Sabtu, 06 Juni 2015

TASAWUF - Menjauhi dari yang Haram dan Sub’hat



Pokok Bahasan     :  TASAWUF
Judul                    :  Menjauhi dari yang Haram dan Sub’hat
Nara Sumber        :  Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf


Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Hendaknya kamu menjauhi dari perbuatan yang Haram dan Sub’hat (tidak jelas antara halal dan haramnya atau meragukan). Hadist Nabi: “Seluruh daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka neraka jahanam lebih layak baginya.”

Hadist Nabi: “Siapa orang yang menjaga diri dari perbuatan Sub’hat, maka orang tersebut sudah membebaskan diri dari keselamatan agamanya dan harga dirinya. Siapa orang yang mengerjakan atau melakukan suatu perbuatan yang Sub’hat, maka ia akan terjerembab atau terjerumus kedalam perbuatan yang Haram.

Dalam suatu riwayat, Imam Abu Hanifah berniaga atau berdagang pakaian atau kain dengan cara mencicil atau kredit. Saat dalam perjalanan turun hujan lebat, beliau berteduh di depan atau di emperan rumah seseorang. Pemilik rumah yang mengetahui bahwa ada yang berteduh di depan rumahnya segera membukakan pintu dan mempersilahkannya masuk. Pada saat Imam Abu Hanifah melihat pemilik rumah, beliau langsung bergegas meninggalkan rumah tersebut, meskipun hujan belum berhenti. Rupanya Imam Abu Hanifah mengenali bahwa pemilik rumah tersebut adalah salah seorang yang berhutang kepadanya, beliau tidak mau mengambil manfaat dari orang yang berhutang kepadanya, karena hal tersebut dapat dikatakan sebagai riba. “Segala pinjaman yang mendatangkan manfaat adalah termasuk riba.”

Ketahuilah oleh kamu bahwa sesungguhnya orang yang memakan makanan yang Haram dan Sub’hat, maka sedikit sekali diberi kemampuan untuk mendapatkan petunjuk atau taufiq untuk mengerjakan amal sholeh. Jika pada zohirnya dia dapat mengerjakan amal sholeh, maka pasti akan datang sesuatu yang dapat merusak amal perbuatan sholehnya tersebut, seperti perbuatan Udzub dan Riya’.

Orang yang makan dari makanan yang Haram, maka amalnya tertolak atau tidak diterima Alloh SWT. Karena Alloh baik dan hanya menerima yang baik. Penjelasannya: Amal itu tidak akan tergambar atau terlihat, kecuali dengan gerakan-gerakan anggota badan. Amalan gerakan anggota badan tidak akan mampu terlaksana tanpa adanya makanan. Jika makanan yang dimakan tidak halal, maka gerakan-gerakan yang timbul dari makanan tersebut juga akan jelek pekerjaannya. Hadist Nabi: “Siapa orang yang makan dari makanan yang Haram, maka akan ma’siat anggota badannya mau atau tidak mau.”

Abdullah bin Umar barkata:  “Andaikata kamu shalat hingga seperti busur panah (bongkok) dan andaikata kamu puasa hingga seperti senar biola (kurus), Alloh tidak akan terima itu semua hingga kamu dapat menjegah diri dari perbuatan haram dan sub’hat.”

Siapa orang membeli baju atau kain atau lainnya seharga 10 dirham dan 1 dirham dari uang yang haram, maka Alloh tidak terima shalatnya karena ada yang terkandung di dalamnya barang yang haram.

Apabila 1/10 dari baju tersebut dari barang yang haram dan Alloh tidak menerima amal shalatnya, bagaimana dengan orang yang membeli baju tersebut dengan seluruhnya dari uang yang haram? Dan bagaimana bila makanan yang terserap dalam badannya dari barang yang haram?

Alloh tidak akan menerima ibadah seseorang selama 40 hari, jika ia memakan makanan yang haram. Seperti halnya dengan Nabi Adam AS., Alloh memerintahkan Nabi Adam AS. berpuasa selama 40 hari karena Nabi Adam AS. memakan buah Qhuldi yang Alloh haramkan baginya.

Makanan yang haram dapat dikatagorikan menjadi 2 bagian, yaitu:
1.  Makanan Haram karena zat-nya
Keharamannya berasal dari makanan itu sendiri, seperti daging babi, daging anjing, bangkai dll. Akan tetapi bila dalam kondisi darurat tidak ada makanan lain kecuali makanan yang haram tersebut, yang apabila kita tidak memakan makanan tersebut dapat mengakibatkan kita mati, maka makanan yang haram tersebut dibolehkan untuk dimakan sekedar untuk menyambung hidup, tetapi makanan tersebut tidak boleh disimpan sebagai persediaan. Begitu pula halnya apabila dari hasil diagnosa dokter yang adil dan taat dalam menjalankan syariat agama Islam, mengharuskan si pasien untuk memakan makanan yang di haramkan agar nyawa dari pasien dapat tertolong, maka dibolehkan memakan makanan yang haram tersebut sekedar untuk mempertahankan hidup. Tidak dibolehkan memakan makanan yang haram hanya untuk memenuhi hajat atau keinginan saja.
2.  Makan Haram karena proses mendapatkannya atau penyembelihannya
Daging kambing atau ayam yang pada dasar zatnya hukumnya halal, manjadi haram dimakan bila diperoleh dari hasil mencuri. Barang tersebut tetap dihukumkan haram sampai ia memilikinya dengan jalan yang sesuai dengan syara’ seperti dari waris, hadiah/hibah, wasiat atau jual-beli. Demikian pula bila cara penyembelihannya tidak sesuai dengan hukum syara’ maka menjadi haram untu dimakan.

Subhat adalah hal-hal yang tidak jelas kehalalannya dan keharamannya. Ada beberapa tingkatan subhat, yaitu:
1.    Sesuatu yang diyakini keharamannya, tetapi diragukan kehalalannya. Subhat seperti ini disebut Hukmul Harom (Hukum Haram).
2.    Sesuatu yang diyakini kehalalannya dan ia ragu akan keharamannya. Subhat yang seperti ini apabila kita tinggalkan maka terbilang dari sifat waro’.
3.    Sesuatu yang ada diantara keduanya diatas. Dia berkeyakinan antara yang halal dan yang haram masing-masing 50%. Hadist Nabi: “Tinggalkan sesuatu yang meragukan kamu kepada sesuatu yang tidak meragukan kamu.”

Dan sesungguhnya dijadikan ciri dari waro’-nya seseorang adalah mundur dari suatu barang yang tidak jelas antara yang haram dan halalnya. Orang tidak dapat digolongkan sebagai orang mut’taqien sehingga ia hanya memilih yang halal murni. Dia tinggalkan sesuatu yang tidak murni kehalalannya, karena ia takut terjerumus ke dalam barang yang haram dan sub’hat yang akan berakibat menjadi dosa kepada Alloh. Sohabat Nabi berkata: “Kami meninggalkan 70 pintu dari yang halal, karena takut terjerumus kedalam yang haram.” Sejak zaman Habib Alwi Al Haddad, orang yang meninggalkan yang halal karena takut jatuh ke dalam yang haram sudah lama tidak dikerjakan. Manusia di akhir zaman banyak memakan makanan yang halal secara berlebihan.

Hadist Nabi: “Sedikit di akhir zaman uang yang halal dan teman yang dapat dipercaya.” Hendaknya kamu mengetahui apa-apa yang Alloh haramkan atas kamu, sehingga kamu dapat menghindarinya. Karena orang yang tidak tahu dengan hal yang tidak baik, maka ia akan jatuh kedalam perbuatan tidak baik tersebut.

Orang yang patuh atas agamanya dan mengamalkan ajaran agamanya, maka tidak dikhawatirkan jatuh kedalam memakan atau memakai barang-barang yang haram secara ain’ atau zat-nya. Dan tidak pula ia menipu atau mencari harta manusia karena permusuhan atau ke zholiman dan mencuri, karena hal semacam itu timbul nya dari orang-orang yang bertindak sewenang-wenang dan keras kepala.

Manusia dinisbahkan atau digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
1.  Manusia yang dikenal dengan kesolehannya
Bila kita dijamu makan olehnya, maka kita tidak perlu bertanya dan menyelidiki tentang kehalalan dari makanan yang disajikan. Karena sesungguhnya makanan dari orang yang soleh dan orang pemurah akan menjadi obat. Dan makanan dari orang yang bakhil/kikir akan menjadi penyakit.
Dalam suatu riwayat, Imam Ahmad bin Hambal selalu membanggakan tentang kesolehan dan keluasan ilmu dari gurunya, yaitu Imam Syafi’i kepada anaknya. Pada suatu saat Imam Ahmad bin Hambal mengundang gurunya untuk bermalam dirumahnya. Anak dari Imam Ahmad bin Hambal sangat senang, karena ia mempunyai kesempatan mengetahui apa saja amalan yang dikerjakan oleh Imam Syafi’i. Anak dari Imam Ahmad bin Hambal memperhatikan segala apa yang dikerjakan oleh Imam Syafi’i. Keesokan harinya anak dari Imam Ahmad bin Hambal menemui ayahnya, ia bertanya: “Wahai ayah, aku memperhatikan segala apa yang dikerjakan oleh gurumu sepanjang hari hingga malam dan aku tidak mendapatkan suatu amalan atau pekerjaan yang dikerjakan oleh gurumu yang menurutku istimewa. Aku memperhatikan ia makan malam begitu banyak, dan setelah makan aku perhatikan ia langsung masuk ke dalam kamar tidur. Aku tidak melihatnya bangun malam seperti yang umum dikerjakan oleh orang soleh. Dan saat pagi hari aku perhatikan ia langsung Shalat Subuh tanpa berwudhu lagi. Imam Ahmad bin Hambal sungguh heran dengan apa yang dikatakan anaknya tentang gurunya tersebut, sehingga ia memberanikan diri untuk bertanya kepada gurunya tentang apa yang dikatakan oleh anaknya. Dengan tenang Imam syafi’i menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Imam Ahmad bin Hambal. “Aku makan malam dengan banyak karena aku mengetahui bahwa makanan yang disuguhkan oleh orang soleh (Imam Ahmad bin Hambal) adalah obat. Pada saat aku berbaring di tempat tidur, aku melihat Al-Qur’an terbentang dihadapanku sehingga aku dapat memecahkan lebih dari 70 masalah yang selama ini sulit terpecahkan. Dan aku tidak berwudhu saat Shalat Subuh, karena aku tidak tidur sepanjang malam sehingga wudhuku tidak batal.

2.  Manusia yang tidak dikenal baik atau buruknya
Apabila kita ingin berinteraksi atau berdagang atau menerima hadiah darinya, maka perlu ditanya kehalalan dari makanannya, asal dari makanan tersebut dan dengan uang halal atau tidak makanan tersebut diperoleh. Tentunya dengan pertanyaan yang lemah-lembut yang tidak akan menyinggung perasaannya. Apabila kamu takut menyinggung perasaannya dan kamu ragu, maka jangan kamu makan atau kamu pakai pemberiannya. Misalkan pemberiannya tersebut berupa kain sarung atau baju dan kita merasa tidak enak untuk menolaknya, maka jangan kamu gunakan untuk Shalat ataupun ibadah lainnya. Hadist Nabi: “Menyakiti hati orang muslim lebih besar dosanya dari pada meruntuhkan 60 ka’bah.”
Dalam suatu riwayat, Syaidina Abu Bakar Assidiq selalu menanyakan kepada pembantunya tentang kehalalan dari makanan yang disajikan, apakah makan tersebut dibuat dari bahan yang halal dan dari mana asal dari makan tersebut. Pada suatu saat karena sangat laparnya Syaidina Abu Bakar lupa menanyakan tentang kehalalan dari makanan yang disajikan pembantunya. Pembantunya berkata kepada Syaidina Abu Bakar: “Wahai tuan biasanya kamu selalu menanyakan tentang kehalalan dari makanan yang aku sajikan untukmu.” Syaidina Abu Bakar kaget, kemudian ia segera menghentikan makannya dan menanyakan tentang zat dan asal dari makan tersebut. Pembantunya menjawab bahwa makanan tersebut berasal dari orang yang pernah ditolongnya pada saat dahulu sewaktu ia masih menjadi ahli nujum atau dukun. Makanan tersebut diberikan sebagai syarat apabila hajat dari orang yang ditolong telah berhasil. Mendengar hal tersebut Syaidina Abu Bakar segera mengorek mulutnya, ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan makanan yang baru dimakannya. Setelah berhasil mengelurkan makanan tersebut dari mulutnya Syaidina Abu Bakar berkata: “Aku akan berusaha keras untuk mengelurkan makanan yang tidak halal meskipun nyawaku akan keluar bersamanya.”

3.  Manusia Zholim
Orang yang tidak beribadah kepada Alloh dan orang yang melanggar larangan-larangan Alloh, seperti orang yang memakan uang riba. Orang yang tidak peduli dari mana hartanya ia dapatkan, apakah dari jalan halal atau haram. Jangan kamu bertransaksi ataupun bergaul dengannya. Telusuri terlebih dahulu sumber uang untuk membayar barang yang kita jual kepadanya. Hal tersebut termasuk dalam bagian dari sifat waro’.

Orang soleh apabila hadir saat ‘sakaratul-maut’ seseorang dan kemudian orang tersebut meninggal dunia, maka orang soleh tersebut segera memerintahkan orang untuk mematikan lampu, karena si-mayit sudah tidak berhaq atas harta yang ditinggalkannya terkecuali ada izin dari ahli warisnya.

Umar Ibnu Aziz saat menyelesaikan tugas Negara dirumahnya, kemudian istrinya datang menghampirinya, beliau langsung mematikan lampu. Istrinya bertanya mengapa ia melakukan hal tersebut, Umar Ibnu Aziz berkata: “Minyak untuk menyalakan lampu ini dibeli dari uang Negara, maka tidak boleh digunakan untuk keperluan lain selain urusan Negara.”

Jika sampai sesuatu makanan atau barang yang kamu ketahui atau dugaan yang nyata bahwa barang tersebut adalah haram atau subhat, maka jangan tunda untuk menolaknya. Langsung tolak dengan cara yang baik, sekalipun makanan atau barang tersebut sampai dari orang yang sangat soleh. Misalkan orang soleh tidak enak untuk menolak pemberian dari orang yang zholim, daripada mubazir makanan atau barang yang diberikan oleh orang tersebut, maka ia memberikan kepada kita. Apabila kita mengetahuinya dengan pasti asal dari makanan atau barang yang diberikan, maka tolak pemberiannya dengan cara yang baik.

Menjaga diri dari transaksi/muamalat yang fasik, transaksi yang makruh. Setiap transaksi harus ada Ijab-Qobulnya. Contoh Ijab-Qobul  Penjual berkata: “Aku jual padamu” dan Pembeli membalasnya dengan kata: “Aku beli”. Di akherat kelak akan ditanya pertanggung-jawaban dari transaksi yang kita lakukan. Untuk barang yang tidak ada harganya (sangat murah), maka boleh tidak mengucapkan Ijab-Qobul.

Rasululloh sedang berjalan ke pasar dan beliau melihat gundukan gandum yang terlihat bagus yang di jajakan oleh penjual. Kemudian Rasululloh memasukkan tangannya kedalam gundukan gandum tersebut, ternyata gandum dibagian atas kering dan gandum dibagian dalam basah. Rasululloh menanyakan hal tersebut kepada penjual, mengapa ia melakukan hal tersebut? Penjual menjawab bahwa gandum yang basah karena terkena air hujan. Kemudian Rasululloh berkata: “Mengapa tidak kau letakkan gandum yang basah di bagian atas agar orang yang akan membeli dapat melihatnya?” “Andaikan si-pembeli melihat keburukan dari barang yang diperdagangkan, maka tentunya ia tidak akan berani dengan harga yang ditawarkan.”

Siapa orang yang menipu kami, maka ia tidak termasuk dalam golongan kami. (Hadist Nabi). Dalam Hadist yang lain Rasululloh bersabda: “Seburuk-buruknya tempat adalah pasar.” Karena didalamnya banyak terjadi tipu daya.

Segala macam Asuransi terbilang dari perbuatan yang haram. Termasuk di dalamnya: Asuransi Jiwa, Asuransi Kesehatan, Asuransi Kecelakaan, Asuransi Pendidikan dll.

Dosa yang paling ringan dari pada memakan riba adalah bagaikan menzinahi ibunya sendiri. Dosa yang paling besar diantara dosa-dosa besar adalah dosa memakan riba. Bila kamu tetap mengerjakan perbuatan riba, padahal telah sampai pada kamu peringatan untuk menjauhinya, maka kamu bagaikan membunyikan genderang perang dengan Alloh dan Rasulnya.



CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri. Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya Jawab dalam Blog ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini. 
Afwan Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di maklum, terima kasih. 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Diterbitkan dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui E-mail:  hsn_5805@yahoo.co.id

Ingin mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY: http://www.facebook.com/groups/alkifahi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar