Sabtu, 06 Juni 2015

FIQIH - Ketentuan Tentang Zakat



Pokok Bahasan     :  FIQIH
Judul                    :  Ketentuan Tentang Zakat
Nara Sumber        :  Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf


Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Selama belum diketahui kadar/nilai yang wajib untuk dizakatkan dari tanaman atau buah, maka tanaman atau buah tersebut belum boleh untuk dimakan atau dimanfaatkan. Setelah diketahui dan diperhitungkan berapa hasil panen yang akan didapat dan berapa besar zakat yang harus dikeluarkan, maka baru tanaman atau buah tersebut dapat dimakan atau dimanfaatkan.

Ada cara-cara yang curang yang dilakukan orang agar dapat terhindar dari kewajiban mengeluarkan zakat. Misalnya 1 (satu) hari lagi menjelang kewajiban mengeluarkan zakat, hartanya dia serahkan/dihibahkan kepada istrinya, akibatnya perhitungan haulnya akan kembali menjadi awal tahun/awal haul. Setahun kemudian, setelah harta yang dipegang istrinya menjelang akhir haul, maka istrinya kembali menyerahkan hartanya tersebut kepada suaminya, begitu seterusnya sehingga mereka terhindar dari kewajiban membayar zakat. Ilmu seperti ini hanya untuk sekedar diketahui dan tidak untuk diamalkan. Karena sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang ada di dalam hati kita. Agama Islam tidak didirikan di atas tipu daya. Sehingga Alloh sangat membenci hambanya yang berbuat tipu daya untuk menhindari kewajiban yang Alloh perintahkan.

Zakat yang dikeluarkan seseorang dapat pula dianggap tidak sah, misalkan: Dikeluarkan atau dibagikan kepada orang-orang yang tidak berhaq menerimanya. Memberikan zakat kepada orang yang dapat memberikan manfaat kepadanya dengan segera, maksudnya dengan memberikan zakat kepada orang tertentu misalnya aparat pemerintah dengan harapan orang tersebut dapat mempermudah segala urusannya. Ataupun mengeluarkan zakat dengan hanya menuruti hawa nafsunya, tanpa adanya tuntunan dari syariat.

Orang yang mengeluarkan zakat akan tetapi tidak sesuai dengan tuntunan syariat, orang seperti ini tidak akan meninggalkan alam dunia sebelum Alloh mengahzab dengan hartannya. Ahzab yang Alloh turunkan di dunia tidak menghapus ahzab yang akan Alloh turunkan di akhirat kelak. Sesungguhnya ahzab Alloh di akhirat lebih dahsyat dan pedih.

Jika keadaan orang yang mengeluarkan zakat akan tetapi tidak sesuai dengan syariat, meskipun mungkin zakat yang dikeluarkannya lebih besar dari ketentuan Alloh, akan di ahzab begitu hebatnya. Bagaimana keadaan orang yang tidak mengeluarkan zakat sama sekali? Tentunya ahzab yang akan diterima lebih besar dan dahsyat lagi. Sesungguhnya orang yang tidak mengelurkan zakat di akhirat kelak akan dikumpulkan bersama-sama dengan orang yang meninggalkan shalat (tarikhusshalat). Sepeninggal Rasululloh, Syadina Abu Bakar Assidiq, selaku pemimpin pengganti Rasululloh, memerangi orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Syadina Abu Bakar Assidiq menganggap mereka sebagai orang-orang yang murtad/keluar dari agama Alloh.

Kita mempunyai kewajiban mengeluarkan zakat dari orang yang kita nafkahi. Ada 2 syarat yang harus dipenuhi dari orang yang kita keluarkan zakat fitrah atasnya, yaitu:
1.  Orang Islam
Apabila anak atau istri kita kafir, maka tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat atas mereka. Tidak ada kewajiban mengelurakan zakat atas orang kafir asli (orang yang lahir dari ayah dan ibu kafir). Dia tidak wajib mengelurkan zakat fitrah atas dirinya, akan tetapi ia mempunyai kewajiban mengeluarkan zakat fitrah atas anak, istri ataupun pembantunya yang muslim, ataupun cucunya apabila si anak tidak mampu.

2.  Mendapatkan Waktu Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Waktu wajib adalah mendapatkan 2 bagian waktu, yaitu 1 bagian di bulan Ramadhan dan 1 bagian lagi di bulan Syawal. Makanya tidak wajib kita mengeluarkan Zakat Fitrah untuk istri yang baru dinikahi setelah Maghrib di akhir bulan Ramadhan.

Ada kewajiban memberikan nafkah kepada anak atau orang tua yang kafir, akan tetapi tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat fitrah atas mereka. Setiap orang yang wajib kita nafkahi, maka wajib pula kita keluarkan zakat fitrahnya dengan syarat mereka adalah muslim, termasuk di dalamnya budak/pembantu/pelayan.
Pada zaman Nabi masih ada yang disebut kafir Kitabi dan boleh orang muslim menikahi mereka, akan tetapi untuk zaman sekarang sudah tidak ada yang namanya kafir kitabi, sehingga tidak diizinkan seorang muslim atau muslimah kawin campur agama atau kawin dengan orang di luar Islam.

Orang yang membantu kita dengan hanya memberikan makan saja tanpa kita  gaji, maka manjadi tanggung jawab kita untuk membayarkan zakat fitrahnya. Jika ia mendapatkan gaji, maka tidak ada kewajiban membayarkan zakat fitrahnya, akan tetapi lebih bagus lagi bila kita membayarkan pula zakat fitrah untuk mereka.

Zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga kita ke atas seperti orang tua, kakek dan keatasnya lagi, dan tidak boleh pula zakat diberikan kepada keluarga kita kebawah seperti anak, cucu dan kebawahnya lagi. Zakat boleh diberikan kepada keluarga kita ke samping, seperti paman, bibi, keponakan, saudara sepupu dan lain-lain. Utamakan memberikan zakat kepada saudara kita terdekat terlebih dahulu baru kemudian memberikannya kepada kerabat atau tetangga.




Golongan Yang Berhaq Menerima Zakat
Dibagikan Zakat itu atas 8 golongan, sebagaimana yang telah Alloh sebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu:
1.    Faqir
2.    Miskin
3.    Amilin: Orang yang mengumpulkan zakat.
4.    Mu’alaf: Orang yang baru masuk agama Islam.
5.    Budak untuk membebaskan dirinya.
6.    Gorimin: Orang yang berhutang
7.    Fi’sabilillah: Orang yang berjuang dijalan Alloh
8.    Ibnu Sabil: Orang yang berada dalam perjalanan (Musyafir).


Penjelasan:

1.    Faqir
Orang yang tidak mempunyai uang dan usaha yang pantas atau layak baginya. Misalnya orang yang hartanya banyak tetapi dari hasil yang haram, maka dia berhaq menerima zakat. Orang yang terhormat dan terpandang, tetapi pekerjaannya tidak layak baginya seperti memulung. Orang yang faqir penghasilannya hampir mencukupi kebutuhannya, penghasilannya kurang dari setengah atau separuh dari kebutuhannya. Faqir Arroyan: adalah orang yang tidak memiliki uang ditangannya, tetapi ada orang yang menjamin kehidupan atau nafkahnya, maka orang tersebut tidak berhaq menerima zakat. Seperti halnya dengan orang yang mendapatkan hasil dari tanaman orang lain, yang oleh pemiliknya ia diberikan haq untuk memanen atau mengambil hasil dari buah atau tanaman tersebut, tetapi tidak berhaq atas tanamannya.

2.    Miskin
Orang yang memiliki uang, tetapi uangnya tidak mencukupi kebutuhannya. Seperti kebutuhannya 10 dirham, tetapi ia hanya punya 9 dirham saja. Apabila ia hemat atau irit dalam mengunakan uangnya, maka uangnya tersebut akan cukup. Perempuan yang ada kesulitan karena suaminya jatuh pailit/bangkrut, tidak dapat memberikan nafkah secara cukup, maka ia boleh mendapatkan zakat dari suaminya untuk mencukupi kekurangannya tersebut.


3. Amilin
Adalah orang-orang yang mengurus zakat. Ia berhaq atas bagian zakat, akan tetapi bagiannya berdasarkan peran atau tugasnya, dapat juga berdasarkan tingkat pendidikannya. Bagian dari amilin seperti gaji atau upah terhadap karyawan atau pekerja, besarnya bagian dari masing amilin mungkin berbeda berdasarkan lama waktu kerjanya. Jadi tidak seperti pendapat yang mengatakan bahwa bagiannya adalah 1/8 dari seluruh zakat yang dikumpulkan. Amil adalah orang yang diperintah atau ditunjuk oleh Hakim atau Iman (Kepala Negara) untuk mengambil zakat dari orang-orang kaya dan membagikannya kepada orang-orang yang berhaq menerimanya. Menjadi bagian dari kewajibannya pula mencatat dari uang yang diterima dari pembayar zakat dan mencatat orang yang berhaq menerima zakat.
Syarat dari Amilin:
a.     Islam dan Ahlu Syahadah (orang yang tidak ditolak kesaksiannya). Anak kecil, perempuan, budak / hamba sahaya dan orang fasik tidak boleh menjadi Amilin.
b.     Bukan termasuk dalam golongan Bani Hasyim atau Bani Muthollib (Keluarga Nabi). Hadist Nabi: “Shodaqoh atau Zakat adalah kotoran dari manusia, maka tidak halal bagi Nabi dan Keluarganya.” Berikan kepada Keluarga Nabi (Habaib & Syarifah) berupa hadiah/hibah, jangan berasal dari uang atau barang dari Zakat, sebagai penghormatan kita kepada jasa-jasa Perjuangan Rasululloh. Keluarga Nabi pada zaman Rasululloh mendapatkan bagian dari Baitul Mall sebesar 1/5 bagian. Akan tetapi pada zaman sekarang ini sudah tidak ada Baitul Mall.
c.     Bukan termasuk Mantan Budak dari Bani Hasyim atau Bani Mutholib
d.     Orang yang menerima gaji dari pemerintah tidak boleh menjadi amilin.

Termasuk dalam tugas dari Amilin, yaitu: mengambil zakat dari orang kaya, menjaga zakat yang dikumpulkan, menimbang zakat, mencatat penerimaan dan pengeluaran zakat dan mengantarkan zakat kepada mustahiq (orang yang berhaq menerimanya). Apabila ada orang kafir yang membantu tugas dari amilin, ia berhaq menerima upah atau gaji dari bagian amilin, tetapi bukan zakat, karena orang kafir tidak berhaq menerima zakat.

4. Mu’alaf
Mu’alaf adalah orang muslim yang masih lemah keimanannya. Agar semakin kuat keimannannya maka perlu diberikan zakat kepadanya. Sedangkan Mualafatul Kufar: adalah orang kafir yang dijinakan hatinya agar dapat tertarik untuk masuk ke dalam agama Islam, atau orang yang ditakuti karena perbuatanya. Apapun alasanya orang kafir tidak dibolehkan diberikan zakat, baik itu zakat fitrah ataupun zakat mall, demikian pula dengan daging qurban. Apabila ingin memberikan kepada mereka, maka berikan dari pemberian yang lain berupa bantuan, tetapi bukan berasal dari zakat. Menurut pendapat yang mu’tamat (pendapat yang kuat), tidak dibenarkan memberikan zakat kepada orang non-muslim.
Zakat juga dapat diberikan kepada orang muslim yang sudah kuat keimanannya dengan alasan antara lain:
-        Untuk menarik perhatian orang kafir bahwa agama Islam begitu peduli dengan umatnya, sehingga ia menjadi tertarik untuk masuk agama Islam.
-        Orang muslim yang mempunyai kekuatan atau kedudukan yang disegani oleh orang kafir, sehingga dengan kita memberikan zakat kepadanya dapat mencegah orang kafir yang memusuhi kita.

5. Budak/Riqob Mukatab
Adalah budak yang mengadakan perjajian untuk membebaskan dirinya dari tuannya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain: perjajian itu terjadi atas keinginan budak itu sendiri (tidak ada paksaan), budak tersebut tidak gila, budak tersebut tidak sedang digadaikan, ada Ijab-Qobul yang diucapkan, ada jangka waktu. Contoh Ijab-Qobul: “Silahkan kamu bebaskan dirimu dengan 2 (dua) dinnar yang harus kamu bayar selama 2 bulan.”
Meskipun mereka budak dari Bani Hasyim atau Bani Mutholib, mereka boleh dibebaskan dari uang yang diperoleh dari zakat. Bila dilihat sepintas, maka akan terlihat seolah-olah Bani Hasyim atau Bani Mutholib menerima uang zakat, karena uang dari pembebasan budaknya berasal dari uang zakat, padahal sesuai ketentuan keluarga dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib tidak boleh menerima uang zakat. Pengertiannya tidak seperti itu, karena perjanjian atau transaksi yang dilakukan antara tuan dari Bani Hasyim atau Bani Mutholib dengan budaknya adalah transaksi hutang-piutang, meskipun untuk membayar hutangnya, budak tersebut memperolehnya dari uang zakat.
Budak atau Riqob dari Bani Hasyim atau Bani Mutholib yang tidak mengadakan perjanjian pembebasan dengan tuannya, maka tidak boleh menerima zakat, karena apa yang diterima oleh budak harus diserahkan kepada tuannya. Sedangkan tuannya yang dari Bani Hasyim atau Bani Mutholib tidak boleh menerima zakat.

6. Ghorimin
Adalah orang yang mempunyai hutang. Ada 3 golongan Ghorimin, yaitu:
1.  Orang yang Berhutang untuk Menjamin Ketentraman di Masyarakat
Bila terjadi kekacauan antara kampung atau antara etnis yang mengakibatkan terbunuhnya seseorang atau hewan dari salah satu kampung atau etnis. Misalkan tidak diketahui siapa yang harus bertanggung jawab terhadap terbunuhnya orang atau hewan tersebut ataupun diketahui siapa yang harus bertanggung jawab. Misalkan akibat dari peristiwa tersebut ada orang yang berhutang untuk menjamin agar terjaga ketentraman dari perselisihan yang terjadi dengan cara menjamin kehidupan keluarga orang yang terbunuh atau ganti rugi atas hewan yang mati, maka baginya ada bagian zakat untuk membayar hutangnya tersebut. Selama ia masih berhutang, maka ia berhaq mendapat bagian dari golongan ghorimin. Akan tetapi bila ia telah melunasi hutangnya dengan uangnya sendiri atau utangnya telah dibebaskan oleh orang yang wajib ia bayar, maka ia tidak berhaq lagi meminta zakat dari bagian ghorimin. Jika ingin mendapatkan bagian zakat juga, maka berikan dari bagian faqir atau miskin, tetapi dengan syarat ia merupakan bagian dari salah satu golongan tersebut.

2.  Orang yang Berhutang untuk Kepentingan Dirinya atau Keluarganya
Ia berhutang untuk hal yang mubah atau untuk menjamu tamu atau berhutang untuk membangun masjid. Tetapi pengertiannya disini, bukan berarti panitia pembangunan masjid dapat mengunakan uang zakat untuk membangun masjid, hal tersebut tidak dibolehkan. Sekalipun Ka’bah runtuh dan tidak ada dana untuk membangunnya kecuali dari uang zakat, tetap tidak boleh. Zakat dikhususkan diberikan untuk makhluk yang bernyawa.
Meskipun pada awal niatnya zakat yang diterima akan dibelanjakan untuk hal yang mubah, tetapi pada akhirnya dibelanjakan untuk hal yang maksiat, masih boleh diberikan zakat. Akan tetapi kita harus selektif dalam memberikannya, mesti ada saksi yang memastikan uang yang diterima dari zakat tidak digunakan untuk maksiat.
Bila niat awalnya untuk perbuatan maksiat, tetapi pada akhirnya digunakan untuk hal yang mubah. Atau orang yang baru tobat dari perbuatan maksiat. Berikan ia sesuai dengan hajatnya, bila tidak ada hajatnya maka jangan diberikan.

3.  Orang yang Berhutang untuk Menjamin Seseorang
Ia berhutang untuk menjamin seseorang tanpa se-izin dari orang yang berhutang ataupun atas izin dari yang berhutang. Bila sudah jatuh tempo dan ia tidak mampu membayar hutangnya, maka ia berhaq meminta bagian dari uang zakat.


Jika tidak ada dari 8 golongan yang berhaq menerima zakat dalam lingkungan negeri/ wilayah kita atau sampai jauh di luar negeri/wilayah, maka amankan itu zakat untuk dipindahkan ke negeri/ wilayah yang terdekat. Bila tidak dijumpai juga maka kirimkan kepada negeri yang lebih jauh lagi sampai diketemukan orang yang berhaq menerima zakat.

Bila hanya ada sebagian dari 8 golongan yang berhaq menerima zakat dalam wilayah/ negeri kita, maka keluarkan dan sisanya dikirim ke luar negeri/wilayah.

Dari tiap-tiap golongan penerima zakat minimal dikeluarkan untuk 3 orang untuk tiap-tiap golongan. Karena dalam ayat Al-Qur’an disebutkan ja’ma, maka minimal 3 orang. Kecuali jatah untuk Amil tergantung dari kebutuhan, Amil tidak dibatasi jumlahnya. Bila orang yang membayar zakat langsung menangani sendiri pembagian zakatnya, maka tidak ada amil, sehingga tidak ada jatah atau bagian untuk Amil. Sekalipun jumlah Amil banyak, tetapi mereka tidak diberikan berdasarkan rumusan pembagian zakat, tetapi berdasarkan standart upah dari masing-masing petugas Amil tersebut. Pembagian upahnya dapat berdasarkan status sosialnya, pengalamannya atau beban kerja dari masing-masing petugas Amil.

Bila pihak Mudzaki (Pembayar Zakat) telah mengelurkan 2 bagian dari tiap-tiap golongan, maka simpan 1 bagian lagi untuk diberikan kepada yang lain. Bila nantinya ada orang lain yang meminta zatah yang belum dibagikan dari tiap-tiap golongan, maka berikan kepada mereka. Bila sudah habis zakat yang harus dikeluarkan, tetapi masih ada yang meminta bagian zakat, maka berikan dari harta kita yang diluar zakat. Jangan putuskan hajat orang yang datang kepada kita, sehingga Alloh tidak memutuskan hajat kita kepada-Nya.

Golongan Yang Tidak Boleh Menerima Zakat
Ada 5 (lima) golongan manusia yang tidak dibolehkan memberikan zakat kepada mereka, yaitu:
1.    Orang yang cukup dengan hartanya meskipun ia tidak berusaha, seperti  ia mempunyai saham, rumah kontrakan. Atau orang yang ada usahanya dan cukup hasilnya untuk nafkahnya. Dan orang yang kehidupannya ada yang menjamin nafkahnya, istri tidak menerima zakat karena sudah dijamin oleh suaminya.
2.    Budak tidak boleh menerima zakat, karena zakat yang diterima pada akhirnya harus diserahkan kepada tuannya, terkecuali budaq Mukatab (budaq yang sedang berupaya membebaskan dirinya).
3.    Bani Hasyim dan Bani Mutholib, yaitu anak keturunan dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib, meskipun ia bukan termasuk dari golongan Habaib atau Syarifah, seperti keturunan dari Abbasyiah atau Alawiyah. Abbasiyah adalah keturunan dari Syaidina Abbas (Paman Rasululloh). Sedangkan Alawiyah adalah keturunan dari Syaidina Ali RA., tetapi bukan dari Syaidatul Fatimah. Menurut qoul yang mu’tamat Syarif adalah keturunan dari Syaidina Hasan dan Syaidina Husein. Mantan budaq dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib juga dilarang untuk menerima zakat. Alasan mengapa keluarga Nabi tidak boleh menerima zakat karena zakat itu adalah kotoran, maka tidak boleh diberikan kepada keluarga dan keturunan Nabi sebagai penghormatan kepada beliau. Alasan lainya adalah karena mereka telah mendapatkan jatah dari Baitul Mall. Akan tetapi ada sebagian ulama yang membolehkan keluarga nabi menerima zakat dengan alasan saat ini sudah tidak ada Baitul Mall. Akan tetapi dari qoul yang mu’tamat tetap melarang, tetapi membolehkan Shodaqoh-shodaqoh yang sunnah.
4.    Orang Kafir, tidak syah zakat diberikan kepada orang kafir. Hadist Nabi: Zakat diambil dari orang-orang kaya muslim dan diberikan kepada orang-orang miskin dari orang muslim.
5.    Orang yang wajib dinafkahi, dilarang memberikan zakat kepada istri, anak, orang tua. Zakat boleh diberikan kepada mertua, ataupun saudara. Jadi yang dibolehkan hubungan keluarga ke samping, sedangkan ke atas atau ke bawah tidak bolehkan.


CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri. Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya Jawab dalam Blog ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini. 
Afwan Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di maklum, terima kasih. 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Diterbitkan dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui E-mail:  hsn_5805@yahoo.co.id

Ingin mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY: http://www.facebook.com/groups/alkifahi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar