhutang kepadanya, karena hal tersebut dapat
dikatakan sebagai riba. “Segala pinjaman yang mendatangkan manfaat adalah
termasuk riba.”
Ketahuilah
oleh kamu bahwa sesungguhnya orang yang memakan makanan yang Haram dan Sub’hat,
maka sedikit sekali diberi kemampuan untuk mendapatkan petunjuk atau taufiq
untuk mengerjakan amal sholeh. Jika pada zohirnya dia dapat mengerjakan amal
sholeh, maka pasti akan datang sesuatu yang dapat merusak amal perbuatan
sholehnya tersebut, seperti perbuatan Udzub dan Riya’.
Orang
yang makan dari makanan yang Haram, maka amalnya tertolak atau tidak diterima Alloh
SWT. Karena Alloh baik dan hanya menerima yang baik. Penjelasannya: Amal itu
tidak akan tergambar atau terlihat, kecuali dengan gerakan-gerakan anggota
badan. Amalan gerakan anggota badan tidak akan mampu terlaksana tanpa adanya
makanan. Jika makanan yang dimakan tidak halal, maka gerakan-gerakan yang
timbul dari makanan tersebut juga akan jelek pekerjaannya. Hadist Nabi: “Siapa
orang yang makan dari makanan yang Haram, maka akan ma’siat anggota badannya
mau atau tidak mau.”
Abdullah
bin Umar barkata: “Andaikata kamu shalat
hingga seperti busur panah (bongkok) dan andaikata kamu puasa hingga seperti
senar biola (kurus), Alloh tidak akan terima itu semua hingga kamu dapat
menjegah diri dari perbuatan haram dan sub’hat.”
Siapa
orang membeli baju atau kain atau lainnya seharga 10 dirham dan 1 dirham dari
uang yang haram, maka Alloh tidak terima shalatnya karena ada yang terkandung
di dalamnya barang yang haram.
Apabila
1/10 dari baju tersebut dari barang yang haram dan Alloh tidak menerima amal
shalatnya, bagaimana dengan orang yang membeli baju tersebut dengan seluruhnya
dari uang yang haram? Dan bagaimana bila makanan yang terserap dalam badannya
dari barang yang haram?
Alloh
tidak akan menerima ibadah seseorang selama 40 hari, jika ia memakan makanan
yang haram. Seperti halnya dengan Nabi Adam AS., Alloh memerintahkan Nabi Adam
AS. berpuasa selama 40 hari karena Nabi Adam AS. memakan buah Qhuldi yang Alloh
haramkan baginya.
Makanan
yang haram dapat dikatagorikan menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Makanan Haram karena zat-nya
Keharamannya berasal dari makanan itu
sendiri, seperti daging babi, daging anjing, bangkai dll. Akan tetapi bila
dalam kondisi darurat tidak ada makanan lain kecuali makanan yang haram
tersebut, yang apabila kita tidak memakan makanan tersebut dapat mengakibatkan
kita mati, maka makanan yang haram tersebut dibolehkan untuk dimakan sekedar
untuk menyambung hidup, tetapi makanan tersebut tidak boleh disimpan sebagai
persediaan. Begitu pula halnya apabila dari hasil diagnosa dokter yang adil dan
taat dalam menjalankan syariat agama Islam, mengharuskan si pasien untuk
memakan makanan yang di haramkan agar nyawa dari pasien dapat tertolong, maka
dibolehkan memakan makanan yang haram tersebut sekedar untuk mempertahankan
hidup. Tidak dibolehkan memakan makanan yang haram hanya untuk memenuhi hajat
atau keinginan saja.
2. Makan Haram karena proses mendapatkannya atau
penyembelihannya
Daging kambing atau ayam yang pada
dasar zatnya hukumnya halal, manjadi haram dimakan bila diperoleh dari hasil
mencuri. Barang tersebut tetap dihukumkan haram sampai ia memilikinya dengan
jalan yang sesuai dengan syara’ seperti dari waris, hadiah/hibah, wasiat atau
jual-beli. Demikian pula bila cara penyembelihannya tidak sesuai dengan hukum
syara’ maka menjadi haram untu dimakan.
Subhat
adalah hal-hal yang tidak jelas kehalalannya dan keharamannya. Ada beberapa
tingkatan subhat, yaitu:
1. Sesuatu yang
diyakini keharamannya, tetapi diragukan kehalalannya. Subhat seperti ini
disebut Hukmul Harom (Hukum Haram).
2. Sesuatu yang
diyakini kehalalannya dan ia ragu akan keharamannya. Subhat yang seperti ini
apabila kita tinggalkan maka terbilang dari sifat waro’.
3. Sesuatu yang
ada diantara keduanya diatas. Dia berkeyakinan antara yang halal dan yang haram
masing-masing 50%. Hadist Nabi: “Tinggalkan sesuatu yang meragukan kamu kepada
sesuatu yang tidak meragukan kamu.”
Dan
sesungguhnya dijadikan ciri dari waro’-nya seseorang adalah mundur dari suatu
barang yang tidak jelas antara yang haram dan halalnya. Orang tidak dapat
digolongkan sebagai orang mut’taqien sehingga ia hanya memilih yang halal
murni. Dia tinggalkan sesuatu yang tidak murni kehalalannya, karena ia takut
terjerumus ke dalam barang yang haram dan sub’hat yang akan berakibat menjadi
dosa kepada Alloh. Sohabat Nabi berkata: “Kami meninggalkan 70 pintu dari yang
halal, karena takut terjerumus kedalam yang haram.” Sejak zaman Habib Alwi Al
Haddad, orang yang meninggalkan yang halal karena takut jatuh ke dalam yang
haram sudah lama tidak dikerjakan. Manusia di akhir zaman banyak memakan
makanan yang halal secara berlebihan.
Hadist
Nabi: “Sedikit di akhir zaman uang yang halal dan teman yang dapat dipercaya.”
Hendaknya kamu mengetahui apa-apa yang Alloh haramkan atas kamu, sehingga kamu
dapat menghindarinya. Karena orang yang tidak tahu dengan hal yang tidak baik,
maka ia akan jatuh kedalam perbuatan tidak baik tersebut.
Orang
yang patuh atas agamanya dan mengamalkan ajaran agamanya, maka tidak
dikhawatirkan jatuh kedalam memakan atau memakai barang-barang yang haram
secara ain’ atau zat-nya. Dan tidak pula ia menipu atau mencari harta manusia
karena permusuhan atau ke zholiman dan mencuri, karena hal semacam itu timbul
nya dari orang-orang yang bertindak sewenang-wenang dan keras kepala.
Manusia
dinisbahkan atau digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Manusia yang
dikenal dengan kesolehannya
Bila kita dijamu makan olehnya, maka
kita tidak perlu bertanya dan menyelidiki tentang kehalalan dari makanan yang
disajikan. Karena sesungguhnya makanan dari orang yang soleh dan orang pemurah
akan menjadi obat. Dan makanan dari orang yang bakhil/kikir akan menjadi
penyakit.
Dalam suatu riwayat, Imam Ahmad bin
Hambal selalu membanggakan tentang kesolehan dan keluasan ilmu dari gurunya,
yaitu Imam Syafi’i kepada anaknya. Pada suatu saat Imam Ahmad bin Hambal
mengundang gurunya untuk bermalam dirumahnya. Anak dari Imam Ahmad bin Hambal
sangat senang, karena ia mempunyai kesempatan mengetahui apa saja amalan yang
dikerjakan oleh Imam Syafi’i. Anak dari Imam Ahmad bin Hambal memperhatikan
segala apa yang dikerjakan oleh Imam Syafi’i. Keesokan harinya anak dari Imam
Ahmad bin Hambal menemui ayahnya, ia bertanya: “Wahai ayah, aku memperhatikan
segala apa yang dikerjakan oleh gurumu sepanjang hari hingga malam dan aku
tidak mendapatkan suatu amalan atau pekerjaan yang dikerjakan oleh gurumu yang
menurutku istimewa. Aku memperhatikan ia makan malam begitu banyak, dan setelah
makan aku perhatikan ia langsung masuk ke dalam kamar tidur. Aku tidak
melihatnya bangun malam seperti yang umum dikerjakan oleh orang soleh. Dan saat
pagi hari aku perhatikan ia langsung Shalat Subuh tanpa berwudhu lagi. Imam
Ahmad bin Hambal sungguh heran dengan apa yang dikatakan anaknya tentang
gurunya tersebut, sehingga ia memberanikan diri untuk bertanya kepada gurunya
tentang apa yang dikatakan oleh anaknya. Dengan tenang Imam syafi’i menjawab
semua pertanyaan yang diajukan oleh Imam Ahmad bin Hambal. “Aku makan malam
dengan banyak karena aku mengetahui bahwa makanan yang disuguhkan oleh orang
soleh (Imam Ahmad bin Hambal) adalah obat. Pada saat aku berbaring di tempat
tidur, aku melihat Al-Qur’an terbentang dihadapanku sehingga aku dapat memecahkan
lebih dari 70 masalah yang selama ini sulit terpecahkan. Dan aku tidak berwudhu
saat Shalat Subuh, karena aku tidak tidur sepanjang malam sehingga wudhuku
tidak batal.
2. Manusia yang
tidak dikenal baik atau buruknya
Apabila kita ingin berinteraksi atau
berdagang atau menerima hadiah darinya, maka perlu ditanya kehalalan dari
makanannya, asal dari makanan tersebut dan dengan uang halal atau tidak makanan
tersebut diperoleh. Tentunya dengan pertanyaan yang lemah-lembut yang tidak
akan menyinggung perasaannya. Apabila kamu takut menyinggung perasaannya dan
kamu ragu, maka jangan kamu makan atau kamu pakai pemberiannya. Misalkan
pemberiannya tersebut berupa kain sarung atau baju dan kita merasa tidak enak
untuk menolaknya, maka jangan kamu gunakan untuk Shalat ataupun ibadah lainnya.
Hadist Nabi: “Menyakiti hati orang muslim lebih besar dosanya dari pada
meruntuhkan 60 ka’bah.”
Dalam suatu riwayat, Syaidina Abu
Bakar Assidiq selalu menanyakan kepada pembantunya tentang kehalalan dari
makanan yang disajikan, apakah makan tersebut dibuat dari bahan yang halal dan
dari mana asal dari makan tersebut. Pada suatu saat karena sangat laparnya
Syaidina Abu Bakar lupa menanyakan tentang kehalalan dari makanan yang
disajikan pembantunya. Pembantunya berkata kepada Syaidina Abu Bakar: “Wahai
tuan biasanya kamu selalu menanyakan tentang kehalalan dari makanan yang aku
sajikan untukmu.” Syaidina Abu Bakar kaget, kemudian ia segera menghentikan
makannya dan menanyakan tentang zat dan asal dari makan tersebut. Pembantunya
menjawab bahwa makanan tersebut berasal dari orang yang pernah ditolongnya pada
saat dahulu sewaktu ia masih menjadi ahli nujum atau dukun. Makanan tersebut
diberikan sebagai syarat apabila hajat dari orang yang ditolong telah berhasil.
Mendengar hal tersebut Syaidina Abu Bakar segera mengorek mulutnya, ia berusaha
dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan makanan yang baru dimakannya. Setelah
berhasil mengelurkan makanan tersebut dari mulutnya Syaidina Abu Bakar berkata:
“Aku akan berusaha keras untuk mengelurkan makanan yang tidak halal meskipun
nyawaku akan keluar bersamanya.”
3. Manusia
Zholim
Orang yang tidak beribadah kepada Alloh
dan orang yang melanggar larangan-larangan Alloh, seperti orang yang memakan
uang riba. Orang yang tidak peduli dari mana hartanya ia dapatkan, apakah dari
jalan halal atau haram. Jangan kamu bertransaksi ataupun bergaul dengannya.
Telusuri terlebih dahulu sumber uang untuk membayar barang yang kita jual
kepadanya. Hal tersebut termasuk dalam bagian dari sifat waro’.
Orang
soleh apabila hadir saat ‘sakaratul-maut’ seseorang dan kemudian orang tersebut
meninggal dunia, maka orang soleh tersebut segera memerintahkan orang untuk
mematikan lampu, karena si-mayit sudah tidak berhaq atas harta yang
ditinggalkannya terkecuali ada izin dari ahli warisnya.
Umar
Ibnu Aziz saat menyelesaikan tugas Negara dirumahnya, kemudian istrinya datang
menghampirinya, beliau langsung mematikan lampu. Istrinya bertanya mengapa ia
melakukan hal tersebut, Umar Ibnu Aziz berkata: “Minyak untuk menyalakan lampu
ini dibeli dari uang Negara, maka tidak boleh digunakan untuk keperluan lain
selain urusan Negara.”
Jika
sampai sesuatu makanan atau barang yang kamu ketahui atau dugaan yang nyata
bahwa barang tersebut adalah haram atau subhat, maka jangan tunda untuk
menolaknya. Langsung tolak dengan cara yang baik, sekalipun makanan atau barang
tersebut sampai dari orang yang sangat soleh. Misalkan orang soleh tidak enak
untuk menolak pemberian dari orang yang zholim, daripada mubazir makanan atau
barang yang diberikan oleh orang tersebut, maka ia memberikan kepada kita.
Apabila kita mengetahuinya dengan pasti asal dari makanan atau barang yang
diberikan, maka tolak pemberiannya dengan cara yang baik.
Menjaga
diri dari transaksi/muamalat yang fasik, transaksi yang makruh. Setiap
transaksi harus ada Ijab-Qobulnya. Contoh Ijab-Qobul Penjual berkata: “Aku jual padamu” dan
Pembeli membalasnya dengan kata: “Aku beli”. Di akherat kelak akan ditanya
pertanggung-jawaban dari transaksi yang kita lakukan. Untuk barang yang tidak
ada harganya (sangat murah), maka boleh tidak mengucapkan Ijab-Qobul.
Rasululloh
sedang berjalan ke pasar dan beliau melihat gundukan gandum yang terlihat bagus
yang di jajakan oleh penjual. Kemudian Rasululloh memasukkan tangannya kedalam
gundukan gandum tersebut, ternyata gandum dibagian atas kering dan gandum
dibagian dalam basah. Rasululloh menanyakan hal tersebut kepada penjual,
mengapa ia melakukan hal tersebut? Penjual menjawab bahwa gandum yang basah karena
terkena air hujan. Kemudian Rasululloh berkata: “Mengapa tidak kau letakkan
gandum yang basah di bagian atas agar orang yang akan membeli dapat
melihatnya?” “Andaikan si-pembeli melihat keburukan dari barang yang
diperdagangkan, maka tentunya ia tidak akan berani dengan harga yang
ditawarkan.”
Siapa
orang yang menipu kami, maka ia tidak termasuk dalam golongan kami. (Hadist
Nabi). Dalam Hadist yang lain Rasululloh bersabda: “Seburuk-buruknya tempat
adalah pasar.” Karena didalamnya banyak terjadi tipu daya.
Segala
macam Asuransi terbilang dari perbuatan yang haram. Termasuk di dalamnya:
Asuransi Jiwa, Asuransi Kesehatan, Asuransi Kecelakaan, Asuransi Pendidikan
dll.
Dosa
yang paling ringan dari pada memakan riba adalah bagaikan menzinahi ibunya
sendiri. Dosa yang paling besar diantara dosa-dosa besar adalah dosa memakan
riba. Bila kamu tetap mengerjakan perbuatan riba, padahal telah sampai pada
kamu peringatan untuk menjauhinya, maka kamu bagaikan membunyikan genderang
perang dengan Alloh dan Rasulnya.
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum
dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al
Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan
menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran
Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri.
Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini
mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena
keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya
Jawab dalam Blog ini.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al
Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada
al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima
kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir
untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini.
Afwan
Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman
yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak
mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga
mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam
menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di
maklum, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Diterbitkan
dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis
Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui
E-mail: hsn_5805@yahoo.co.id
Ingin
mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook
Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY:
http://www.facebook.com/groups/alkifahi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar