Pokok
Bahasan : TASAWUF
Judul : Adab Dalam Shalat
Nara
Sumber : Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Baguskan
berdiri kita sewaktu shalat. Baguskan kita punya bacaan dalam shalat secara
“tartil”. Jalankan adab-adab dalam shalat, sempurnakan ruku, sujud dan
rukun-rukun yang lainnya, serta kerjakan sunah-sunah dalam shalat.
Menjaga
diri dari pada yang menyebabkan berkurangnya nilai shalat di hadapan Alloh SWT.
Bila kamu mengerjakan shalat dengan sempurna dan memelihara adab-adabnya, maka
di akhirat kelak shalat kita akan menjelma menjadi makhluk yang putih, dan
shalat kita akan berkata: “Semoga Alloh menjaga dan memelihara kamu sebagaimana
kamu memelihara aku.”
Apabila
kita tidak dapat mengerjakan shalat dengan sempurna dan tidak dapat memelihara
adab-adabnya, maka di akhirat kelak shalat kita akan menjelma menjadi makhluk
yang hitam dan gelap dan shalat kita akan berkata: “Semoga Alloh mengabaikan
kamu sebagaimana kamu mengabaikan aku.”
Tidak
ada keuntungan yang akan diperoleh seseorang apabila ia tidak dapat
menghadirkan hatinya didalam shalat (tanpa memikirkan urusan-urusan lainnya).
Seorang
ulama Hassan Al-Bassry berkata: Semua shalat (wajib ataupun sunnah) yang tidak
“hadir/khusyu”, maka lebih dekat dengan
siksa Alloh dibandingkan dengan pahala yang akan diperoleh.”
Setan
sangat giat/semangat dalam membimbangkan hati seorang mu’min dari shalatnya,
sampai-sampai setan ini dapat membuka segala apa-apa yang menjadi kebutuhan
orang yang shalat. Setan dapat mengingatkan segala hal yang tadinya kita
lupakan diluar shalat, di waktu shalat semua itu dapat teringat sehingga shalat
kita tidak “khusyu”.
Apabila
seseorang sudah berusaha keras untuk khusyu dalam shalatnya, akan tetapi tetap
tidak dapat khusyu, maka sebagian ulama mengatakan penyebabnya dapat terjadi
karena kurang sempurnanya dalam wudhu. Karena sempurnanya wudhu merupakan
pangkal dari sah atau tidaknya shalat kita.
Untuk
mengetahui apakah para sohabatnya dapat khusyu dalam shalat, Rasululloh pernah mengadakan
sayembara di hadapan para sohabat. “Barang siapa dapat melaksanakan shalat
dengan khusyu dari sejak niat sampai salam, maka aku akan berikan “ridha-ku”
yang hijau ini.” Semua sohabat tidak ada yang berani mengangkat tangan,
terkecuali Syaidina Ali bin Abi Thalib. Setelah Syadina Ali menyelesaikan
shalatnya, Rasululloh bertanya: “Bagaimana wahai Ali, Apakah kamu dapat shalat
dengan khusyu dari awal sampai akhir?” Syadina Ali menjawab: “Wahai Rasululloh,
dari mulai niat sampai menjelang salam aku dapat khusyu, akan tetapi saat akan
mengucapkan salam aku teringat akan ridha yang akan kau berikan.”
Jika
tidak ada hasil dari yang diusahakan (ke-khusyu-an),
maka bisa jadi kita keluar dari shalat dengan menanggung dosa kepada Alloh.
Cara
membentengi diri kita dari godaan setan yang terkutuk, bacalah surrah: An-Naas
sebelum shalat.
Dituntut
bagi kita untuk tidak melazimkan/membiasakan membaca surrah tertentu setelah
membaca surrah Al-Fatehah, kecuali bila syareat menganjurkannya. Misalnya ada
hadist Nabi yang menganjurkan membaca surrah tertentu pada waktu shalat.
Jangan
sekali-kali kamu melazimkan/membiasakan membaca surrah-surrah pendek jika kamu
menjadi imam, seperti Qulya, Qulhu, Al-Falaq, An-Naas ataupun Ina’atoina.
Dalam
suatu riwayat seorang sohabat yang bernama Mu’az bin Jabbar memimpin shalat
berjama’ah pada suatu kaum, dalam shalat berjama’ah tersebut Mu’az membaca
surrah setelah Al-Fatehah terlalu panjang sehingga ada sebagian jama’ah merasa
gelisah. Kemudian jama’ah tersebut mengadukan hal tersebut kepada Bagainda
Nabi. Rasululloh menegur sohabat Mu’az dengan berkata: “Wahai Mu’az, apakah
engkau ingin membuat orang ‘kapok’/tidak ingin lagi melaksanakan shalat
berjama’ah?”
Jadi
kesimpulannya, saat kita menjadi imam janganlah membaca surrah-surrah yang
pendek dan jangan pula membaca surrah-surrah yang terlampau panjang, bacalah
surrah-surrah yang sedang-sedang saja seperti: Wassamsyi, Wadhuha, Syabihis dll.
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum
dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al
Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan
menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran
Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri.
Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini
mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena
keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya
Jawab dalam Blog ini.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al
Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada
al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima
kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir
untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini.
Afwan
Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman
yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak
mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga
mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam
menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di
maklum, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Diterbitkan
dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis
Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui
E-mail: hsn_5805@yahoo.co.id
Ingin
mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook
Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY:
http://www.facebook.com/groups/alkifahi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar