Pokok
Bahasan : TASAWUF
Judul : Menuntut Ilmu Lebih Utama dari Amalan Sholeh
Nara
Sumber : Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Menuntut
ilmu itu hukumnya wajib sebagaimana hadist Nabi SAW.
طلب العلم فريضة على كل مسلم
“Menuntut ilmu itu wajib atas
tiap-tiap orang muslim.”
Sibuk mengerjakan pekerjaan yang
sunnah dengan meninggalkan pekerjaan yang wajib, maka dapat dihukumkan berdosa.
Sebagai contoh: Sibuk mengerjakan Shalat
Sunnah, zikir, sholawat dll. Tetapi meninggalkan kewajiban menuntut ilmu. Atau
menuntut ilmu yang sifatnya fadhillah (seperti ilmu pidato dll.) dengan
meninggalkan menuntut ilmu yang wajib baginya seperti: Ilmu Fiqih, Tauhid,
Tasawuf (Akhlaq) dan lain-lain.
Seseorang yang sibuk mengerjakan ibadah-ibadah
yang sunnah dengan meninggalkan kewajiban mencari nafkah untuk keluarganya,
sehingga keluarganya (anak & istrinya) meminta-minta kepada tetangga atau
saudaranya untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, maka orang semacam ini
adalah tidak baik.
Orang yang terbaik diantara kamu
adalah orang yang tidak meninggalkan akhiratnya untuk dunianya. Dan juga tidak
meninggalkan dunianya untuk akhiratnya. Serta tidak menjadi beban bagi orang
lain untuk kehidupannya.
Dalam suatu Riwayat Nabi Musa/Nabi
Isa dalam perjalannya melihat seseorang sedang beribadah begitu giatnya,
kemudian Nabi Musa/Nabi Isa bertanya kepada orang tersebut: “Siapa yang
menafkahi kamu?” Orang tersebut menjawab: “Saudaraku”. Nabi Musa/ Nabi Isa
kemudian berkata: “Nilai ibadah Saudaramu lebih baik dibandingkan dengan ibadah
kamu, karena ia yang menjamin kamu.”
Kita tidak akan sampai/dapat
melaksanakan segala perintah dan larangan Alloh serta mengamalkan pekerjaan
sunnah tanpa kita menuntut ilmu.
Ketahui
oleh kamu orang yang beribadah kepada Alloh tanpa ilmu, maka bahayanya akan
kembali dari ibadah yang dikerjakannya, lebih banyak mudhorotnya dibandingkan
manfaat dari ibadah yang dikerjakannya.
Nabi
pernah berkata kepada para sohabat, maukah kamu aku beritahu orang yang rugi
meskipun ia telah beribadah dengan sungguh-sungguh kepada Alloh, mereka adalah orang yang
beribadah kepada Alloh tanpa ilmu.
Orang
yang beribadah laksana malaikat-malaikat di langit, tetapi tanpa ilmu niscaya
ibadahnya tidak ada nilainya di hadapan Alloh SWT. Mereka harus mengetahi
apa-apa yang Alloh wajibkan atasnya dan menjauhi segala apa yang dilarang Alloh.
Itu semua tidak dapat diketahui tanpa menuntut ilmu.
Ada
beberapa contoh kisoh yang termuat di dalam kitab-kitab karangan para ulama
ataupun dari kisah nyata, yang intinya perlunya kita menuntut ilmu guna
mengetahui dengan pasti hukum-hukum Alloh dan tuntunan syariat yang benar untuk
membimbing kita dalam beribadah.
Ada
seorang laki-laki dari negri Magribi (Sekarang di sebut Maroko). Ia sangat
bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Alloh. Pada suatu hari ia membeli
seekor keledai betina, akan tetapi keledai betina tersebut tidak ia manfaatkan
untuk mengangkut barang ataupun membantu pekerjaannya yang lain. Melihat hal
tersebut ada orang yang bertanya kepada ahli ibadah ini, mengapa kau tidak
manfaatkan keledai betina tersebut untuk membantu pekerjaanmu? Laki-laki ahli
ibadah ini berkata: “Aku tidak gunakan keledai betina tersebut untuk apapun
terkecuali aku gunakan untuk melampiaskan nafsuku saja.” Orang yang bertanya
tadi kemudian berkata: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa mendatangi binatang
untuk memenuhi nafsu syahwat hukumnya adalah haram?”
Bagaimana
nilai ibadah dari orang tersebut? Akibat dari kebodohannya sehingga tidak
mengetahui perkara yang hukumnya Alloh haramkan.
Udzair
adalah seorang ahli ibadah, ia mempunyai tempat khusus yang ia buat untuk
beribadah kepada Alloh. Pada suatu hari saat ia sedang melaksanakan shalat
sunnah ia dipanggil oleh ibunya. Ibunya memanggil-manggil Udzair beberapa kali
dengan suara yang keras, akan tetapi Udzair tidak segera menjumpai ibunya,
dengan perasaan kesal ibunya bersumpah: “Semoga Alloh mengujimu dengan wanita
pelacur.” [Ingat: Doa atau sumpah
dari orang tua (ibu & bapak) adalah mustadzab, seperti doa nabi untuk
umatnya.] Tidak beberapa lama
kemudian datang seorang pelacur menghadap kepada raja sambil menggendong
seorang bayi yang masih merah. Ia mengatakan kepada raja bahwa bayi ini adalah
hasil hubungannya dengan Udzair di tempat ibadahnya. Raja tidak percaya akan
hal tersebut, karena raja mengetahui bahwa Udzair adalah seorang ahli ibadah,
tetapi masyarakat yang marah kemudian membakar tempat ibadah dari Udzair,
meskipun Udzair tidak melakukan dosa tersebut.
Apabila
Udzair mengetahui bahwa membatalkan Shalat Sunnah hukum dibolehkan, maka ia
akan segera memenuhi panggilan ibunya sehingga tidak membuat kesal hati ibunya
yang mengakibatkan keluarnya sumpah tersebut. Akan tetapi perkara shalat wajib,
bagaimanapun kondisi dan keadaannya di haramkan untuk dibatalkan.
Ada
seorang lelaki yang melintas di jalan untuk menuju masjid, di jalan ia melihat
ada seekor burung kecil yang mati, karena ia merasa kasihan dengan burung
tersebut, ia mengambil bangkai burung tersebut dan di masukkannya kedalam
kantong bajunya. Ia mempunyai niat akan menguburkan burung tersebut setelah ia
selesai shalat.
Orang
tersebut tidak mengetahui bahwa membawa bangkai (najis) di dalam shalat
hukumnya tidak boleh (haram). Bangkai burung tersebut adalah najis.
Pernah
salah seorang jama’ah MT. AL KIFAHI AL TSAQAFY bercerita kepada Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Jama’ah tersebut bercerita bahwa
di daerahnya (Rawa Belong), Ada orang Cina kafir (bukan beragama Islam), orang
Cina tersebut sangat baik kepada masyarakat sekitarnya. Pada suatu ketika anak
dari orang Cina yang masih kecil meninggal dunia. Karena merasa berhutang budi
kepada orang Cina tersebut, masyarakat berinisiatif untuk mensholatkan dan
menguburkan anak orang Cina tersbut dengan cara-cara Islam, masyarakat
menanyakan hal tersebut kepada salah seorang Kyai apakah dibolehkan
men-shalatkan, mengkafankan dan menguburkan Jenazah Anak orang kafir tersebut
dengan cara Islam. Kyai yang di tanya menjawab: “Boleh.” Kyai tersebut
mengunakan penggalan dalil dari Al-Qur’an yang artinya: “Setiap bayi yang
dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci).”
Dari
cerita tersebut Al Ustdz. menjawab: “Dalil Qur’an yang digunakan Kyai tersebut
tidak tepat, karena ayat tersebut membicarakan masalah Hakikat. Karena
sesungguhnya bayi yang dilahirkan oleh orang tua yang kafir, maka bayi tersebut
juga dihukumkan kafir. Demikian pula bayi yang dilahirkan dari orang tua yang
muslim, maka bayi tersebut di hukumkan muslim. Meskipun ada pendapat dari
beberapa ulama, bahwa anak-anak orang kafir yang meninggal belum memasuki usia
aqil baliq maka nantinya Alloh SWT. akan menjadikan mereka pelayan-pelayan di
syurga. Tetapi perkara tersebut adalah urusan di akhirat kelak, sedangkan
perkara di dunia tetap berlaku, yaitu bayi yang lahir dari orang tua yang kafir
tetap dihukumkan kafir. Mereka tidak berhaq mendapatkan perlakuan sebagaimana
jenazah orang muslim.
Majlis
Zikir bukanlah Majlis Ilmu, Majlis Da’wah bukanlah Majlis Ilmu. Majlis Ilmu
adalah Majlis yang membahas masalah/pekara:
Bagaimana
kamu bersuci? Bagaimana kamu melaksanakan Shalat? Bagaimana kamu mengeluarkan
zakat? Bagaimana kamu melaksanakan puasa? Bagaimana cara berhaji? Bagaimana
hukum dagang dalam Islam? Bagaimana pembagian harta waris? Dll.
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum
dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al
Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan
menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran
Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri.
Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini
mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena
keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya
Jawab dalam Blog ini.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al
Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada
al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima
kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir
untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini.
Afwan
Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman
yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak
mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga
mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam
menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di
maklum, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Diterbitkan
dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis
Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui
E-mail: hsn_5805@yahoo.co.id
Ingin
mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook
Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY:
http://www.facebook.com/groups/alkifahi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar