Pokok
Bahasan : TASAWUF
Judul : Akhlaq Dalam Pergaulan
Nara
Sumber : Al
Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Jangan
kamu banyak bicara. Apabila hendak bicara, maka ucapkanlah kata-kata yang
baik-baik saja. Bila kamu bicara, maka susunlah kata-katamu sehingga enak untuk
didengar.
Simak
atau dengarkan lawan bicara kita dengan penuh perhatian, sehingga akan
menyenangkannya. Tunjukkan perhatian kita dengan menatapnya, jangan menoleh
kearah yang lain yang menunjukkan kita kurang memperhatikannya.
Jangan
putuskan pembicaraan seseorang, kecuali jika pembicaraan itu yang membuat Alloh
murka seperti mengumpat atau meng-ghibah seseorang. Cara kita menegurnya
tentunya dengan cara yang sopan dan santun. Segala kata yang haram diucapkan,
maka haram pula untuk didengarkan.
Alloh
mewahyukan kepada Nabi Musa, apabila seseorang sudah tobat dari dosa ghibah,
maka ia akan masuk surga paling terakhir. Dalam sebuah hadist Rasululloh pernah
berkata: “Ghibah lebih dahsyat dari pada zina.”
Siapa
yang memasukkan kedalam perutnya makanan-makanan yang berlebihan, maka ia akan
mengelurkan kata-kata yang berlebihan pula dari mulutnya.
Jangan
kamu mengeluarkan kata-kata yang tidak menyenangkan hati seseorang. Terkadang
bala dapat datang dari ucapan kita sendiri. Hati-hati jangan mencampuri
pembicaraan seseorang.
Apabila
kita telah mengetahui suatu hal yang sedang dibicarakan lawan bicara kita, maka
hendaknya jangan menampakkan atau mengucapkan bahwa kita telah mengetahui hal
tersebut, karena hal itu dapat mengecewakan lawan bicara kita.
Apabila
seseorang berbicara atau bercerita tentang suatu hal yang dinukil (diambil)
dari suatu kitab, akan tetapi cerita atau pembicaraannya tersebut tidak sesuai
dengan yang tertulis dalam kitab, maka jangan menyalahkannya, apabila cerita
atau pembicaraannya tersebut tidak menyangkut suatu hukum dan agama. Apabila
pembicaraannya menyangkut suatu hukum atau agama, maka hendaklah menegurnya
dengan adab yang baik. “Menyakiti hati seorang mu’min, maka dosanya lebih besar
dari pada menghancurkan 60 Ka’bah.” (Hadist)
Jangan
kamu masuk/bicara pada suatu urusan yang kita tidak ada hubungannya dengan
urusan atau kepentingan tersebut.
Jangan
kamu banyak mengucapkan sumpah dengan nama Alloh (Demi Alloh), meskipun kamu
berada pada pihak yang benar. Terkecuali ada hajat yang menyangkut harta atau
jiwa, maka kita diperbolehkan bersumpah atas nama Alloh.
Dalam
suatu riwayat sewaktu Syaidina Ali menjabat sebagai Khalifah, ia pernah
kehilangan pedangnya. Pada suatu ketika ia melihat pedangnya ada di tangan
seorang Yahudi. Sebagai kepala negara yang bijak ia tidak langsung merebut
pedang tersebut, akan tetapi melaporkannya pada seorang hakim. Hakim lalu
memanggil orang Yahudi tersebut. Hakim bertanya kepada Yahudi: “Apakah pedang
yang ada padanya adalah milik Syaidina Ali?” Orang Yahudi tersebut bersumpah
bahwa pedang yang berada ditangannya bukan milik Syaidina Ali, melainkan
miliknya. Hakim bertanya kepada Syaidina Ali: “Apakah engakau mempunyai saksi
dan bukti bahwa pedang tersebut adalah milikmu?” Syaidina Ali menjawab: “
Tidak, wahai hakim.” Kemudian hakim memutuskan, jika demikian maka Syaidina Ali
tidak berhak atas pedang tersebut. Mendengar keputusan hakim yang tidak memihak
kepada kepala negara, orang Yahudi tersebut merasa kagum dan menyatakan masuk
Islam, serta mengembalikan pedang yang ada padanya kepada Syaidina Ali dan
berterus terang bahwa ia telah berbohong.
Jangan
kamu berdusta (berbohong), karena dusta berlawanan dengan Iman. Bila seorang
hamba 1 kali berdusta dengan jalan bersumpah, maka malaikat akan menjauh
sejarak 1 mil karena bau dari dusta tersebut. (Hadist)
Setiap
dusta akan dicatat sebagai perbuatan dosa, kecuali dalam 3 hal, yaitu:
1. Seorang suami
yang berbohong kepada istrinya dengan tujuan untuk menyenangkan hati istrinya.
2. Dustanya
seorang lelaki di dalam medan perang.
3. Dustanya
seseorang dengan tujuan untuk mendamaikan dua orang yang sedang berselisih.
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum
dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al
Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan
menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Kebenaran
Mutlaq milik Alloh dan Segala Kekhilafan adalah dari pribadi Al-faqir sendiri.
Segala kelebihan dan kekurangan yang Al-faqir sampaikan dalam ringkasan ini
mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.
Karena
keterbatasan ilmu yang Al-faqir miliki, maka Al-faqir tidak membuka forum Tanya
Jawab dalam Blog ini.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya al-faqir haturkan kepada Syaidil Walid Al
Ustdz Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf yang telah memberikan izin kepada
al-faqir untuk dapat menyebarluaskan isi ta’lim di Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY, dan tal lupa ucapan terima
kasih al-faqir sampaikan untuk H. Aun Mustofa yang telah mengizinkan al-faqir
untuk menggunakan fasilitas kantor untuk membuat ringkasan ta’lim ini.
Afwan
Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman
yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak
mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga
mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam
menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di
maklum, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Diterbitkan
dalam rangka mengajak untuk menghadiri Majlis
Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY. Kritik & Saran dapat disampaikan melalui
E-mail: hsn_5805@yahoo.co.id
Ingin
mendapatkan kiriman ringkasan ta’lim secara rutin silahkan gabung di Facebook
Group Majlis Ta’lim AL KIFAHI AL TSAQAFY:
http://www.facebook.com/groups/alkifahi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar