Pokok
Bahasan : FIQIH
Judul : Ketentuan Tentang Zakat
Nara
Sumber : Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Selama
belum diketahui kadar/nilai yang wajib untuk dizakatkan dari tanaman atau buah,
maka tanaman atau buah tersebut belum boleh untuk dimakan atau dimanfaatkan.
Setelah diketahui dan diperhitungkan berapa hasil panen yang akan didapat dan
berapa besar zakat yang harus dikeluarkan, maka baru tanaman atau buah tersebut
dapat dimakan atau dimanfaatkan.
Ada
cara-cara yang curang yang dilakukan orang agar dapat terhindar dari kewajiban
mengeluarkan zakat. Misalnya 1 (satu) hari lagi menjelang kewajiban
mengeluarkan zakat, hartanya dia serahkan/dihibahkan kepada istrinya, akibatnya
perhitungan haulnya akan kembali menjadi awal tahun/awal haul. Setahun
kemudian, setelah harta yang dipegang istrinya menjelang akhir haul, maka
istrinya kembali menyerahkan hartanya tersebut kepada suaminya, begitu
seterusnya sehingga mereka terhindar dari kewajiban membayar zakat. Ilmu
seperti ini hanya untuk sekedar diketahui dan tidak untuk diamalkan. Karena
sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang ada di dalam hati kita. Agama Islam
tidak didirikan di atas tipu daya. Sehingga Alloh sangat membenci hambanya yang
berbuat tipu daya untuk menhindari kewajiban yang Alloh perintahkan.
Zakat
yang dikeluarkan seseorang dapat pula dianggap tidak sah, misalkan: Dikeluarkan
atau dibagikan kepada orang-orang yang tidak berhaq menerimanya. Memberikan
zakat kepada orang yang dapat memberikan manfaat kepadanya dengan segera,
maksudnya dengan memberikan zakat kepada orang tertentu misalnya aparat
pemerintah dengan harapan orang tersebut dapat mempermudah segala urusannya.
Ataupun mengeluarkan zakat dengan hanya menuruti hawa nafsunya, tanpa adanya
tuntunan dari syariat.
Orang
yang mengeluarkan zakat akan tetapi tidak sesuai dengan tuntunan syariat, orang
seperti ini tidak akan meninggalkan alam dunia sebelum Alloh mengahzab dengan
hartannya. Ahzab yang Alloh turunkan di dunia tidak menghapus ahzab yang akan Alloh
turunkan di akhirat kelak. Sesungguhnya ahzab Alloh di akhirat lebih dahsyat
dan pedih.
Jika
keadaan orang yang mengeluarkan zakat akan tetapi tidak sesuai dengan syariat,
meskipun mungkin zakat yang dikeluarkannya lebih besar dari ketentuan Alloh,
akan di ahzab begitu hebatnya. Bagaimana keadaan orang yang tidak mengeluarkan
zakat sama sekali? Tentunya ahzab yang akan diterima lebih besar dan dahsyat
lagi. Sesungguhnya orang yang tidak mengelurkan zakat di akhirat kelak akan
dikumpulkan bersama-sama dengan orang yang meninggalkan shalat
(tarikhusshalat). Sepeninggal Rasululloh, Syadina Abu Bakar Assidiq, selaku
pemimpin pengganti Rasululloh, memerangi orang-orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat. Syadina Abu Bakar Assidiq menganggap mereka sebagai
orang-orang yang murtad/keluar dari agama Alloh.
Kita
mempunyai kewajiban mengeluarkan zakat dari orang yang kita nafkahi. Ada 2
syarat yang harus dipenuhi dari orang yang kita keluarkan zakat fitrah atasnya,
yaitu:
1. Orang Islam
Apabila anak atau istri kita kafir,
maka tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat atas mereka. Tidak ada kewajiban
mengelurakan zakat atas orang kafir asli (orang yang lahir dari ayah dan ibu
kafir). Dia tidak wajib mengelurkan zakat fitrah atas dirinya, akan tetapi ia
mempunyai kewajiban mengeluarkan zakat fitrah atas anak, istri ataupun
pembantunya yang muslim, ataupun cucunya apabila si anak tidak mampu.
2. Mendapatkan Waktu Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Waktu wajib adalah mendapatkan 2
bagian waktu, yaitu 1 bagian di bulan Ramadhan dan 1 bagian lagi di bulan
Syawal. Makanya tidak wajib kita mengeluarkan Zakat Fitrah untuk istri yang
baru dinikahi setelah Maghrib di akhir bulan Ramadhan.
Ada
kewajiban memberikan nafkah kepada anak atau orang tua yang kafir, akan tetapi
tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat fitrah atas mereka. Setiap orang yang
wajib kita nafkahi, maka wajib pula kita keluarkan zakat fitrahnya dengan
syarat mereka adalah muslim, termasuk di dalamnya budak/pembantu/pelayan.
Pada
zaman Nabi masih ada yang disebut kafir Kitabi dan boleh orang muslim menikahi
mereka, akan tetapi untuk zaman sekarang sudah tidak ada yang namanya kafir
kitabi, sehingga tidak diizinkan seorang muslim atau muslimah kawin campur
agama atau kawin dengan orang di luar Islam.
Orang
yang membantu kita dengan hanya memberikan makan saja tanpa kita gaji, maka manjadi tanggung jawab kita untuk
membayarkan zakat fitrahnya. Jika ia mendapatkan gaji, maka tidak ada kewajiban
membayarkan zakat fitrahnya, akan tetapi lebih bagus lagi bila kita membayarkan
pula zakat fitrah untuk mereka.
Zakat
tidak boleh diberikan kepada keluarga kita ke atas seperti orang tua, kakek dan
keatasnya lagi, dan tidak boleh pula zakat diberikan kepada keluarga kita
kebawah seperti anak, cucu dan kebawahnya lagi. Zakat boleh diberikan kepada
keluarga kita ke samping, seperti paman, bibi, keponakan, saudara sepupu dan
lain-lain. Utamakan memberikan zakat kepada saudara kita terdekat terlebih
dahulu baru kemudian memberikannya kepada kerabat atau tetangga.
Golongan Yang
Berhaq Menerima Zakat
Dibagikan
Zakat itu atas 8 golongan, sebagaimana yang telah Alloh sebutkan dalam
Al-Qur’an, yaitu:
1. Faqir
2. Miskin
3. Amilin: Orang yang mengumpulkan zakat.
4. Mu’alaf: Orang yang baru masuk agama Islam.
5. Budak untuk membebaskan dirinya.
6. Gorimin: Orang yang berhutang
7. Fi’sabilillah: Orang yang berjuang dijalan Alloh
8. Ibnu Sabil: Orang yang berada dalam perjalanan
(Musyafir).
Penjelasan:
1. Faqir
Orang yang tidak mempunyai uang dan
usaha yang pantas atau layak baginya. Misalnya orang yang hartanya banyak
tetapi dari hasil yang haram, maka dia berhaq menerima zakat. Orang yang
terhormat dan terpandang, tetapi pekerjaannya tidak layak baginya seperti
memulung. Orang yang faqir penghasilannya hampir mencukupi kebutuhannya,
penghasilannya kurang dari setengah atau separuh dari kebutuhannya. Faqir Arroyan: adalah orang yang tidak
memiliki uang ditangannya, tetapi ada orang yang menjamin kehidupan atau
nafkahnya, maka orang tersebut tidak berhaq menerima zakat. Seperti halnya
dengan orang yang mendapatkan hasil dari tanaman orang lain, yang oleh
pemiliknya ia diberikan haq untuk memanen atau mengambil hasil dari buah atau
tanaman tersebut, tetapi tidak berhaq atas tanamannya.
2. Miskin
Orang yang memiliki uang, tetapi
uangnya tidak mencukupi kebutuhannya. Seperti kebutuhannya 10 dirham, tetapi ia
hanya punya 9 dirham saja. Apabila ia hemat atau irit dalam mengunakan uangnya,
maka uangnya tersebut akan cukup. Perempuan yang ada kesulitan karena suaminya
jatuh pailit/bangkrut, tidak dapat memberikan nafkah secara cukup, maka ia
boleh mendapatkan zakat dari suaminya untuk mencukupi kekurangannya tersebut.
3.
Amilin
Adalah orang-orang yang mengurus
zakat. Ia berhaq atas bagian zakat, akan tetapi bagiannya berdasarkan peran
atau tugasnya, dapat juga berdasarkan tingkat pendidikannya. Bagian dari amilin
seperti gaji atau upah terhadap karyawan atau pekerja, besarnya bagian dari
masing amilin mungkin berbeda berdasarkan lama waktu kerjanya. Jadi tidak
seperti pendapat yang mengatakan bahwa bagiannya adalah 1/8 dari seluruh zakat
yang dikumpulkan. Amil adalah orang yang diperintah atau ditunjuk oleh Hakim
atau Iman (Kepala Negara) untuk mengambil zakat dari orang-orang kaya dan
membagikannya kepada orang-orang yang berhaq menerimanya. Menjadi bagian dari
kewajibannya pula mencatat dari uang yang diterima dari pembayar zakat dan
mencatat orang yang berhaq menerima zakat.
Syarat
dari Amilin:
a. Islam dan
Ahlu Syahadah (orang yang tidak ditolak kesaksiannya). Anak kecil, perempuan,
budak / hamba sahaya dan orang fasik tidak boleh menjadi Amilin.
b. Bukan
termasuk dalam golongan Bani Hasyim atau Bani Muthollib (Keluarga Nabi). Hadist
Nabi: “Shodaqoh atau Zakat adalah kotoran dari manusia, maka tidak halal bagi
Nabi dan Keluarganya.” Berikan kepada Keluarga Nabi (Habaib & Syarifah)
berupa hadiah/hibah, jangan berasal dari uang atau barang dari Zakat, sebagai
penghormatan kita kepada jasa-jasa Perjuangan Rasululloh. Keluarga Nabi pada
zaman Rasululloh mendapatkan bagian dari Baitul Mall sebesar 1/5 bagian. Akan
tetapi pada zaman sekarang ini sudah tidak ada Baitul Mall.
c. Bukan
termasuk Mantan Budak dari Bani Hasyim atau Bani Mutholib
d. Orang yang
menerima gaji dari pemerintah tidak boleh menjadi amilin.
Termasuk dalam tugas dari Amilin,
yaitu: mengambil zakat dari orang kaya, menjaga zakat yang dikumpulkan,
menimbang zakat, mencatat penerimaan dan pengeluaran zakat dan mengantarkan
zakat kepada mustahiq (orang yang berhaq menerimanya). Apabila ada orang kafir
yang membantu tugas dari amilin, ia berhaq menerima upah atau gaji dari bagian
amilin, tetapi bukan zakat, karena orang kafir tidak berhaq menerima zakat.
4. Mu’alaf
Mu’alaf adalah orang muslim yang
masih lemah keimanannya. Agar semakin kuat keimannannya maka perlu diberikan
zakat kepadanya. Sedangkan Mualafatul Kufar: adalah orang kafir yang dijinakan
hatinya agar dapat tertarik untuk masuk ke dalam agama Islam, atau orang yang
ditakuti karena perbuatanya. Apapun alasanya orang kafir tidak dibolehkan
diberikan zakat, baik itu zakat fitrah ataupun zakat mall, demikian pula dengan
daging qurban. Apabila ingin memberikan kepada mereka, maka berikan dari
pemberian yang lain berupa bantuan, tetapi bukan berasal dari zakat. Menurut
pendapat yang mu’tamat (pendapat yang kuat), tidak dibenarkan memberikan zakat
kepada orang non-muslim.
Zakat juga dapat diberikan kepada
orang muslim yang sudah kuat keimanannya dengan alasan antara lain:
-
Untuk
menarik perhatian orang kafir bahwa agama Islam begitu peduli dengan umatnya,
sehingga ia menjadi tertarik untuk masuk agama Islam.
-
Orang
muslim yang mempunyai kekuatan atau kedudukan yang disegani oleh orang kafir,
sehingga dengan kita memberikan zakat kepadanya dapat mencegah orang kafir yang
memusuhi kita.
5. Budak/Riqob Mukatab
Adalah budak yang mengadakan
perjajian untuk membebaskan dirinya dari tuannya. Ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi, antara lain: perjajian itu terjadi atas keinginan budak itu
sendiri (tidak ada paksaan), budak tersebut tidak gila, budak tersebut tidak
sedang digadaikan, ada Ijab-Qobul yang diucapkan, ada jangka waktu. Contoh
Ijab-Qobul: “Silahkan kamu bebaskan dirimu dengan 2 (dua) dinnar yang harus
kamu bayar selama 2 bulan.”
Meskipun mereka budak dari Bani
Hasyim atau Bani Mutholib, mereka boleh dibebaskan dari uang yang diperoleh
dari zakat. Bila dilihat sepintas, maka akan terlihat seolah-olah Bani Hasyim
atau Bani Mutholib menerima uang zakat, karena uang dari pembebasan budaknya
berasal dari uang zakat, padahal sesuai ketentuan keluarga dari Bani Hasyim dan
Bani Mutholib tidak boleh menerima uang zakat. Pengertiannya tidak seperti itu,
karena perjanjian atau transaksi yang dilakukan antara tuan dari Bani Hasyim
atau Bani Mutholib dengan budaknya adalah transaksi hutang-piutang, meskipun
untuk membayar hutangnya, budak tersebut memperolehnya dari uang zakat.
Budak atau Riqob dari Bani Hasyim
atau Bani Mutholib yang tidak mengadakan perjanjian pembebasan dengan tuannya,
maka tidak boleh menerima zakat, karena apa yang diterima oleh budak harus
diserahkan kepada tuannya. Sedangkan tuannya yang dari Bani Hasyim atau Bani
Mutholib tidak boleh menerima zakat.
6. Ghorimin
Adalah orang yang mempunyai hutang.
Ada 3 golongan Ghorimin, yaitu:
1. Orang yang
Berhutang untuk Menjamin Ketentraman di Masyarakat
Bila terjadi kekacauan antara kampung
atau antara etnis yang mengakibatkan terbunuhnya seseorang atau hewan dari
salah satu kampung atau etnis. Misalkan tidak diketahui siapa yang harus
bertanggung jawab terhadap terbunuhnya orang atau hewan tersebut ataupun
diketahui siapa yang harus bertanggung jawab. Misalkan akibat dari peristiwa
tersebut ada orang yang berhutang untuk menjamin agar terjaga ketentraman dari
perselisihan yang terjadi dengan cara menjamin kehidupan keluarga orang yang
terbunuh atau ganti rugi atas hewan yang mati, maka baginya ada bagian zakat
untuk membayar hutangnya tersebut. Selama ia masih berhutang, maka ia berhaq
mendapat bagian dari golongan ghorimin. Akan tetapi bila ia telah melunasi
hutangnya dengan uangnya sendiri atau utangnya telah dibebaskan oleh orang yang
wajib ia bayar, maka ia tidak berhaq lagi meminta zakat dari bagian ghorimin.
Jika ingin mendapatkan bagian zakat juga, maka berikan dari bagian faqir atau
miskin, tetapi dengan syarat ia merupakan bagian dari salah satu golongan
tersebut.
2. Orang yang
Berhutang untuk Kepentingan Dirinya atau Keluarganya
Ia berhutang untuk hal yang mubah
atau untuk menjamu tamu atau berhutang untuk membangun masjid. Tetapi pengertiannya
disini, bukan berarti panitia pembangunan masjid dapat mengunakan uang zakat
untuk membangun masjid, hal tersebut tidak dibolehkan. Sekalipun Ka’bah runtuh
dan tidak ada dana untuk membangunnya kecuali dari uang zakat, tetap tidak
boleh. Zakat dikhususkan diberikan untuk makhluk yang bernyawa.
Meskipun pada awal niatnya zakat yang
diterima akan dibelanjakan untuk hal yang mubah, tetapi pada akhirnya
dibelanjakan untuk hal yang maksiat, masih boleh diberikan zakat. Akan tetapi
kita harus selektif dalam memberikannya, mesti ada saksi yang memastikan uang
yang diterima dari zakat tidak digunakan untuk maksiat.
Bila niat awalnya untuk perbuatan
maksiat, tetapi pada akhirnya digunakan untuk hal yang mubah. Atau orang yang
baru tobat dari perbuatan maksiat. Berikan ia sesuai dengan hajatnya, bila
tidak ada hajatnya maka jangan diberikan.
3. Orang yang
Berhutang untuk Menjamin Seseorang
Ia berhutang untuk menjamin seseorang
tanpa se-izin dari orang yang berhutang ataupun atas izin dari yang berhutang.
Bila sudah jatuh tempo dan ia tidak mampu membayar hutangnya, maka ia berhaq
meminta bagian dari uang zakat.
Jika
tidak ada dari 8 golongan yang berhaq menerima zakat dalam lingkungan negeri/
wilayah kita atau sampai jauh di luar negeri/wilayah, maka amankan itu zakat
untuk dipindahkan ke negeri/ wilayah yang terdekat. Bila tidak dijumpai juga
maka kirimkan kepada negeri yang lebih jauh lagi sampai diketemukan orang yang
berhaq menerima zakat.
Bila
hanya ada sebagian dari 8 golongan yang berhaq menerima zakat dalam wilayah/
negeri kita, maka keluarkan dan sisanya dikirim ke luar negeri/wilayah.
Dari
tiap-tiap golongan penerima zakat minimal dikeluarkan untuk 3 orang untuk
tiap-tiap golongan. Karena dalam ayat Al-Qur’an disebutkan ja’ma, maka minimal
3 orang. Kecuali jatah untuk Amil tergantung dari kebutuhan, Amil tidak
dibatasi jumlahnya. Bila orang yang membayar zakat langsung menangani sendiri
pembagian zakatnya, maka tidak ada amil, sehingga tidak ada jatah atau bagian
untuk Amil. Sekalipun jumlah Amil banyak, tetapi mereka tidak diberikan
berdasarkan rumusan pembagian zakat, tetapi berdasarkan standart upah dari
masing-masing petugas Amil tersebut. Pembagian upahnya dapat berdasarkan status
sosialnya, pengalamannya atau beban kerja dari masing-masing petugas Amil.
Bila
pihak Mudzaki (Pembayar Zakat) telah mengelurkan 2 bagian dari tiap-tiap
golongan, maka simpan 1 bagian lagi untuk diberikan kepada yang lain. Bila
nantinya ada orang lain yang meminta zatah yang belum dibagikan dari tiap-tiap
golongan, maka berikan kepada mereka. Bila sudah habis zakat yang harus
dikeluarkan, tetapi masih ada yang meminta bagian zakat, maka berikan dari
harta kita yang diluar zakat. Jangan putuskan hajat orang yang datang kepada
kita, sehingga Alloh tidak memutuskan hajat kita kepada-Nya.
Golongan Yang
Tidak Boleh Menerima Zakat
Ada
5 (lima) golongan manusia yang tidak dibolehkan memberikan zakat kepada mereka,
yaitu:
1. Orang yang
cukup dengan hartanya meskipun ia tidak berusaha, seperti ia mempunyai saham, rumah kontrakan. Atau
orang yang ada usahanya dan cukup hasilnya untuk nafkahnya. Dan orang yang
kehidupannya ada yang menjamin nafkahnya, istri tidak menerima zakat karena
sudah dijamin oleh suaminya.
2. Budak tidak
boleh menerima zakat, karena zakat yang diterima pada akhirnya harus diserahkan
kepada tuannya, terkecuali budaq Mukatab (budaq yang sedang berupaya
membebaskan dirinya).
3. Bani Hasyim
dan Bani Mutholib, yaitu anak keturunan dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib,
meskipun ia bukan termasuk dari golongan Habaib atau Syarifah, seperti
keturunan dari Abbasyiah atau Alawiyah. Abbasiyah adalah keturunan dari
Syaidina Abbas (Paman Rasululloh). Sedangkan Alawiyah adalah keturunan dari
Syaidina Ali RA., tetapi bukan dari Syaidatul Fatimah. Menurut qoul yang
mu’tamat Syarif adalah keturunan dari Syaidina Hasan dan Syaidina Husein.
Mantan budaq dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib juga dilarang untuk menerima
zakat. Alasan mengapa keluarga Nabi tidak boleh menerima zakat karena zakat itu
adalah kotoran, maka tidak boleh diberikan kepada keluarga dan keturunan Nabi
sebagai penghormatan kepada beliau. Alasan lainya adalah karena mereka telah
mendapatkan jatah dari Baitul Mall. Akan tetapi ada sebagian ulama yang
membolehkan keluarga nabi menerima zakat dengan alasan saat ini sudah tidak ada
Baitul Mall. Akan tetapi dari qoul yang mu’tamat tetap melarang, tetapi
membolehkan Shodaqoh-shodaqoh yang sunnah.
4. Orang Kafir,
tidak syah zakat diberikan kepada orang kafir. Hadist Nabi: Zakat diambil dari
orang-orang kaya muslim dan diberikan kepada orang-orang miskin dari orang
muslim.
5. Orang yang
wajib dinafkahi, dilarang memberikan zakat kepada istri, anak, orang tua. Zakat
boleh diberikan kepada mertua, ataupun saudara. Jadi yang dibolehkan hubungan
keluarga ke samping, sedangkan ke atas atau ke bawah tidak bolehkan.
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum
dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al
Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan
menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran
Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri.
Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini
mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena
keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya
Jawab dalam Blog ini.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al
Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada
al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima
kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir
untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini.
Afwan
Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman
yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak
mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga mengunakan
kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam menerangkan
permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di maklum,
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Diterbitkan
dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis
Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui
E-mail: hsn_5805@yahoo.co.id
Ingin
mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook
Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY:
http://www.facebook.com/groups/alkifahi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar